Pages

Wednesday, January 22, 2014

A: ”Hidup Itu Seperti Menara Eiffel, berdiri seperti huruf A”

Dwika Rezza
316 Halaman
WahyuMedia, September 2013
Rp. 48.000,-

Semua berawal saling tak punya rasa. Lalu, rasa itu saling mengisi. Kemudian, kita saling mempertanyakan rasa hingga kita pun saling memahami rasa itu sendiri. Namun, apakah aku dan kamu dapat menjadi satu rasa? Sebab, rasa aku dan kamu berbeda. Hal ini menjadi tak biasa.Maaf, jika aku belum memberi jawaban pada rasa.

Ini semua hanya karena aku belum terbiasa. Aku hanya tak menduga saja akan misteri rasa yang kau sinyalkan kepadaku.Jika aku sudah menjawab rasa, aku akan menunggu hari itu. Hari di mana kau menyematkan kasihmu pada jemariku. Tepat di Menara Eiffel, Paris. Kota yang kata kebanyakan orang penuh rasa dan cinta.

Cover novel A: ”Hidup Itu Seperti Menara Eiffel, berdiri seperti huruf A” menarik perhatianku. Iya lah! Aku paling gak tahan kalo liat sesuatu yang berhubungan dengan menara Eiffel. Apalagi ditambah sebuah huruf kesukaan aku, A. Langsung aja aku beli novel ini. Tapi nggak langsung aku baca. Novel ini mengendap bersama tumpukan novel baru lainnya sekitar empat bulan. Minatku untuk membacanya kembali saat melihat ratingnya di Goodreads. Rating dan reviewnya termasuk jelek. Itu membuatku penasaran dan ingin membuktikannya sendiri!

A: ”Hidup Itu Seperti Menara Eiffel, berdiri seperti huruf A” menceritakan tentang Daniel Hersya Lubis dan Lucas Raditya Lubis yang kembali ke Indonesia setelah menghabiskan enam tahun terakhir di Prancis. Daniel dan Lucas kembali menghadapi Papa mereka, Yosman Surya Lubis, yang terkenal keras kepala dan otoriter. Tidak ada yang boleh membantahnya. Mama, Melyana Sinta Lubis dan Nenek juga tidak bisa berbuat banyak. Atas kehendak Papanya, Daniel dan Lucas didaftarkan untuk kuliah di kampus swasta terkenal dan masuk ke jurusan yang sudah ditentukan oleh Papa. Papa berkata bahwa semua itu demi membentuk Daniel dan Lucas sebagai pewaris bisnisnya nanti. Hari pertama kuliah, Daniel langsung ditarik menjadi anggota geng Ghostop yang diketuai oleh Sonia Karez, anak pengusaha sukses Sonjaya Karez. Sonia jelas tertarik pada Daniel. Tapi Daniel malah tertarik pada seorang gadis berambut hitam semu merah yang terkenal membawa sial bernama Bella Keisya Intania. Setelah mengetahuinya, Sonia merancang kedua keluarga besar mereka bertemu dan memaksa Daniel untuk bertunangan dengannya. Daniel tidak bisa menolak dan terus menyimpan perasaannya pada Bella sampai hari pernikahannya dengan Sonia tiba.

A: ”Hidup Itu Seperti Menara Eiffel, berdiri seperti huruf A” ini ceritanya kayak sinetron dan FTV, ya? Dan cerita itu sangat mengecewakan. Deskripsi terlalu banyak, karakter tidak berpendirian, banyak kalimat yang rancu dan tidak logis lalu ada penyakit yang membuat penderita tidak sadarkan diri selama berhari-hari di rumah sakit. Kanker? Amnesia? Untungnya bukan salah satu dari itu. Semua ke-sinetron-annya itu lalu ditutup dengan sebuah filosofi yang tidak ada hubungannya dengan ceritanya. Sayang sekali. Padahal penjelasan filosofi itu sangat bagus dan menggugah.

Hiks, aku tidak menyangka aku tertipu lagi oleh indahnya cover. Tapi anehnya, saat aku membaca cerita yang sangat lebay ini, aku tidak mengerutkan kening ataupun mengerutu. Aku malah ingin tertawa. Apa yang sebenarnya ingin novel ini sampaikan? Ceritanya terbilang pasaran, tapi jika diramu lebih kreatif, hasilnya mungkin akan berbeda. Aku bukannya sok jadi editor, tapi kalau digambarkan secara besar, ada tiga hal yang menjadi masalah di novel ini.

1. Point of View (PoV) orang pertama. PoV ini biasanya mengunakan ‘aku’ dan hal-hal yang dibahas terbatas sesuai dengan pengetahuan yang diketahui si ‘aku’ yang juga menjadi karakter utama. Sayangnya (atau ajaibnya?), Daniel bisa tahu apa yang orang lain lakukan dari kejauhan, di tempat lain bahkan saat dia tidur! Dia bisa tahu jelas dan detail percakapan Lucas dengan teman Bella, dia bisa tahu rencana pertunangan yang dirancang Papanya dan Pak Sonjaya, dan dia bisa tahu siapa yang menyelimutinya. Tapi di paragraf selanjutnya, dia pura-pura tidak tahu dan bertanya-tanya sendiri. Gimana aku gak ketawa coba?

pembatas bukunya bagus, bisa berdiri kayak menara Eiffel :D

2. Show, don’t tell. Itu adalah jurus sakti yang selalu disampaikan penulis, editor dan juga terdapat di setiap buku panduan menulis. Daripada menceritakan dengan gambling sifat dan hobi seorang karakter, lebih baik menggambarkannya lewat perilaku atau kebiasaan yang dimiliki karakter tersebut. Saat mengenalkan adiknya, Daniel menyebut Lucas sebagai seorang playboy. Namun selanjutnya, cewek tidak pernah menjadi masalah Lucas. Dia malah digambarkan manja, perhatian, blak-blakan dan suka main. Tidak ada cerita lebih lanjut tentang sifat playboy-nya tuh.

3. Deskripsi Vs Dialog. Daniel memilih menceritakan kehidupan sehari-harinya dalam deskripsi panjaaaaaaaaaang banget, terpatah-patah dan membahas hal yang sama berulang kali. Pilihan UKM yang bakal Daniel dan Lucas ikuti disebut tiga kali dalam satu bab yang sama! Sebenarnya aku mengerti apa yang disampaikan, tapi cara penyampaiannya kurang baik sehingga aku kebingungan. Dan ada, tidak, banyak bagian yang bisa ditransformasikan menjadi dialog. Mungkin itu bisa membuat cerita lebih mengalir dan bergerak.

Selain itu ada hal-hal kecil lain yang membuat aku ingin tertawa. Buat kalian yang sudah baca, apa kalian sadar tiap bab selalu diawali Daniel membuka mata di pagi hari dan ditutup dengan Daniel yang pergi beristirahat? Belum lagi bentuk ungkapan perasaan Daniel untuk Bella mirip dengan yang dilakukan Khun Shone di film The Crazy Little Thing Called Love? Lalu dengan mudahnya Daniel mengurus keberangkatannya ke Prancis. Hei, bagaimana mengurus semuanya dalam semalam? Tell me!

At last, A: ”Hidup Itu Seperti Menara Eiffel, berdiri seperti huruf A” tidak sebagus covernya. Kecewa, jelas. Tapi aku tetap memberinya bintang. Satu untuk cover-nya, setengah untuk pembatas bukunya dan setengah lagi untuk nama karakter utamanya, Daniel. Aneh, ya? Biarlah. Untuk penulisnya, sorry udah jadi editor so asik. Aku berharap kritik dan saran ini tidak membuatmu kecil hati dan berhenti menulis. You just have to read, write and edit more. Good luck! :D

3 comments:

  1. Buku ini enggak banget, baca di awal nya aja dah caur. Terlalu lebay bingit.

    Cerita ttg orang kaya tapi kalo ngak salah 6 tahun ngak balik indonesia padahal kalo orang kaya biasa nya malah bolak balik meskipun sekolah di luar negeri. Dari sini aja ketauan kalo penulis ngak memahami bagaimana kaya yg sebenar nya

    ReplyDelete
  2. hihihi cover dan pembatas bukunya emang keren tapi ya :)

    ReplyDelete
  3. reviewnya keren, detai banget :)
    itu pembatas bukunya nggak nyantai banget sih >.<

    ReplyDelete

Thanks for leave your comment :D