Pages

Sunday, July 3, 2016

Scarlet (The Lunar Chronicles #2)

Marissa Meyer
Penerjemah: Dewi Sunarni
Penyunting: Selsa Chintya
Proofreader: Titish A.K.
Design Cover@hanheebin
444 Halaman
Penerbit Spring, February 2016
Rp. 81.500,-

Nenek Scarlet Benoit, Michelle Benoit, menghilang tanpa jejak. Bahkan kepolisian berhenti mencari dan menganggap wanita itu melarikan diri atau bunuh diri.

Marah dengan perlakuan kepolisian, Scarlet membulatkan tekad untuk mencari neneknya bersama dengan seorang pemuda petarung jalanan bernama Wolf, yang kelihatannya menyimpan informasi tentang menghilangnya sang nenek.

Apakah benar Wolf bisa dipercaya? Rahasia apa yang disimpan Michelle Benoit sampai dia harus menghilang?

Di belahan bumi yang lain, status Cinder berubah dari mekanik ternama menjadi buronan yang paling diinginkan diseluruh penjuru Persemakmuran Timur. Dapatkah Cinder sekali lagi menyelamatkan Pangeran Kai dan bumi dari Levana?

Scarlet adalah seri kedua dari The Lunar Chronicles. Aku dibuat takjub dengan buku sebelumnya, Cinder, yang merupakan retelling dongeng Cinderella. Di buku ini, dongeng yang akan dipakai adalah Red Riding Hood. Bagaimana ya ceritanya? Let’s review it :D

"Tidak ada apa-apa di sini. Kami tidak menyembunyikan apa pun dan kalian menculik wanita yang salah!" – halaman 131

Scarlet Benoit mencari neneknya yang menghilang secara misterius. Pihak kepolisian sudah menyerah dan menganggap nenek Scarlet sengaja pergi atau bahkan sudah mati. Scarlet tidak menyerah. Tapi dia harus berurusan dengan ayahnya yang tiba-tiba pulang dan membawa informasi mencurigakan. Selain itu dia juga bertemu dengan Wolf, seorang petarung jalanan. Pemuda itu bersedia membantu Scarlet. Walaupun sikapnya cenderung pemalu, Wolf dapat diandalkan. Mereka menemukan hilangnya nenek Scarlet kemungkinan berhubungan dengan rahasia di masa lalu.

Sementara di New Beijing, Linh Cinder berhasil melarikan diri dari selnya. Dia terpaksa memperdaya tahanan lain, Carswell Thorne, untuk bisa kabur menggunakan pesawat. Ratu Levana marah dan menuntut Cinder ditemukan secepatnya. Posisi kaisar Kai, yang belum benar-benar menerima fakta Cinder adalah seorang cyborg, semakin terpojok.

"Dia merasa harus pergi ke sana sekarang. Untuk mencaritahu di mana dia berada selama tahun-tahun yang hilang itu dan siapa yang merawatnya, siapa lagi yang mengetahui rahasia terbesarnya." – halaman 192

Berbeda dengan Cinder yang penuh aksi, Scarlet memperlihatkan sisi romantis nan manis yang tidak pernah kubayangkan jika membaca dongeng Red Riding Hood. Aku tidak terlalu familiar dengan dongeng yang satu itu karena jalan cerita dan ending-nya cukup bervariasi. Maka dari itu, saat membaca kisah Scarlet, aku tidak merasa terbayang-bayangi dengan dongengnya. Elemen khas dongeng itu masih ada. Ada tokoh nenek yang menjadi tujuan akhir Scarlet. Serigalanya sedikit berbeda karena hadir dalam wujud pemuda yang sulit untuk ditolak hahaha. Lucunya, namanya Wolf. Tapi sikapnya yang pemalu dan sedikit canggung, jauh dari kesan seram. Nggak lucunya, dia tetap saja serigala. Baca sendiri ya untuk mengerti maksudnya ;p

Cerita sebagian besar membahas kedekatan Scarlet dan Wolf yang bikin sirik. Sumpah sirik banget. Apalagi cerita mereka mengambil tempat di Prancis, negara paling romantis sekaligus tempat impianku. Aku sampe benci sama pasangan ini! Aku sangat kangen dengan Cinder dan Kai. Mereka juga pasangan yang bikin sirik tapi paling nggak, mereka terlibat banyak aksi serunya. Di buku kali ini, mereka hanya muncul sedikit dan tidak terlalu banyak perkembangan. Cinder masih berusaha kabur dan Kai masih nggak tahu identitas buronannya. Geregetan! Dalam bab-bab singkat di antara kemesraan Scarlet dan Wolf, muncul tokoh baru lain yang menarik. Dia adalah Thorne. Aku kaget begitu menemukan nama Thorne. Bukannya dia tokoh utama di buku ketiga, Cress, ya? Kenapa dia muncul sekarang? Apakah dia diperkenalkan pelan-pelan atau hanya hadir untuk membuat Kai cemburu? Apapun tujuannya, tingkah Thorne ini asyik untuk diikuti.

Cerita Scarlet yang sempat bikin aku garuk-garuk tembok akhirnya tidak terlalu menyakitkan karena banyak twist! Kegiatan Cinder dan Thorne berputar-putar di udara pun mulai menemukan titik terang. Kejutannya sedikit tertebak, tapi aku malah bersemangat untuk melihat bagaimana akhir dari cerita mereka. Bagian ending-nya bahkan memberikan banyak petunjuk untuk cerita di Cress. Huaaa, mana, mana, mana bukunyaaaa? Kalau diingat-ingat, semua detailnya sempat di bahas di buku pertama. Aku terlalu terpesona sama Kai sampai melupakan hal-hal kecil tersebut.

Ngomong-ngomong soal Kai, eh maksudnya tempatnya di New Beijing, Persemakmuran Timur itu tidak telalu berbeda dengan kehidupan Scarlet di Perancis. Mereka sama-sama menggunakan net screen, hover, chip identitas, dan hal-hal modern lainnya. Apakah negara-negara punya hubungan khusus yang membuat mereka punya kebijakan yang sama? Apakah hal ini juga sudah dibahas di Cinder? Ah, aku sepertinya harus benar-benar membaca ulang. Hal ini juga membuatku semakin kagum dengan dunia yang dibangun oleh penulis. Tidak hanya tokoh yang punya karakter kuat, dia juga memikirkan tempat terencana untuk mereka berkembang dan memikat pembacanya.

At last, walaupun ceritanya kurang bagian aksi, Scarlet tetaplah sebuah cerita retelling yang mengagumkan. Dongeng Red Riding Hood yang agak menyeramkan bisa menjadi cerita percintaan yang menyayat hati. Jalan ceritanya juga terjalin baik dengan kisah Cinder sebelumnya. Pola ceritanya sudah mulai terlihat, tetapi aku ingin dikejutkan oleh penulisnya lewat dua buku selanjutnya. Recommended! :D

No comments:

Post a Comment

Thanks for leave your comment :D