Pages

Friday, September 25, 2015

Sincerely Yours

Tia Widiana
248 Halaman
PT. Gramedia Pustaka Utama, September 2015
Rp. 57.000,-

Sebagai penulis novel thriller, orang kerap menyangka isi kepala Inge hanya seputar urusan pembunuhan. Terlebih lagi sikapnya yang pendiam dan lebih banyak mengurung diri di kamar.

Namun di mata Alan, Inge semanis penulis romance. Inge teman yang menyenangkan dalam segala hal. Alan dengan mudah dapat membayangkan Inge menjadi perempuan yang ingin ia nikahi, bukan Ruby… perempuan yang selama ini berstatus kekasih Alan.

Alan mewakili segala yang Inge inginkan dalam hidup. Kecuali satu hal… Inge tidak ingin mengulangi hal yang membuat hatinya terluka bertahun-tahun. Inge tidak mau Alan meninggalkan Ruby demi bersama dirinya.

Sebagai penulis, Inge selalu tahu bagaimana cerita yang ditulisnya akan berakhir. Tapi untuk kali ini, Inge tidak tahu bagaimana akhir kisahnya dengan Alan….

Tidak butuh alasan banyak untuk membeli Sincerely Yours. Karya debut penulis, Mahogany Hills, membuatku menangis tak henti. Semua hal di dalamnya aku suka. Aku jadi penasaran dengan karya keduanya ini. Now, let’s review it! :D

"Bagaimanapun, sulit menyayangi orang lain kalau kau masih membenci diri sendiri." – halaman 115

Inge membantu tetangganya menjaga Alan yang tidak enak badan karena salah minum obat. Inge membiarkan Alan menginap di rumahnya dan memberikan pakaian ganti. Pemilik jasa pembuatan taman dan perawatan rumah itu dikenal baik dan sopan, tetapi Inge baru tahu Alan juga sangat menarik. Setelah kejadian itu, Inge dan Alan sering menghabiskan waktu bersama, untuk makan atau sekedar mengobrol. Profesi Inge sebagai penulis thriller membuat Alan mulai membaca novel. Kehadiran Alan juga membuat Inge tidak merasa sendirian.

Linda, ibu Inge, yang meninggalkan Inge empat belas tahun yang lalu, tiba-tiba datang bersama suami barunya, Ilham. Alan menyaksikan reuni canggung ibu dan anak itu. Inge tidak pernah cerita karena dia merasa dibuang oleh ibunya. Alan juga sebenarnya punya rahasia, dia sudah punya pacar bernama Ruby. Mereka sudah bersama selama delapan tahun. Di saat-saat kebersamaan mereka, Alan kerap menerima telepon dari Ruby secara pribadi. Inge tidak bertanya karena tidak mau mencampuri urusan Alan. Saat tahu yang sebenarnya, Inge marah. Dia mulai melihat kesamaan dirinya dengan ibunya yang dia benci.

"Itu sebabnya aku tertawa saat mendengar kamu bertanya apakah masih ada harapan untuk hubungan kami. Yang dibutuhkan bukan sekadar harapan, tapi keajaiban." – halaman 215

Semua yang ada di Sincerely Yours ini bisa dibilang serba sederhana. Dari gaya penulisannya, segala hal tentang kedua tokohnya seperti kebiasaan dan pekerjaan mereka dan konflik utamanya. Tapi efek baper (bawa perasaan, umumnya milik pribadi hehehe) yang dihasilkan sungguh sangat dahsyat. Butuh waktu lama untuk bener-bener niatin diri untuk menulis review ini. Aku kena book hangover yang cukup parah dan bisa kambuh kalau melihat gambar cover novelnya atau ingat nama tokoh utamanya. Review-review lain jadi tertunda karena yang ini belum ditulis juga. Ah, mari akhiri penderitaan ini dengan jujur saja dengan yang kurasakan ketika ceritanya berakhir.

Seperti yang kutulis tadi, cerita Inge dan Alan ini sederhana. Mereka cocok satu sama lain tapi bertemu di waktu yang kurang tepat. Dilatarbelakangi masa lalu Inge yang pahit, proses mereka untuk membereskan masalah jadi sedikit rumit. Setelah menghabiskan waktu bersama begitu sering dan punya kegiatan rutin, sangat menyakitkan melihat mereka bersikap seakan-akan tidak ada apa-apa. Sebenarnya kalau mau cepet beres dan jelas, salah satu pihak harus berkepala dingin. Tapi ego lebih menguasai keadaan. Baper banget lah. Lebih baper lagi kalau mengingat kehidupan sehari-hari mereka yang kurasa sangat dekat dengan kehidupan para pembaca. Tidak semua pembaca adalah penulis yang sudah punya karya yang sudah diterbitkan atau memiliki usaha sendiri, sih. Yang kumaksud adalah mereka punya profesi yang ‘wajar’ dan tidak terasa terlalu fiktif. Sangat berbeda dengan cerita romance yang kubaca sebelum-sebelumnya yang punya tokoh utama super kaya, memimpin perusahaan top, dan dikelilingi barang mewah. Serba berkelas itu memang membuat ceritanya penuh kejutan dan aku suka. Hanya saja, semuanya sangat berbeda dengan kehidupan sehari-hariku. Setelah cerita berakhir, perpindahan dari dunia fiksi ke nyata sangat terasa. Jadi begitu cerita selesai, terasa kekosongan (untuk hal-hal yang tidak kumiliki). Sedangkan di sini, Inge dan Alan menjalani segala hal yang ‘normal’. Aku merasa begitu dekat dengan mereka. Baper pun tak bisa dihindari.

Satu hal yang beneran bikin baper adalah cara mereka mengarungi pemasalahan yang memisahkan mereka. Inge melakukan apa yang sebagian besar perempuan lakukan, menghindar walau sadar masih ada rasa sayang. Alan, seperti laki-laki baik yang terlalu baik, bingung sendiri sampai tak sadar mengundang orang baru hadir dan hampir melakukan kesalahan yang serupa. Kenapa selalu seperti itu? Alan, aku tahu kamu juga terluka tapi biasakah kamu menegaskan ke ‘calon’ lain kalau kamu unavailable?  Jangan membuat salah paham yang mengelikan, terlebih lagi membiarkannya terlalu lama. Geregetaaaaan! Kamu itu beneran terlalu baik, ya.

Ngomong-ngomong soal ‘terlalu baik’, dulu aku bingung kalau ada seseorang yang diputuskan dengan alasan seperti itu. Alasan yang tidak logis. Kita semua nyari yang terbaik, bukan? Memangnya ada yang nyari pasangan yang kasar dan posesif? Tapi Alan dan segala kebaikannya di sini membuatku melihat (dan merasakan secara tidak langsung) terlalu baik itu juga tidak benar-benar baik dan tetap saja bisa mengundang permasalahan. Alan ini memang pasangan idaman, tapi aku ingin seseorang yang cuma baik sama aku. Kalau sama orang lain (terutama untuk perempuan yang lebih segalanya dari aku), jangan terlalu baik atau agak pilih-pilih dong hahaha. Egois dan terkesan nggak pede, ya. Tapi sepertinya itu yang membuat ‘terlalu baik’ menjadi alasan putus yang laku. Orang yang memutuskan mungkin tidak merasa benar-benar diistimewakan dan lama-lama bosan dengan sikap yang cenderung tidak memunculkan kejutan itu. Jadi untuk zaman sekarang, semua tidak harus dikelompokkan hanya hitam putih. Harus ada abu-abu juga. Jika dibutuhkan, seseorang yang baik pun harus bisa tegas. Semua itu agar tidak ada masalah yang berlarut-larut.
Udah, ah, bapernya. Sekarang bahas bagian-bagian lain aja.

Mari membahas profesi Inge sebagai penulis thriller. Tokoh utama yang berprofesi penulis sering kali kuanggap klise atau terlalu dekat dengan penulisnya. Tapi di sini agak berbeda. Sebelum masuk ke cerita, ada cuplikan dari novel Inge. Menegangkan dengan misteri yang tak tertebak. Ketika aku sudah tersedot, cerita itu berakhir lalu masuklah ke cerita yang sebenarnya. Rasanya aneh sekali, pindah dari cerita thriller ke romance begitu cepat. Mood bacaku agak terganggu, mendadak pengen baca thriller hehehe. Setelah menyesuai diri dan begitu cepat jatuh cinta dengan kedua tokoh dan dunia mereka, kegiatan membaca pun mulus lagi. Tapi rasa penasaran pada misteri itu masih ada. Untungnya jawaban itu muncul saat Inge berusaha menyelesaikan konflik pribadinya. Memuaskan sekaligus mengejutkan. Aku jadi pengen baca novel lengkapnya. Mbak Tia, tolong nulis cerita thriller jugaaa. Selain potongan cerita itu, banyak referensi novel populer. Judul dan penulis novel yang dicantumkan cukup up to date, apalagi kalau membandingkan jadwal terbit novel-novel itu. Beruntung aku bacanya cepat, ya.

Walaupun super baper, banyak hal yang kurang kusuka dari novel ini. Dari segi cerita, aku berharap kisah Inge dan Alan tidak berakhir seperti itu. Setelah menghabiskan puluhan halaman penuh kegalauan, penyelesaian masalah ke cerita benar-benar selesai terlalu cepat. Jadi, seperti sudah makan, bayar, lalu pulang. Tidak ada sedikit penjelasan tentang bagaimana kehidupan mereka setelahnya, apa yang berubah dan tetap sama. Dari segi lain, mungkin judulnya. Entah lah, kurasa ada judul lain yang lebih cocok menggambarkan kisah cinta ini. Dan yang terakhir adalah ekspetasiku yang terlalu tinggi. Aku sangat suka (dan baper) juga di novel debut penulis, Mahagony Hills. Aku mengharapkan hal yang tak jauh dari itu di novel keduanya ini. Ternyata cerita yang ini lebih sederhana dan singkat. Namun harus kuakui tidak banyak cerita yang bisa membuatku super baper ini. So, good job!

At last, kesederhanaan dalam Sincerely Yours membuat ceritanya sangat dekat dengan pembaca. Kedua tokoh utamanya memang punya pekerjaan yang tidak begitu wah, tapi chemistry mereka sangat ampuh memicu virus kebaperan. Hanya saja aku berharap penulis memberikan cerita dengan konflik yang lebih kompleks. Novel berikutnya mungkin? :)

1 comment:

  1. Kayaknya ini novel mellow ya Mbak?
    Tapi, kok kelihatannya seru, ya... hahaha... aduh, galau nih.
    Pada dasarnya, aku suka sama tulisan Tia Widiana pas baca novel pertamanya itu.
    Tapi, kisahnya kok kerasa ngenes amat.

    Kapan2 kalo ada diskonan novel, coba mau beli novel ini, ah

    ReplyDelete

Thanks for leave your comment :D