Pages

Saturday, July 19, 2014

Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

Eka Kurniawan
252 halaman
PT. Gramedia Pustaka Utama, Mei 2014
Rp. 58.000,-

Di puncak rezim yang penuh kekerasan, kisah ini bermula dari satu peristiwa: dua orang polisi memerkosa seorang perempuan gila, dan dua bocah melihatnya melalui lubang di jendela. Dan seekor burung memutuskan untuk tidur panjang. Di tengah kehidupan yang keras dan brutal, si burung tidur merupakan alegori tentang kehidupan yang tenang dan damai, meskipun semua orang berusaha membangunkannya.

"Eka Kurniawan: an unconventional writer." – Weekender, The Jakarta Post

Aku mengenal karya Eka Kurniawan sebelumnya, Cantik Itu Luka, dari seorang guru bimbingan belajar. Novel yang menarik, walaupun penuh dengan hal-hal yang mengangetkan dan banyak ketelanjangan. Tapi anehnya setelah itu aku tidak berusaha mencari karya Eka Kurniawan yang lain. Padahal aku nggak merasa trauma atau kapok, loh. Dua tahun kemudian, sampul Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas muncul di salah satu foto yang diunggah Bernad Batubara di Instagram.  Hmm, judulnya menarik dan tak disangka premis ceritanya agak nyeleneh. Maka kumasukan novel ini ke dalam my early birthday gift. Let’s review it now ;)

Ajo Kawir kecil diajak teman baiknya, Si Tokek untuk mengintip perempuan gila yang sangat mengagumkan jika sedang telanjang. Dalam beberapa waktu dalam sebulan, Rona Merah, begitulah dia dipanggil, diperkosa oleh dua orang polisi. Sialnya, kedua polisi itu memergoki Ajo Kawir dan memaksanya menonton mereka menuntaskan hasratnya dari dekat. Sejak saat itu, kemaluan Ajo Kawir tidak bisa ‘bangun’. Ajo Kawir dibantu Si Tokek dan orang-orang terdekat sudah berusaha membuatnya ‘sembuh’. Tapi tidak ada yang berhasil. Si Tokek merasa sangat bersalah. Dia bersumpah tidak akan menyentuh perempuan sebelum Ajo Kawir kembali ‘normal’.

"Si Tokek berpikir, kita tak bisa menghentikan seseorang dari jatuh cinta. Bahkan orang yang jatuh cinta itu sendiri. Jatuh cinta seperti penyakit. Ia bisa datang kapan saja, seperti kilat dan geledek, dan bisa tanpa sebab apa pun. Bahkan ketika ada alasan untuk tidak jatuh cinta, seperti dialami Ajo Kawir, cinta merupakan sesuatu yang tak terelakan." – halaman 64

Kekurangan yang dimiliki Ajo Kawir membuatnya tidak takut apapun. Masa remajanya diisi dengan berkelahi, dengan atau tanpa alasan yang khusus. Pada suatu waktu dia bertemu dengan Iteung, gadis menawan yang jago berkelahi dan berhasil membuatnya babak belur. Mereka jelas tertarik satu sama lain. Namun, Ajo Kawir memutuskan untuk mundur. Dia tidak yakin dirinya bisa memenuhi kebutuhan biologis Iteung. Untuk melampiaskan rasa sedihnya, Ajo Kawir menerima tawaran untuk membunuh orang yang dikenal dengan sebutan Si Macan.

Agak susah menyelesaikan novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas ini. Isinya memang tidak terlalu tebal. Cerita cuma dibagi dalam delapan bab. Tapi tiap babnya menghabiskan 30 halaman. Lalu temanya yang mengelitik juga seringkali bikin aku menahan nafas. Dan kesulitan terakhir adalah  bulan puasa saat itu sudah di depan mata. Setelah hampir tiga minggu, dengan jeda seminggu lebih, aku akhirnya berhasil menyelesaikannya. What I thought about the story? I loooooooove it!

"Kemaluan bisa menggerakan orang dengan biadab. Kemaluan merupakan otak kedua manusia, seringkali lebih banyak mengatur kita daripada yang bisa dilakukan kepala. Itu yang kupelajari dari milikku selama bertahun-tahun ini. Tapi kemaluan juga bisa memberimu kebijaksanaan. Itu juga kupelajari dari milikku." – halaman 126

Cerita Ajo Kawir ini super blak-blakan. Dari tema, gaya bercerita dan pilihan kata-katanya. Tapi yang dibahas tidak hanya masalah kejantanannya saja. Tapi lebih mengarah ke masalah yang ditimbulkan karena dia tidak bisa ‘bangun’. Contohnya masalah dia dengan Iteung yang sempet bikin aku galau berhari-hari. Seriusan! Kisah cinta mereka itu sederhana, manis dan bikin nangis. Ada satu bagian yang paling kusuka di mana Iteung memohon Ajo Kawir menjadi pacarnya di bawah hujan lebat. Ajo Kawir bukannya ngomong jujur malah mengelengkan kepala saja. Siaaaal kau Ajo Kawiiiir! Aku puas Si Tokek mewakiliku untuk memukul Ajo Kawir. Masalah ini membuatnya terjebak dalam masalah-masalah lain, yang sayangkan tidak bisa aku sebutkan karena semua itu termasuk spoiler, hehehehe.

Selain tema cerita, hal yang menarik dari novel ini adalah gaya berceritanya. Entah mengapa dan untuk alasan apa, satu cerita dalam sebuah bab diceritakan dalam pola yang tidak berurutan. Contohnya saat Ajo Kawir mencari si Macan untuk menghindari dirinya mencari Iteung. Cerita perjalanan, pencarian dan penantian akan kehadiran si Macan itu diselingi keinginan Ajo Kawir melihat Iteung. Kadang setelah satu paragraf pendek, cerita tentang satu hal tersebut ditutup, dengan tanda garis. Lalu di paragraf selanjutnya, yang tak kalah singkat, membahas hal lain. Kekurangannya sih gaya bercerita ini akan membuat kebingungan yang sementara. Namun, kelebihannya adalah membuat pembaca penasaran dan sibuk menerka-nerka hubungan antara kedua cerita tersebut. Namun, sebenarnya kebingungan dalam menyerap cerita terpotong-potong itu tidak terlalu kentara karena gaya bahasa dan pilihan katanya dan enak dibaca. Coba kamu baca dua kutipan panjang di atas. Pilihan katanya sederhana saja, tapi ngena banget, kan? Itu dia yang bikin aku balik lagi dan menghabiskan novel ini :)

"Mengetahui lebih banyak, hanya akan memberimu masalah lebih banyak." – halaman 239

Tapi aku tetap saja punya kekecewaan dengan novel ini. Kurang panjang. Di pertengahan novel, cerita terasa terburu-buru dan tidak mendetail. Beda dengan bab-bab awal. Aku juga masih penasaran dengan cerita dan latar belakang karakter lain selain Ajo Kawir. Walaupun Si Tokek, Iteung, Mono Ompong bahkan Rona Merah punya bagian khusus untuk menceritakan kisah mereka, kisahnya terlalu singkat. Kisah Jelita malah masih misterius. Dia begitu cepat datang dan pergi. Padahal aku sempet kesel dengan kemunculan namanya di antara Ajo Kawir dan Iteung. Namanya juga sedikit mengingatkanku kepada si Cantik di Cantik itu Luka. Mungkinkan ceritanya saling berkaitan? I want some answers!

At last, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas pantas untuk dibeli, dibaca dan dikoleksi. Harus mungkin. Jangan buru-buru menyerah karena membaca tentang tema menyelenehnya. Cobaaaa dulu. Sekali-kali boleh lah baca buku yang bertema agak berat dan agak nyastra, hehehe.  But make sure you’re over 21. Because the back-cover said so. Recommended! :D

No comments:

Post a Comment

Thanks for leave your comment :D