Monday, July 15, 2013

Stasiun

Cynthia Febrina
188 Halaman
Plotpoint, Mei 2013 (Cetakan Pertama)
Rp. 34.000,-

Adinda putus dengan pacarnya. Kini tak ada lagi Rangga yang biasa mengantarjemput. Tiap pagi Adinda harus naik kereta dari Bogor ke kantornya di Jakarta. Harinya berawal dengan teriakan pedagang asongan, sampah yang bertebaran di peron, para penumpang yang berkeringat dan tergesa, bahkan aksi copet. Masa lalu pun kerap memberatkan langkah.

Ryan "anak kereta" sejati, bersahabat dengan para pedagang kios di sepanjang peron. Bertahun-tahun dia pulang-pergi Bogor-Jakarta naik kereta. Di balik beban kerja yang menyibukkan, ada kesepian yang sulit terobati, apalagi ketika seorang sahabat meninggal.

Tiap pagi mereka menunggu kereta di peron yang kadang berbeda. Tapi jalur yang sama memungkinkan langkah dan hati mereka bertautan. Stasiun jadi saksinya.

Stasiun adalah salah satu buku yang aku beli untuk hadiah ulang tahun aku sendiri (tapi pake uang orangtua hehehehe). Saat itu ada berkunjung ke Rumah Buku dengan keyakinan aku bisa dapat 3 buku dengan uang seratus ribu. Banyak novel incaranku bertebaran disana. Gemesnya, mereka masih juga terlalu mahal (walau ada diskon) dan aku masih keukeuh dengan prinsip ‘100 ribu dapet 3’. Kemudian pandanganku terarah ke buku terbitan Plotpoint. Hmmm, aku selalu penasaran sama buku fiksi punya penerbit ini. Covernya selalu tak biasa, harganya terjangkau dan menyuguhkan cerita yang bikin penasaran saking bedanya. Lalu aku putuskan membeli salah satu terbitan mereka dan pilihanku jatuh ke Stasiun. Alasannya? Aku selalu pengen naik kereta api tapi tidak pernah ada kesempatan ;)


Cover yang unik :)

Stasiun mengambil sudut pandang dari kedua tokoh utama, Adinda dan Ryan. Masing-masing menceritakan pengalaman dan kesan mereka terhadap kegiatannya di stasiun. Adinda yang ogah-ogahan naek kereta sedangkan Ryan sudah mendapat predikat pengguna kereta sejati. Pertemuan mereka terjadi di suatu pagi di stasiun tersebut. Adinda dan Ryan tidak menyangka pertemuan itu bisa menjawab semua permasalahan mereka.

“Kalau lo naik kereta ekonomi, lo akan banyak belajar mengenai hidup, Din.” – halaman 2

Cerita Stasiun ini bisa dibilang maaaaaanis banget dan bikin sirik pengen naek kereta (keukeuh). Ceritanya mengalir, lugas dengan beberapa kosakata yang tidak biasa (buka KBBI dulu) dan tidak menggurui. Kadang saat aku membaca, aku seperti ada di stasiun Bogor (walaupun belum pernah kesana), duduk di dekat Adinda atau Ryan di suatu pagi dan mencuri dengar atau pandang ke dalam kehidupan mereka. Ada beberapa bab yang menjadi bagian kesukaan aku. Aku suka bab ‘PULIH’ dari Adinda (bagian suratnya itu looooh :’(), bab ‘BERBICARA KEMATIAN’ dari Ryan (‘saya ingin mati dalam bahagia’) dan tentunya bab ‘BUNGA RAMPAI RASA’. Untuk bab ‘BUNGA RAMPAI RASA’, aku gereget minta ampun. Please, just let they meet each other!

Sesudah bab ‘BUNGA RAMPAI RASA’, aku berharap mereka benar-benar bertemu dan pertemuan selanjutnya akan diceritakan. Tapi sayangnya bagian tersebut tidak ada. Cerita ditutup begitu saja dan meninggalkan aku sendiri di ‘stasiun’ kosong. Lalu aku berpikir, mungkin kisah Adinda dan Ryan bukan menjadi fokus utama buku ini. Toh kisah pribadi mereka masing-masing sudah membagikan hal-hal yang menarik dan menyita jumlah halaman. Lalu sisi diriku yang lain berkata ‘tapi kan aku penasaran! Bukunya terlalu tipis!’. Aku penasaran dengan obrolan pertama mereka, suasana canggung nan memorable dan kecocokan mereka. Hmmm, kayaknya mereka bakal cocok deh. Secara latar belakang mereka udah mirip gitu (ibu seorang penjahit dan ayah telah tiada karena penyakit keras).

Ya udah lah, paling tidak buku ini beneran menghibur. Bahkan beberapa memorable quotes dari buku ini aku tambahkan ke akunnya di Goodreads. Dan beberapa hari setelah aku beres membacanya, sang penulis memperlihatkan foto-foto yangmenginspirasinya dalam menulis lewat blognya. Ternyata lebih rapi dari yang aku bayangkan! Bagi yang tertarik dengan suasana stasiun dan kereta-keretanya seperti aku atau bahkan yang mau move on, Stasiun mungkin cocok buat kamu :D


P.S. Aku ngedengerin lagu Ra. D saat membaca dan menulis review buku ini :’)

2 comments:

  1. covernya lucuu,tapi ini endingnya mereka gak jadian ya? :(

    btw dini blm pernah naik kereta?ayok ayok kalo mau sama saya,asyik lho *makinngomporin :P

    ReplyDelete
  2. Dear Dianita, aku udah pernah naik kereta sih, cuma nggak sering-sering amat. Makasih juga ngajakin hahahaha

    ReplyDelete

Thanks for leave your comment :D