Marissa Meyer
Penerjemah: Dewi Sunarni
Penyunting: Selsa Chintya
Proofreader: Titish A.K.
Proofreader: Titish A.K.
Design Cover: @hanheebin
444 Halaman
Penerbit Spring, February 2016
Rp. 81.500,-
Nenek Scarlet Benoit, Michelle Benoit, menghilang tanpa jejak. Bahkan
kepolisian berhenti mencari dan menganggap wanita itu melarikan diri atau bunuh
diri.
Marah dengan perlakuan kepolisian, Scarlet membulatkan tekad untuk
mencari neneknya bersama dengan seorang pemuda petarung jalanan bernama Wolf,
yang kelihatannya menyimpan informasi tentang menghilangnya sang nenek.
Apakah benar Wolf bisa dipercaya? Rahasia apa yang disimpan Michelle
Benoit sampai dia harus menghilang?
Di belahan bumi yang lain, status Cinder berubah dari mekanik ternama
menjadi buronan yang paling diinginkan diseluruh penjuru Persemakmuran Timur.
Dapatkah Cinder sekali lagi menyelamatkan Pangeran Kai dan bumi dari Levana?
Scarlet adalah seri kedua dari The Lunar Chronicles. Aku dibuat
takjub dengan buku sebelumnya, Cinder, yang merupakan retelling dongeng Cinderella. Di buku ini, dongeng yang akan
dipakai adalah Red Riding Hood. Bagaimana ya ceritanya? Let’s review it :D
"Tidak
ada apa-apa di sini. Kami tidak menyembunyikan apa pun dan kalian menculik
wanita yang salah!" – halaman 131
Scarlet Benoit mencari neneknya yang menghilang secara
misterius. Pihak kepolisian sudah menyerah dan menganggap nenek Scarlet sengaja
pergi atau bahkan sudah mati. Scarlet tidak menyerah. Tapi dia harus berurusan
dengan ayahnya yang tiba-tiba pulang dan membawa informasi mencurigakan. Selain
itu dia juga bertemu dengan Wolf, seorang petarung jalanan. Pemuda itu bersedia
membantu Scarlet. Walaupun sikapnya cenderung pemalu, Wolf dapat diandalkan.
Mereka menemukan hilangnya nenek Scarlet kemungkinan berhubungan dengan rahasia
di masa lalu.
Sementara di New Beijing, Linh Cinder berhasil melarikan
diri dari selnya. Dia terpaksa memperdaya tahanan lain, Carswell Thorne, untuk
bisa kabur menggunakan pesawat. Ratu Levana marah dan menuntut Cinder ditemukan
secepatnya. Posisi kaisar Kai, yang belum benar-benar menerima fakta Cinder
adalah seorang cyborg, semakin
terpojok.
"Dia
merasa harus pergi ke sana sekarang. Untuk mencaritahu di mana dia berada
selama tahun-tahun yang hilang itu dan siapa yang merawatnya, siapa lagi yang
mengetahui rahasia terbesarnya." – halaman 192
Berbeda dengan Cinder yang penuh
aksi, Scarlet memperlihatkan sisi
romantis nan manis yang tidak pernah kubayangkan jika membaca dongeng Red Riding
Hood. Aku tidak terlalu familiar dengan dongeng yang satu itu karena jalan cerita
dan ending-nya cukup bervariasi. Maka
dari itu, saat membaca kisah Scarlet, aku tidak merasa terbayang-bayangi dengan
dongengnya. Elemen khas dongeng itu masih ada. Ada tokoh nenek yang menjadi
tujuan akhir Scarlet. Serigalanya sedikit berbeda karena hadir dalam wujud
pemuda yang sulit untuk ditolak hahaha. Lucunya, namanya Wolf. Tapi sikapnya yang
pemalu dan sedikit canggung, jauh dari kesan seram. Nggak lucunya, dia tetap
saja serigala. Baca sendiri ya untuk mengerti maksudnya ;p
Cerita sebagian besar membahas
kedekatan Scarlet dan Wolf yang bikin sirik. Sumpah sirik banget. Apalagi
cerita mereka mengambil tempat di Prancis, negara paling romantis sekaligus
tempat impianku. Aku sampe benci sama pasangan ini! Aku sangat kangen dengan Cinder dan
Kai. Mereka juga pasangan yang bikin sirik tapi paling nggak, mereka terlibat
banyak aksi serunya. Di buku kali ini, mereka hanya muncul sedikit dan tidak
terlalu banyak perkembangan. Cinder masih berusaha kabur dan Kai masih nggak
tahu identitas buronannya. Geregetan! Dalam bab-bab singkat di antara kemesraan
Scarlet dan Wolf, muncul tokoh baru lain yang menarik. Dia adalah Thorne. Aku
kaget begitu menemukan nama Thorne. Bukannya dia tokoh utama di buku ketiga,
Cress, ya? Kenapa dia muncul sekarang? Apakah dia diperkenalkan pelan-pelan
atau hanya hadir untuk membuat Kai cemburu? Apapun tujuannya, tingkah Thorne
ini asyik untuk diikuti.
Cerita Scarlet yang sempat bikin aku
garuk-garuk tembok akhirnya tidak terlalu menyakitkan karena banyak twist! Kegiatan Cinder dan Thorne
berputar-putar di udara pun mulai menemukan titik terang. Kejutannya sedikit
tertebak, tapi aku malah bersemangat untuk melihat bagaimana akhir dari cerita
mereka. Bagian ending-nya bahkan
memberikan banyak petunjuk untuk cerita di Cress. Huaaa, mana, mana, mana
bukunyaaaa? Kalau diingat-ingat, semua detailnya sempat di bahas di buku
pertama. Aku terlalu terpesona sama Kai sampai melupakan hal-hal kecil
tersebut.
Ngomong-ngomong soal Kai, eh maksudnya
tempatnya di New Beijing, Persemakmuran Timur itu tidak telalu berbeda dengan
kehidupan Scarlet di Perancis. Mereka sama-sama menggunakan net screen, hover, chip
identitas, dan hal-hal modern lainnya. Apakah negara-negara punya hubungan
khusus yang membuat mereka punya kebijakan yang sama? Apakah hal ini juga sudah
dibahas di Cinder? Ah, aku sepertinya harus benar-benar membaca ulang. Hal ini
juga membuatku semakin kagum dengan dunia yang dibangun oleh penulis. Tidak
hanya tokoh yang punya karakter kuat, dia juga memikirkan tempat terencana
untuk mereka berkembang dan memikat pembacanya.
At
last, walaupun ceritanya kurang bagian aksi, Scarlet tetaplah sebuah cerita retelling yang mengagumkan. Dongeng Red
Riding Hood yang agak menyeramkan bisa menjadi cerita percintaan yang menyayat
hati. Jalan ceritanya juga terjalin baik dengan kisah Cinder sebelumnya. Pola
ceritanya sudah mulai terlihat, tetapi aku ingin dikejutkan oleh penulisnya
lewat dua buku selanjutnya. Recommended! :D
No comments:
Post a Comment
Thanks for leave your comment :D