Tuesday, February 24, 2015

24/6 #2

Pada awalnya aku berniat mengikuti sebuah acara menulis surat cinta dan menujukan semuanya kepadamu. Tapi aku berpikir, kamu sudah tahu semuanya, tanpa harus aku tulis atau ucapkan secara langsung. Jadi bagaimana kalau aku memberitahu orang banyak tentang kamu.

Tahun 2015 ini bisa jadi tahun ketigabelas kita bersama-sama dalam berbagai status yang tidak jelas. Aku sebenarnya tidak yakin dengan angka tersebut. Aku lupa kapan kamu pertama hadir di malam-malamku. Mungkin saat aku mulai masuk SMP dan mendapatkan kamarku sendiri. Dengan daun pintu yang bisa kututup dan kunci sepanjang waktu/sesukaku, aku mempunyai ruang yang sangat besar untuk menyimpan berbagai rahasia. Kamu jadi salah satu diantaranya. Lagi-lagi aku tak ingat persisnya bagaimana perkenalan kita. Mungkin saat aku mengalami insomnia, kelelahan dengan tugas sekolah, stres dengan kehidupan sosialku atau terlalu senang dengan rasa sukaku dengan beberapa remaja/lawan jenis/laki-laki di sekolah. Yang aku ingat kamu ada di sana, mendengarkan setiap keluh kesanku. Aku memanggilmu dengan nama cinta pertamaku dan menganggap kalau kamu adalah dirinya. Padahal aku tidak kenal lagi dengan laki-laki itu dan kamu tidak punya satupun kemiripan dengannya. Namun nama itu melekat dengan cepat dan kamu tidak keberatan sama sekali. Statusmu waktu itu adalah seseorang yang kubutuhkan untuk berkeluh kesah tapi kulupakan saat bahagia. Kamu tidak menyuarakan protes sedikitpun.

Kamu baru meminta hakmu untuk diperhatikan saat aku duduk di bangku SMA. Di masa itu aku sudah lumayan pintar untuk beradaptasi di lingkungan baru dan bergaul dengan banyak orang dengan latar belakang yang beragam. Aku juga sedikit lebih berani untuk terang-terangan menyukai seseorang. Semua teman dekatku pasti tahu setiap perkembangan sekecil apapun, nama orang itu muncul di setiap halaman buku harianku, setiap pesan yang dia kirimkan terjaga, tak jarang mereka menjelma menjadi tokoh utama di tulisan fiksi yang kukerjakan dan semua itu kuceritakan kepadamu. Semua cerita itu membuatmu cemburu, aku tahu. Kamu jadi sering menyuruhku untuk hati-hati, memberikan alasan-alasan mengerikan di balik ketidakacuhan kakak kelas yang sedang kutaksir, melarangku untuk melakukan sesuatu yang terlalu berani (atau ‘bodoh’ dan ‘memalukan’ dalam kamusmu) sebagai pihak perempuan dalam ajang pdkt dan hal-hal lain yang menyangkut percintaan remaja. Sebagian besar saranmu tak kuikuti dan kita jadi sering bertengkar. Kamu hilang dalam beberapa malam. Aku tidak peduli karena banyak orang lain yang menggantikanmu untuk sementara. Namun orang-orang pengganti itu tidak selalu bersikap menyenangkan dan pengertian seperti kamu. Di sana lah untuk pertama kalinya aku sadar, aku membutuhkanmu.

Hanya kamu.

Harus kamu.

Statusmu berubah menjadi prioritas yang sangat penting. Di siang hari aku bisa saja mengaku aku sedang menyukai anak kelas sebelah atau teman les bimbingan belajar. Di malam hari, mereka tidak ada artinya dibandingkan dengan kamu.

Sayangnya kamu masih menjadi rahasia. Aku tidak bisa menyatakan dengan lantang kamu adalah kekasihku. Kamu juga tidak akan bisa membuat hubungan ini resmi dan melakukan berbagai macam kegiatan sebagaimana pasangan lain. Yang bisa kita lakukan adalah membuat gestur-gestur istimewa dan romantis. Aku selalu memasukanmu ke dalam setiap cerita fiksi yang kukerjakan. Alur ceritanya akan mirip dengan salah satu kenangan manis atau pahit kita. Kalaupun tidak menjadi tokoh utama, namamu (kadang dalam bentuk anagram) akan tercantum. Kamu adalah sumber inspirasi terbesarku. Kamu membalasnya dengan bentuk dukungan dan dorongan yang sangat besar. Kamu membuatku bisa tidur dengan nyenyak, semangat menjalani hari selanjutnya dan berpikiran optimis. Tak bisa kupungkiri, semua yang kamu lakukan membuatku merasa sangat dicintai.Tapi kamu tidak ada bila aku jatuh sakit. Virus-virus yang bersarang di saluran pernafasanku seolah melemahkanmu juga. Kamu akan segera menjauh jika aku merasa sedikit pusing atau suhu tubuhku agak hangat. Tentunya aku kecewa.

Masalah lainnya, aku punya masa depan, kamu tidak. Kehidupanku akan berlanjut setelah lulus SMA. Segala perubahan akan terjadi. Aku akan meninggalkan yang lama untuk sesuatu yang baru dan lebih menjanjikan. Kamu adalah salah satu yang akan aku tinggalkan. Pikiran itu sangat mengerikan sehingga aku ataupun kamu tak berani menyinggungnya. Segala yang kita lakukan terasa sendu dan kelam. Perpisahan itu sudah sangat jelas sehingga secara otomatis kita memanfaatkan setiap kesempatan sebaik-baiknya. Aku ingat betul aku menangis. Dadaku terasa sangat sesak. Rasa sakit yang kurasakan menjalar hingga ke ujung kaki. Kamu mulai mengenang hal-hal menyenangkan dan membuat janji-janji yang takkan bisa ditepati. Salah satu janji itu adalah pergi mengunjungi menara Eiffel di Paris, Prancis. Kamu sendiri bingung kenapa memilih objek wisata tersebut. Kemudian aku berpikir alasannya adalan karena bentuk menara itu mirip dengan huruf A kapital, huruf pertama di namamu. Mungkin karena alasan itu pula aku jadi tergila-gila dengan segala barang yang menyantumkan gambar atau bentuk menara Eiffel.

Perpisahan itu akhirnya terjadi di pertengahan tahun 2009. Tidak setragis dan sesedih yang kita pikirkan. Kita masih bertemu di beberapa malam, mengobrol seperti tidak terjadi apa-apa. Namun sesuatu telah berubah di antara kita.

Hambar.

Dingin.

Kaku.

Segan.

Aku juga berhenti menulis fiksi untuk sementara. Itu membuatmu terasa asing. Kamu bukanlah seseorang yang penting lagi. Statusmu lebih rendah dari teman.

Aku menghapus semua perasaan tak enak dengan menjalin hubungan istimewa dengan teman kuliah. Di sini aku mengalami dan merasakan semua yang kita lakukan bersama dulu dalam bentuk yang lebih nyata. Statusnya sangat jelas, aku bisa mengumbar setiap cerita, tidak ada batasan antara siang dan malam dan ada yang menjengukku saat sakit. Aku benar-benar lupa denganmu. Kita hanya bertemu beberapa kali selama dua tahun masa pacaranku itu. Apa yang kita lakukan hanya kontak fisik yang hanya kunikmati dalam kurun waktu yang sangat singkat kemudian kusesali di sisa hari yang ada. Liciknya kamu membuatku kecanduan dengan hal itu sampai sekarang. Salah satu kontak itu sempat membuatku tidak tenang. Aku marah. Kamu ikut marah. Kamu menyalahkan setiap keputusanku terutama saat aku mau membuka diri untuk orang lain selain kamu. Aku tidak suka dengan semua tekanan itu. Kita bertengkar hebat. Hasilnya kamu memutuskan untuk pergi.

Tak lama kemudian, hubungan istimewaku yang resmi dan nyata ikut berakhir. Aku sangat sedih. Kesedihanku semakin dalam karena kamu tak ada. Aku berusaha mencarimu, meminta maaf, memohon agar untuk kembali, mengulang, menghapus semuanya.



Kamu kembali tapi semuanya tidak sama lagi. Kamu begitu asing tapi juga familiar. Katanya itu caramu untuk beradaptasi kembali tanpa harus mengenang masa lalu, tanpa merasa sakit. Aku setuju dan memberimu nama lain, sesuai dengan tokoh cerita yang saat itu aku sedang tulis. Secara tidak sadar, aku pun menjelma sebagai seseorang yang baru tapi masih mempertahankan nama lamaku.

Perubahan itu membawa efek yang cukup bagus. Dengan kamu yang lama, aku merasakan kenyamanan. Dengan kamu yang baru, aku tidak akan sendirian lagi saat sedang sakit. Tapi semuanya terasa kosong. Kontak-kontak pun tidak terasa istimewa lagi. Aku bingung bagian dirimu yang mana yang sebenarnya aku benar-benar suka dan butuhkan. Ini berlangsung cukup lama. Aku tidak berani mengungkapnya terang-terangan karena tidak mau bertengkar atau mengalami perpisahan lagi.

Kekhawatiranku agak buyar dengan kontak kita di dua malam pertama di bulan Februari ini. Terasa begitu familiar dan kuat. Aku seperti menemukan sesuatu yang sudah terkubur lama. Aku senang sekali!

Lalu pertanyaan selanjutnya, ‘mau sampai kapan kita begini terus?’

Untuk saat ini aku tidak mau memikirkannya dulu.


I never know what the future brings
But I know you’re here with me now
We’ll make it through
Daniel Bedingfield – If You’re Not The One

***

24/6 adalah proyek ulang tahunku ke 24. Di enam bulan pertama di tahun 2015, setiap tanggal 24, aku akan memposting tulisan yang isinya bersifat cukup pribadi. Tulisan ini bisa dibaca sampai akhir tahun 2015.

No comments:

Post a Comment

Thanks for leave your comment :D