Cynthia Febrina
188 Halaman
Plotpoint, Mei 2013 (Cetakan Pertama)
Rp. 34.000,-
Adinda putus dengan pacarnya. Kini tak ada lagi Rangga yang biasa
mengantarjemput. Tiap pagi Adinda harus naik kereta dari Bogor ke kantornya di
Jakarta. Harinya berawal dengan teriakan pedagang asongan, sampah yang
bertebaran di peron, para penumpang yang berkeringat dan tergesa, bahkan aksi
copet. Masa lalu pun kerap memberatkan langkah.
Ryan "anak kereta" sejati, bersahabat dengan para pedagang kios di sepanjang peron. Bertahun-tahun dia pulang-pergi Bogor-Jakarta naik kereta. Di balik beban kerja yang menyibukkan, ada kesepian yang sulit terobati, apalagi ketika seorang sahabat meninggal.
Tiap pagi mereka menunggu kereta di peron yang kadang berbeda. Tapi jalur yang sama memungkinkan langkah dan hati mereka bertautan. Stasiun jadi saksinya.
Ryan "anak kereta" sejati, bersahabat dengan para pedagang kios di sepanjang peron. Bertahun-tahun dia pulang-pergi Bogor-Jakarta naik kereta. Di balik beban kerja yang menyibukkan, ada kesepian yang sulit terobati, apalagi ketika seorang sahabat meninggal.
Tiap pagi mereka menunggu kereta di peron yang kadang berbeda. Tapi jalur yang sama memungkinkan langkah dan hati mereka bertautan. Stasiun jadi saksinya.
Stasiun adalah salah satu buku yang aku beli
untuk hadiah ulang tahun aku sendiri (tapi pake uang orangtua hehehehe). Saat
itu ada berkunjung ke Rumah Buku dengan keyakinan aku bisa dapat 3 buku dengan
uang seratus ribu. Banyak novel incaranku bertebaran disana. Gemesnya, mereka
masih juga terlalu mahal (walau ada diskon) dan aku masih keukeuh dengan prinsip ‘100 ribu dapet 3’. Kemudian pandanganku
terarah ke buku terbitan Plotpoint. Hmmm, aku selalu penasaran sama buku fiksi
punya penerbit ini. Covernya selalu
tak biasa, harganya terjangkau dan menyuguhkan cerita yang bikin penasaran
saking bedanya. Lalu aku putuskan membeli salah satu terbitan mereka dan
pilihanku jatuh ke Stasiun. Alasannya? Aku selalu pengen naik kereta api tapi tidak pernah
ada kesempatan ;)
Cover yang unik :)
Stasiun mengambil sudut pandang dari kedua
tokoh utama, Adinda dan Ryan. Masing-masing menceritakan pengalaman dan kesan
mereka terhadap kegiatannya di stasiun. Adinda yang ogah-ogahan naek kereta
sedangkan Ryan sudah mendapat predikat pengguna kereta sejati. Pertemuan mereka
terjadi di suatu pagi di stasiun tersebut. Adinda dan Ryan tidak menyangka
pertemuan itu bisa menjawab semua permasalahan mereka.
“Kalau lo naik kereta
ekonomi, lo akan banyak belajar mengenai hidup, Din.” – halaman 2
Cerita Stasiun ini bisa dibilang maaaaaanis
banget dan bikin sirik pengen naek kereta (keukeuh). Ceritanya mengalir, lugas dengan
beberapa kosakata yang tidak biasa (buka KBBI dulu) dan tidak menggurui. Kadang
saat aku membaca, aku seperti ada di stasiun Bogor (walaupun belum pernah
kesana), duduk di dekat Adinda atau Ryan di suatu pagi dan mencuri dengar atau
pandang ke dalam kehidupan mereka. Ada beberapa bab yang menjadi bagian
kesukaan aku. Aku suka bab ‘PULIH’ dari Adinda (bagian suratnya itu looooh :’(),
bab ‘BERBICARA KEMATIAN’ dari Ryan (‘saya ingin mati dalam bahagia’) dan
tentunya bab ‘BUNGA RAMPAI RASA’. Untuk bab ‘BUNGA RAMPAI RASA’, aku gereget
minta ampun. Please, just let they meet
each other!
Sesudah bab ‘BUNGA RAMPAI RASA’,
aku berharap mereka benar-benar bertemu dan pertemuan selanjutnya akan
diceritakan. Tapi sayangnya bagian tersebut tidak ada. Cerita ditutup begitu
saja dan meninggalkan aku sendiri di ‘stasiun’ kosong. Lalu aku berpikir,
mungkin kisah Adinda dan Ryan bukan
menjadi fokus utama buku ini. Toh kisah pribadi mereka masing-masing sudah
membagikan hal-hal yang menarik dan menyita jumlah halaman. Lalu sisi diriku
yang lain berkata ‘tapi kan aku penasaran! Bukunya terlalu tipis!’. Aku
penasaran dengan obrolan pertama mereka, suasana canggung nan memorable dan kecocokan mereka. Hmmm,
kayaknya mereka bakal cocok deh. Secara latar belakang mereka udah mirip gitu
(ibu seorang penjahit dan ayah telah tiada karena penyakit keras).
Ya udah lah, paling tidak buku
ini beneran menghibur. Bahkan beberapa memorable
quotes dari buku ini aku tambahkan ke akunnya di Goodreads. Dan beberapa
hari setelah aku beres membacanya, sang penulis memperlihatkan foto-foto yangmenginspirasinya dalam menulis lewat blognya. Ternyata lebih rapi dari yang aku
bayangkan! Bagi yang tertarik dengan suasana stasiun dan kereta-keretanya seperti
aku atau bahkan yang mau move on, Stasiun mungkin cocok buat kamu :D
P.S. Aku ngedengerin lagu Ra. D saat
membaca dan menulis review buku ini :’)
covernya lucuu,tapi ini endingnya mereka gak jadian ya? :(
ReplyDeletebtw dini blm pernah naik kereta?ayok ayok kalo mau sama saya,asyik lho *makinngomporin :P
Dear Dianita, aku udah pernah naik kereta sih, cuma nggak sering-sering amat. Makasih juga ngajakin hahahaha
ReplyDelete