Seminggu yang lalu, aku menerima
telepon dari nenekku. Ini hal yang sangat biasa terjadi. Biasanya beliau
menanyakan keberadaan mamaku yang kadang terlalu sibuk untuk mengangkat
telepon. Karena tahu aku lebih sering berada di rumah, beliau juga tak jarang
mengundangku mampir ke rumahnya yang berada persis di depan rumahku. Katanya
khawatir aku kesepian sendirian di rumah, menawarkan buah-buah yang sebenarnya
pemberian dari mamaku dan tentunya ada di rumahku, atau mengingatkanku untuk
selalu berhati-hati jika menyalakan kompor. Telepon itu biasanya singkat dan
berakhir seolah-olah aku yang menelepon, bukan sebaliknya. Lucu memang.
Ada yang sedikit berbeda di
telepon tersebut dan telepon-telepon di hari-hari sebelumnya. Saat aku
mengucapkan salam, tidak langsung ada jawaban atau suara apapun. Aku pikir
nenekku salah memencet nomor. Untungnya, beberapa saat kemudian terdengar
suaranya. Itu sering terjadi, membuatku sedikit terganggu. Isi percakapannya
juga sering kali hal-hal yang sama, membuatku tidak begitu semangat melihat
namanya di layar hp. Di telepon minggu lalu juga begitu. Sore itu, aku sedang
berada di luar dan tidak mengetahui persis posisi mamaku sehingga tidak bisa
memberikan jawaban yang pasti.
Sore berikutnya, nenekku tak
sadarkan diri. Kejang-kejang. Muntah-muntah.
Lewat tengah malam, nenekku
dibawa ke rumah sakit. Dokternya mengatakan ada pendarahan di otak dan tidak
banyak yang bisa dilakukan.
Di perawatan hari ketiga, aku
sempat menjenguk ke rumah sakit. Nenekku mengigau beberapa kali dalam helaan
nafasnya yang cukup cepat dan berat.
Keesokan harinya, nenekku
meninggal dunia di usia 83.
.
Tidak banyak temanku yang tahu
tentang kabar ini. Aku tidak biasa membagikan kabar seperti ini. Lebih tepatnya
aku tidak tahu bagaimana caranya. Aku memutuskan untuk menuliskannya di sini
karena rasa kehilangan seperti ini harus diluapkan. Aku mungkin tidak terlihat
atau terdengar sedih. Tapi rasa sakit itu tetap ada. Air mata juga tumpah.
Aku juga menolak membicarakannya.
Aku akan ingat telepon terakhir itu lalu menyesal karena tidak menjawabnya dengan
baik. Lalu aku mengingat telepon lain yang berisi ajakan dan tawaran yang
sebagian besar kutolak. Andai saja aku bersikap lebih baik
Aku kadang masih tidak percaya
nenekku sudah tidak ada. Aku sering kali berpikir nenekku masih berada di
kamarnya, menonton TV sambil makan buah-buahan. Kadang menggunakan kursi roda
untuk keluar, seperti saat aku akan berangkat wisuda di bulan Agustus lalu.
Tapi aku ingat aku pergi ke pemakamannya, melihat mamaku dan saudara-saudaranya
sibuk menyiapkan acara tahlilal, dan tidak ada telepon darinya selama seminggu
ini.
doa terbaik untuk nenek ya
ReplyDelete