Bene Rajagukguk
206 Halaman
206 Halaman
Bukune, Oktober 2014
Rp. 45.000,-
Bagi keluargaku yang gengsinya selangit, menerima pemberian dari orang
lain, pantang hukumnya. Kayak waktu itu Tulang main ke rumah. Sebelum pulang,
Tulang mengeluarkan selembar uang sepuluh ribuan.
Aku mengarahkan tangan menuju lembaran berharga itu. Beberapa senti
sebelum uang berpindah tangan, tiba-tiba Mamak nongol, “Eh! Apa Mamak bilang?
Jangan terima-terima uang!” Tanganku langsung mundur.
Tulang memasukkan kembali uang itu, kemudian mengeluarkan selembar uang
dua puluh ribuan. Belum sempat kuambil, Mamak langsung ngomong, “Apa Mamak bilang?
Jangan terima-terima uang!” Mamak melotot sambil melambai-lambaikan tangan
isyarat larangan.
Uang dua puluh ribuan kembali masuk dompet. Kali ini uang merah—seratus
ribuan—menggantikan posisinya. Aku yang masih bingung harus ngapain, dikejutkan
oleh suara Mamak, “Nak, bilang apa sama Tulang? Bilang ‘terima kasih’!”
Rupanya, langit pun ada harganya.
***
Kenalkan, Kawan, namaku Bene Dionysius Rajagukguk.
Dari nama aja, udah keliatan kan aku orang apa?
Tampangku yang amuba—asli muka Batak—pun,
nggak bisa bohong.
Iya, aku memang seratus persen berdarah Batak.
Sebagai Batak tulen, keras dan teguh pada prinsip jadi sifatku yang
menonjol. Makanya, aku nggak pernah mau bayar utang dan menolak keras waktu
ditagih.
Prinsipku; sesuatu yang udah dikasih, jangan harap balik lagi.
Prinsipku; sesuatu yang udah dikasih, jangan harap balik lagi.
Dalam buku ini, aku akan cerita macam-macam persoalanku sebagai pemuda
Batak yang mencoba menaklukkan dunia.
Mungkin keliatannya ngeri, tapi sedap kok waktu dijalani.
Kayak banyak orang Batak bilang, “Nggak usah terlalu dipikirin.
Nikmati aja! Hidup memang ngeri-ngeri sedap, Kawan!”
Mungkin keliatannya ngeri, tapi sedap kok waktu dijalani.
Kayak banyak orang Batak bilang, “Nggak usah terlalu dipikirin.
Nikmati aja! Hidup memang ngeri-ngeri sedap, Kawan!”
Aku jarang nonton dan ngikutin
acara stand up comedy. Mungkin lebih tepatnya, aku nggak penah minat untuk nonton
TV dengan sengaja kecuali untuk acara berita dan sitcom-nya Chealsea Islan. Lalu aku juga belum pernah baca buku komedi selain karya Raditya Dika. Jadi aku sempet
ragu untuk membaca Ngeri Ngeri Sedap ini.
Tapi aku yakin isinya paling nggak bisa bikin ketawa. Lumayan lah buat
menghibur kepala aku yang lagi ngebul. Let’s
review it now :D
"Budaya
Batak yang kumiliki ternyata membaca beberapa kesulitan waktu aku pindah ke
Jogya. Tapi, kesulitan kayak ketidakcocokan makanan dan minuman, perbedaan gaya
bahasa, dan kendala-kendala lainnya, justru nggak seberapa dibanding apa yang
kudapat. Di Jogya, banyak hal-hal positif yang kupelajari." – halaman 40
Bene Dionysius Rajagukguk, yang lebih
dikenal dengan nama Bene Dion, berbagi cerita dan pengalaman pribadinya tentang
kedua orangtua yang termasuk pelit dan galak, merantau ke Jogya untuk kuliah dan
budaya suku Batak dalam balutan komedi. Ada 11 cerita yaitu Selayang Pandang, Mamak Lawak-Lawak, Pindah
Ke Jogya, Awas Bapak Galak, Hepeng Do Namangatur Negara On, Anakhongki Do Hamoraon Di Au, Obat Paling Mujarab, Mengenal Batak, Air Susu Dibalas Dengan Air Susu, Menikmati Jogya dan Ngeri
Ngeri Sedap.
"Orangtua
membesarkan anak, mendidik, dan menyekolahkannya dengan tulus, tanpa
mengharapkan apa-apa. Keberhasilan anaknyalah yang akan ngasih kebanggaan, yang
kemudian terkonversi jadi kebahagiaan. Sementara anak, sering mencapai
kebanggaan dengan tujuan yang menyimpang." – halaman 108
Ngeri Ngeri Sedap adalah buku personal literatur dan comedy yang sangat segar buatku.
Cerita-ceritanya tak hanya menghibur, tapi juga membuatku berkaca-kaca dan berpikir
dengan perjalanan hidupku. Itu sepertinya karena secara angkatan kuliah dan
usia, penulis dan aku tidak jauh. Aku juga menikmati cerita yang membahas suku Batak,
salah satunya tentang marganya yang beragam. Aku sudah pernah bertanya ke teman
kuliahku yang bermarga Sinaga. Tapi penjelasannya tidak selebar yang dibahas di
buku ini. Lalu, siapa sih yang nggak suka dan kagum dengan Jogya?
Kecuali makanannya yang serba manis itu, ya. Cerita-cerita kesukaanku adalah Pindah Ke Jogya, Anakhongki Do Hamoraon Di Au,
Obat Paling Mujarab, Mengenal Batak,
Air Susu Dibalas Dengan Air Susu, dan Menikmati Jogya.
Untuk bagian gaya menulis, sebenarnya
sudah cukup bagus, mengalir dan rapi. Tapi kemampuan itu harus dikembangkan
terus. Soalnya masih ada pemborosan kata dan susunan kalimat yang terlalu
kompleks. Berhubung cerita dan mood-nya
santai, semua itu masih bisa dimaklumin, lah. Selanjutnya adalah kesalahan
klasik, banyak typo. Di cerita Air Susu Dibalas Dengan Air Susu, tiga
paragraf pertamanya bahkan tercetak dua kali. Ngomong-ngomong soal pengulangan,
ada pengulangan cerita atau semacam rangkuman di cerita Ngeri Ngeri Sedap. Aku sempet bingung ceritanya bakal mengarah ke mana.
Padahalkan dari cerita pertama, penulis sudah memberi banyak informasi tentang
lokasi dan nama-nama tempat. Jadi menurutku penjelasan dan pengulangan itu
berlebihan. Terakhir aku bingung juga dengan foto penulis yang ada di cover dan di bagian tentang penulis yang
keliatan agak berbeda. Sudut pengambilan foto bisa membuat seseorang terlihat
tidak sama. Nggak terlalu penting, ya. Aku penasaran aja hahaha.
At last, Ngeri Ngeri Sedap
merupakan buku debut yang bagus. Cerita-ceritanya lucu, menghibur dan
menginspirasi. Unsur ke-Batak-annya juga membuatnya jadi unik dan berbeda. Aku
jadi tertarik dengan buku komedi dan personel literatur lainnya. Recommeded!
:D
No comments:
Post a Comment
Thanks for leave your comment :D