Wiwien Wintarto
328 Halaman
PT. Gramedia Pustaka Utama, Maret 2013
Rp. 49.000,-
Sinetron itu tidak berkualitas, tidak mendidik, tidak logis, dan
karenanya tidak humanis!
Itu yang selalu ditulis Seto dalam resensinya di tabloid remaja Abege. Lalu takdir berkehendak lain ketika ia diberi kesempatan terjun dan masuk langsung ke dunia produksi sinetron. Naskah-naskahnya dilirik beberapa PH di Jakarta. Salah satunya PH besar yang sinetron produksinya kerap ia kritik keras di media.
Bisakah ia mempertahankan idealismenya? Ataukah ia terpaksa realistis dan menyerah terhadap tuntutan dunia bisnis broadcasting dan entertainment yang keras dan tak pandang bulu?
Seto tahu pilihan harus diambil. Begitu pula ketika ia harus menentukan siapa di antara dua sosok cantik yang akan menjadi teman hidupnya. Masalahnya, kedua wanita itu sama-sama tak terjangkau...
Itu yang selalu ditulis Seto dalam resensinya di tabloid remaja Abege. Lalu takdir berkehendak lain ketika ia diberi kesempatan terjun dan masuk langsung ke dunia produksi sinetron. Naskah-naskahnya dilirik beberapa PH di Jakarta. Salah satunya PH besar yang sinetron produksinya kerap ia kritik keras di media.
Bisakah ia mempertahankan idealismenya? Ataukah ia terpaksa realistis dan menyerah terhadap tuntutan dunia bisnis broadcasting dan entertainment yang keras dan tak pandang bulu?
Seto tahu pilihan harus diambil. Begitu pula ketika ia harus menentukan siapa di antara dua sosok cantik yang akan menjadi teman hidupnya. Masalahnya, kedua wanita itu sama-sama tak terjangkau...
Fade In Fade Out menjadi novel ketiga yang aku pinjam dari
Pitimoss. Aku udah tertarik dengan novel Metropop ini sejak diterbitkan awal
tahun ini. Sinopsis dibagian belakangnya terdengar menarik. Tapi sayangnya
masih banyak novel incaran lain yang aku ingin beli dan novel belum masuk
daftar. Saat menemukannya di rak Pitimoss, kondisi novel ini masih bagus dan
rapi. Hmm, belum banyak yang minjem sepertinya. Apakah para anggota, yang
kebanyakan adalah anak sekolahan, tidak tertarik dengan isu ini atau mereka
memang menggemar sinetron yang bikin pusing itu? Yaah, apapun itu, aku harusnya
seneng-seneng aja karena akhirnya bisa baca novel ini :)
Fade In Fade Out menceritakan tentang seorang editor tabloid Abege
di Semarang bernama Seto. Bersama teman-teman sekantornya, Seto senang sekali
mengkritik kualitas sinetron primetime. Cerita yang diperlihatkan sinetron
tersebut tidak realistis dan hanya menunjukkan konflik, emosi ataupun fisik,
yang tidak penting. Jika diberikan kesempatan, Seto ingin sekali merombak ulang
dan menjadikan sinetron menjadi tontonan yang lebih baik dan mendidik. Tepat
saat itu, dua sinopsis karyanya dilirik dua PH di Jakarta, salah satunya
SineStar yang biasa memproduksi sinetron primetime. Cerita Seto itu dipermak
abis oleh produser dan jadinya tidak jauh beda dengan sinetron yang biasa Seto
kritik. Seto jadi ragu untuk menerima tawaran tersebut, tapi dia tahu uang yang
akan dihasilkan tidak sedikit. Saat itu pula Seto dipusingkan oleh urusan
perjodohan. Dana, anak sahabat ibunya, itu terbilang cantik dan sempurna. Kedua
keluarga besar sangat mendukung. Tapi kenapa Seto lebih tertarik kepada Farah,
tetangga sepupunya di Jakarta?
“… Dan dialognya
penuh adegan orang ngomong sendiri atau orang membatin berlama-lama sampai
lebih dari tiga puluh detik.” – halaman 68
Fade In Fade Out menceritakan kisah yang menarik. Tidak hanya
persoalan dunia persinetronan yang hidup demi rating, tapi juga tentang pencarian
calon pendamping hidup yang cocok. Kedua hal itu mungkin akan terdengar klise
jika diceritakan dari sudut pandang seorang cewek serba ada. Tapi sang
pencerita disini adalah seorang cowok sederhana tapi pekerja keras di akhir
20-an. Ceritanya jadi terkesan berbeda. Lebih nyata, apa adanya dan tidak
lebay, apalagi jika soal cinta. Walaupun berasal dari cowok, aku setuju dengan
komentar-komentar Seto soal dunia pesinetronan di Indonesia. Dia muak, apalagi
aku. Pengalamannya mengunjungi lokasi syuting juga sangat mengejutkan. Skenario
dibagikan 15 menit sebelum take. Para aktor tidak perlu susah-susah
menghafalkan, mereka tinggal mengatakan intinya saja. Sesudah take selesai,
adegan itu langsung dikirim untuk diedit dan langsung tayang dua hari kemudian.
Aku bingung kenapa masih aja ada yang mau nonton. Kalo tontonan yang tersisa cuma
sinetron kayak gitu, aku mending matiin TV dan tidur aja. Dan apakah para artis
juga tidak punya power sama sekali?
Mereka nurut aja disuruh akting kayak gitu. Pernah kah mereka pegel saat
disuruh melotot dan marah-marah mulu? Apakah yang harus disalahkan disini
adalah produsernya? Mereka mikir apa sih selain uang dan rating? Hah, jadi
kesel sendiri nih :p
Selain menjabarkan dunia sinetron
yang bikin geleng-geleng kepala, Fade In
Fade Out juga menawarkan cerita Seto yang mencari tempat berlabuh. Dengan
latar belakang keluarga yang begitu tradisional, pernikahan menjadi sebuah
tuntutan yang harus segera dipenuhi ketika hidup sudah mapan. Tapi Seto tidak
mau salah pilih. Dia ingin menghabiskan hidup dengan seseorang yang cocok
dengannya, tidak harus sempurna luar dalam, hanya ingin cocok. Karena dari
kecocokan itu, semua masalah ataupun perbedaan bisa diatasi :)
“Yah, gampangnya
saja, kalau kamu punya mesin ketik, nggak akan ada gunanya kan kamu ketemu
pasangan yang sama-sama punya mesin ketik? Mau apa coba? Sama-sama saling
mengagumi mesin ketik kalian berdua? Dunia baru hidup dan berjalan kalau kamu
dipertemukan dengan orang yang punya kertas. Ketika mesin tik ketemu kertas,
banyak hal bermanfaat bisa dibuat dari situ. Dua orang ini jelas nggak sama,
tapi justru perbedaan itu membuat keduanya jadi compatible satu sama lain karena saling melengkapi.” Halaman 227
Sayangnya, walaupun banyak hal
baru yang aku temukan dari novel ini, Fade
In Fade Out mempunyai gaya bahasa yang cukup berat dan serius untukku. Mungkin
karena penulis dan tokoh utamanya adalah cowok ya. Aku emang jarang baca novel
karya cowok. Lalu dengan font style
yang tidak biasa, aku sempat agak pusing mencerna kalimat-kalimat yang ada. Pantesan
saja novel ini tidak banyak dipinjam anak sekolahan, mereka mungkin masih nyari
cerita yang seneng-seneng dan happy
ending. Speaking about ending, Fade In Fade Out mempunyai ending yang bagus banget. Keputusan Seto
tentang pilihan hatinya sudah terjawab, tapi tidak dengan masa depan sinetron
Indonesia. Dia baru saja masuk dan mencoba merombaknya. Sinetron yang ideal
belum terwujud. Tapi dengan pilihan ending seperti itu, pembaca, khususnya yang
suka nonton sinetron, akan mengerti dan berpikir sendiri tentang masa depan sinetron.
Mereka bahkan mungkin mengambil bagian untuk memperbaikinya, dengan memilih
tonton dengan cerdas. Itu secara tidak langsung meneruskan perjuangan Seto. What do you think? :)
At last, Fade In Fade Out
mungkin berbeda dengan kebanyakan dengan novel Metropop yang sebelumnya aku
baca. Tidak ada keglamoran Jakarta dan kegalauan memilih cowok. Tapi novel ini
memberi pesan yang menarik sekaligus membuka wawasan tentang industri sinetron
dan juga pemilihan pasangan. Dengan mengambil sudut pandang cowok, dunia pun
terlihat berbeda. Very recommended :D
tengkiu sudah mbaca. masih banyak kekurangan, tp semoga bermanpaat. :D
ReplyDeleteMau tanya dong, judul resensi yg tepat buat novel ini apa ya? Terima kasih
ReplyDelete