Monday, November 30, 2009

3 Anak Kucing - Book 2 - Chapter 5


Udith ketawa-ketawa ngeliat wajah aku yang pucat pasi
” Gak usah ketawa!” ketawa Udith makin keras ” Gak lucu tauk!”
” Kamu lucu tau” kata Udith sambil menahan tawanya sejenak ” Apa lagi pas kamu teriak-teriak sendiri, ha . . ha . .ha . .” Aku sebel jadian sama cowok yang kerjaannya ngetawain aku doang. Kenapa aku mau aja waktu dia ngajak nonton sebagai hadiah jadian kemaren lusa? Dan kenapa filmnya harus serem gitu?
” Ya, marah ya?” aku cemberut
” Bete!”
” Jangan bete dong” Udith menarik tanganku dan mengenggamnya ” Makan yuk” aku masih diam
” Nggak mau”
” Masa gak laper?” aku menggeleng ” Ayo dong” kali ini Udith langsung merangkul lagi. Mau gak mau, ya ikut juga
” Kamu nyebelin banget” bisikku ketika masuk lift
” Kenapa nerima aku kalo gitu?”
” Kamu yang nembak” aku langsung memasang aksi cemberut lagi. Udith diam membuat aku merasa bersalah ” Ng, maksud aku . . .”
” Gak apa-apa koq” Udith tersenyum dan merangkulku lagi.
Cowok ini hobi banget ngerangkul aku pikirku. Tak apalah, yang penting aku udah jadian sama dia. Walaupun belum ada yang tau. Tama dan Kak Namira juga gak tau tuh.
Buat nyembunyiin semua itu, aku sama Udith berusaha sebisa mungkin gak keliatan kayak yang seneng banget waktu jadian. Tapi tetep aja Udith rangkul aku. Untung aja Kak Namira mikir Udith lagi ngehibur aku yang sedih setelah Ayah dan Bunda pergi ngedadak.
Tama? Oh, dia curiga banget. Apa lagi kayak dia liat Udith nyium kening sebelum aku masuk kamar yang sebelahan sama kamar dia. Tapi, buat apa mikirin dia? Aku sayangnya sama Udith koq. Aku memang sayang dia. Dalam kurung sebagai adik kakak. Dia bener-bener tipe kakak yang sempurna banget. Pantesan Udith ngelindungin dan hormat banget sama dia.
Dengan Kak Namira ikut tinggal sementara, Tama sibuk banget. Sebelum berangkat kuliah dia harus ngenter Kak Namira ke kantornya. Dan sebelum pulang atau udah pulang kulaih dia harus jemput Kak Namira dulu. Kayaknya Tama gak bisa nolak sahabat kecilnya itu. Apalagi Kak Namira lebih tua
“ Friesca, Udith?” Shyra dan Ogy muncul tiba-tiba saat pintu lift terbuka
“ Hai . . “ sapaku riang. Pandangan Shyra menuju tangan Udith yang negrangkul pundakku. Dia langsung narik aku keluar, jauh dari Udith
“ Fries, kamu mikir apa sih?” tanya Shyra. Aku kebingungan. Sepertinya Ogy juga nanya itu ke Udith
“ Emang aku ngapain?” apa yang salah?
” Kamu jadian sama Udith?” aku mulai ngerti apa yang Shyra maksud
” Oh, iya. Emang kenapa?” Shyra malah marah ngedenger itu
” Dia udah jadi saudara kamu, Fries!”
“ Saudara tiri” ralatku “ Salah ya?”
” Salah bangetlah. Sejak kapan antar saudara bisa jadian?”
” Tapi, kita saling sayang koq. Bener” aku melirik Udith dan Ogy. Ekspresi Ogy sama kayak Shyra. Antara bingung dan gak percaya juga marah
” Masa kamu mau nikah sama saudara sendiri?” pertanyaan itu bikin aku ketawa
” Itu masih lama. Pikiran kamu jauh banget”
” Trus, kamu nanti bakal nikah sama siapa?” pertanyaan yang aneh, pikirku ” Kalo kamu nanti putus sama Udith, emang kamu bisa gampang ngelupain dia? Dia serumah sama kamu, Fries!” sekarang aku gak bisa ngomong apa-apa
” Ya . . . mungkin?” Shyra terlihat kesal
” Ayo, kita pergi” Udith ternyata udah ada disampangku dan merangkulku. Menjauh dari Shyra
” Hah?”
” Dith, kamu harus pikirin masa depan kamu” seru Ogy. Udith cuek. Dia berjalan tanpa melihat kebelakang lagi.
Masa depan? Nikah?
***
” Darimana?” tatapan tajam Tama menyambut aku dan Udith yang baru aja sampe dan belum buka helm. Turun dari motor aja belum
” Habis nonton” Udith langsung mengajakku masuk tapi, Tama menahan lengan aku yang lain
” Tunggu dulu” tahan Tama
” Apa lagi?” Udith menarik lepas lenganku dari tangan Tama. Aku sedikit kaget. Selain karena tanganku agak sakit, aku juga kaget untuk pertama kalinya Udith ngelawan kakaknya yang selalu dihormati dan dilindunginya, Tama
” Kamu udah berani ngelawan?”
” Iya” Tama marah tapi ketika melawan . . .
” Tam, Tama!” Namira datang dengan celemek yang blepotan ” Mana sosisnya? Eh, kalian udah pulang” Namira senang melihatku dan Udith
” Hai, Kak” aku berusaha sewajar mungkin
” Hai. Aku baru selesai masak nasi goreng loh buat makan malam” katanya ” Kalian makan yang banyak ya” Aku dan Udith berpandangan
” Maaf, Kak, kita udah makan di mall. Udah kenyang” Udith mengusap perutnya. Namira terlihat kecewa sebentar
” Gak apa-apa deh” pandangannya pindah ke Tama ” Tam, kamu yang makan semuanya ya?” Tama jelas kaget
” Semuanya? Tapi, kamu juga makan ya?” Namira menggeleng
” Aku udah nyobain terus. Kenyang nih”
” Tapi, banyak banget, Mir”
” Eits, kan kamu yang ngusulin buat masak nasi goreng” Udith menahan tawa mendengarnya
” Apaan sih?” Udith lalu membisikkan sesuatu
” Masakan Kak Namira itu selalu keasinan” bisiknya. Aku juga jadi ingin ketawa. Tapi, aku tahan. Nanti Kak Namira tersinggung
” Makan! Nanti aku masakin sup atau bubur deh. Kamu sukakan?”
Sekarang Udith gak terlalu bisa menahan tawanya. Dia buru-buru masuk
” Kak, masuk dulu ya” Namira mengangguk ” Fries” aku ikut dengan bingung
” Kenapa lagi sih?” tanyaku ketika Udith tertawa sepuasnya di ruang keluarga
” Sup dan bubur Kak Namira itu bener-bener gak enak” jawab Udith ” Bikin enek”
” Apa maksudnya?” Namira udah berdiri disamping Udith
” Ng, Kak . . .”
” Dith, kamu juga makan!” Udith langsung terpaku
***
Udith yang ada disebelahku mengeleng-geleng pelan ketika aku mengambil sesendok nasi goreng buatan Kak Namira. Sebenernya aku gak disuruh makan juga. Itu bikin aku penasaran dan beraniin diri buat nyoba. Ketika aku mau makan nasi itu, Tama yang duduk berhadapan denganku mengeleng sekuat tenaganya
” Tam, kenapa geleng-geleng?” Tama langsung diam ” Fries, nanti kasih komen, ya” pinta Namira.
Aku mengangguk. Sendok itu udah didepan mulutku ketika Udith tiba-tiba mengenggam tanganku yang lain dengan keras
” Jangan . . . jangan . . .” kenapa sih? Makan aja koq repot. Aku mengabaikan cowokku itu dan nasi goreng itu akhirnya masuk kemulutku. Aku mengunyahnya pelan-pelan dan . . . ih, koq rasanya aneh?
” Gimana, Fries?”
Udith udah lemes ngeliat ekspresiku yang berubah mendadak. Kasian banget cewekku, batinnya
” Enak banget”
Apa? Udith dan Tama memandangku gak percaya
” Oh, senangnya. Makan yang banyak ya” aku langsung menyuap sendokan kedua ” Cowok-cowok juga makan!”
” Yang, enak gitu?”
Tama tersendak mendengar panggilan Udith untukku. Yang? Sayang, maksudnya?
” Enak banget tauk! Cobain aja” mendengar kata ’tauk’ dari mulutku, Udith langsung mencoba sesuap nasi goreng itu. Biasanya kalo udah bilang ’tauk’, berarti aku bener-bener dan serius. Sama sepertiku, ekspresi Udith juga berubah. Dalam hati, Tama kegirangan. Rasain tuh!
” Beneran enak” Namira makin senang. Dia sampe ngeloncat-loncat
” Makasih” kata Namira. Tama bengong sendiri ” Tam, kamu juga makan dong” Tama menelan ludah pelan. Apa mereka bener? Atau buat nyenengin Namira doang? Ngeliat aku yang makan kayak orang kelaperan, Tama nutup matanya dan langsung makan nasi goreng itu
” Pahit!”
” Apa?” Namira melipat kedua tangannya didada ” Maksud kamu apa?”
” Nasi gorengnya pahit, Mir” pandangan Namira pindah ke aku dan Udith
” Apa bener rasanya pahit?” aku dan Udith mengangguk ” Kenapa kalian bilang enak?”
” Pertamanya emang pahit, Kak” jawabku
” Tapi, kalo dikunyah terus, lama-lama jadi enak. Manis pedas gitu” tambah Udith. Aku langsung mengangguk semangat
“ Manis pedas?” Tama menyuap satu sendok lagi. Sebisa mungkin dia menahan rasa pahitnya nasi goreng itu. Dan ada rasa lain setelah itu
“ Koq agak pedes ya?” mata Namira membulat
“ Bener?” Tama mengangguk
“ Agak pahit sih” Namira gak denger ucapan Tama itu. Dia terlihat bener-bener sungguh sangat seneng banget sekali
“ Kak Namira koq seneng banget?” tanyaku
” Ini pertama kalinya dia bilang masakan aku enak” Tama memotongnya
“ Agak pahit”
“ Tapi, enakkan?” mau gak mau Tama mengangguk karena emang enak sih.
“ Dari dulu Kak Namira masak buat Tama?” Tama melotot namanya dipanggil tanpa embel-embel ’kak’. Berani juga dia.
” Iya, dong” Namira tersenyum ” Aku udah kenal dan main sama Tama dari kecil. Dari dulu sampai sekarang dia gak pernah bilang masakanku enak. Makanya dari situ aku belajar masak terus. Kan mau jadi istri Tama” Tama yang lagi minum langsung tersedak saking kagetnya
” Mir, kamu ngomongin apa sih?” Namira cuma senyam-senyum Tama protes “ Antar saudarakan gak boleh nikah” aku dan Udith tersentak mendengar itu. Kata-katanya sama seperti yang dikatakan Shyra tadi.
” Ya, waktu itukan kita masih kecil. Boleh dong” kata Namira bercanda ” Eh, kalo aku sama Tama, berarti Friesca sama Udith dong” wajahku jadi memerah ” Fries, koq merah? Jangan-jangan kalian jadian ya?”
Ups!

No comments:

Post a Comment

Thanks for leave your comment :D