Halooo, Too Early mendapat kesempatan
untuk membahas novel terbaru karya Nay Sharaya, Take Off My Red Shoes.
Take
Off My Red Shoes mengikuti Atha, si kutu buku, yang terobsesi
pada warna merah, terutama dalam bentuk sepasang sepatu. Dia melihat sepatu
merah bisa sukses mendekatkan Alia, saudari kembarnya, dengan Ares, kakak angkat
mereka. Sepatu merah juga yang menarik minat Atha untuk bergabung menjadi
anggota cheerleader sekolahnya. Kegan,
tetangga dan sahabat Ares, menganggap ide itu menggelikan tapi membantu Atha
mengikuti audisi cheerleader. Cerita
Atha ini terinspirasi dari dongeng ‘Sepatu Merah’ karya Hans Christian Andersen.
Ini sebenarnya bukan blog tour, tapi tetap ada giveaway yang berhadiah dua eksemplar
novel tersebut untuk dua orang yang beruntung. Giveaway-nya akan dibuka sore nanti, setelah review lengkap bukunya. Untuk sekarang mari kenalan dulu dengan
penulisnya :D
Nay Sharaya lahir pada 26 April
1989, di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Saat kecil sempat menciptakan
dongeng-dongeng yang terinspirasi dari kartun Jepang yang bermata lebar.
Setelah dewasa, drama Korea, Jepang dan Thailand menjadi kegemarannya dan
membuatnya ingin membuat cerita manis yang membekas di hati pembaca. Sejak
2013, Nay menjalani kuliah di Bandung dan sedang sibuk menyelesaikan tesisnya. Novel
yang sudah diterbitkan ada Forgotten (Media
Pressindo, 2013), (Me)mories (Grasindo,
2014),
Interval yang berduet dengan Dion
Sagirang (Grasindo,
2015).
Take Off My Red Shoes adalah novel
keempatnya.
Aku mendapat kesempatan untuk
menanyakan beberapa pertanyaan. Mari disimak :D
Halo,
Nay. Selamat untuk terbitnya Take Off My Red Shoes (TOMRS). Aku mau menanyakan beberapa hal yang
menyangkut TOMRS dan lainnya. Dimulai dari siapa penulis yang menjadi
inspirasi terbesar dalam Nay dalam menulis?
Penulis pertama yang aku suka
cerpen-cerpennya dan bikin aku mulai nulis, Mbak Helvy Tiana Rosa. Pertama kali
baca kumpulan cerpennya waktu SD. Kemudian pas SMP aku suka banget dengan
novel-novel R.L. Stine. Aku nggak habis pikir bagaimana dia bisa menulis begitu
banyak novel seru dan nggak kehabisan ide sama sekali. Sebetulnya sih banyak
yang menginspirasi, tapi mereka berdua yang paling berpengaruh di awal-awal
sejarah kepenulisanku.
Ngomong-ngomong soal ide, darimana munculnya pikiran untuk memasukkan dongeng
klasik ke dalam cerita TOMRS?
Jujur ide untuk membuat novel
adaptasi dongeng ini datang dari editorku, Mbak Anin. Waktu itu aku lagi proses
nulis Interval. Trus tiba-tiba dapat
email dari Mbak Anin berisi ajakan untuk membuat novel ini. Di Grasindo sendiri
udah terbit empat novel adaptasi dongeng termasuk TOMRS. Penulis lainnya ada
Ida R.Yulia, Stefiani Emasurya dan Valerie Aurellia.
Wow, ternyata ini seri tersendiri dari penerbit, ya. Dalam prosesnya,
kira-kira berapa lama Nay mencari ide, menulis, editing dan akhirnya terbit?
Dan proses mana yang paling berat?
Proses mencari idenya lumayan
lama, karena aku harus baca buku-buku kumpulan dongeng (sebagian besar karya
Grimm dan Andersen) dan menyeleksi beberapa dongeng yang nggak terlalu sering
diangkat dalam novel atau film, tapi lumayan dikenal orang. Setelah terkumpul,
baru deh milih satu dongeng yang punya potensi bagus untuk dijadikan cerita.
Ini memakan waktu sekitar dua bulan, aku nyari idenya sambil nulis novel duetku
sebelumnya. Penulisan dan editing
memakan waktu tiga bulanan.
Proses yang paling berat, aku
pikir pas nyari ide ini. Aku sempat gonta-ganti dongeng waktu nyusun outline novel, karena dongeng yang
kupilih sebelumnya nggak bisa masuk ke dalam outline novel yang kubuat (awalnya mau ngambil dongeng Kai, Garda
dan Ratu Salju). Tapi proses yang paling lama tetap pas nulisnya sih.
Nah, saat proses menulis itu, ada pengalaman tak terlupakan atau
menarik nggak?
Pengalaman tak terlupakan?
Mungkin pas proses penulisan yang bertepatan dengan revisi proposal penelitian,
jadi rada-rada panik. Tapi karena dari awal aku udah suka dengan konsep yang
ditawarkan, jadi nulisnya tetap lancar. Menariknya, aku jadi kayak kembali ke
masa kecil, Baca dongeng-dongeng mulai dari yang berlembar-lembar sampai
dongeng yang cuma dua paragraf. Dari dongeng yang seru sampai yang sama sekali
nggak seru. Dari dongeng yang berakhir happy
ending sampai yang berakhir tragis.
Di TOMRS bagian apa yang kamu suka dan nggak suka? Tolong jangan spoiler, ya :p
Aku suka semua bagian, tapi aku
selalu suka saat menuliskan klimaks di setiap novel-novelku. Bagaimana
tokoh-tokoh ini mengalami kebingungan yang pelik dan menghadapi puncak dari
permasalahan mereka. Biasanya aku bahkan sudah memikirkan adegan-adegan di
bagian ini lebih dulu sebelum bab pertama. Jadi aku akan bersemangat menulis
agar cepat sampai di bagian klimaks.
Bagian yang nggak aku suka?
Sebetulnya bukan nggak suka, tapi pas bagian ending aku selalu berpikir lebih keras dibanding bagian yang lainnya.
Soalnya ending ini adalah penentu,
apakah pembaca akan menutup buku dengan puas atau nggak.
Kalau dalam tiga kata, TOMRS itu seperti apa?
Unik. Menarik. Klasik
Setelah TOMRS novel selanjutnya akan seperti apa? Minta bocoran dikit
dong hehehe
Setelah TOMRS, sampai sekarang
aku masih belum nulis yang baru lagi sih. Masih lanjutin naskah lama yang udah
dari tahun kapan nggak kelar-kelar. Tapi sebetulnya lagi nyiapin outline dan buku-buku penunjang untuk
riset novel yang ada hubungannya dengan sejarah daerahku di Sulawesi Selatan.
Idenya udah lama, tapi aku masih terkendala beberapa hal jadi kemungkinan
beberapa bulan ini masih belum mulai nulis. Dan bisa jadi kalau ada ide lain,
malah akan beralih nulis yang lain lagi.
Wah menarik tuh cerita yang punya latar belakang sejarah. Semoga
penyusunan outline itu lancar dan bisa cepat hadir dalam bentuk novel, ya. Sukses
juga untuk penulisan tesisnya. Dan terima kasih untuk waktu dan jawabannya.
Sekian saja wawancaraku dengan
Nay tentang novel terbarunya, Take Off
My Red Shoes. Jika ingin menanyakan hal-hal lain tentang kepenulisan dan
novel-novelnya, kamu bisa menghubungi Nay lewat email nay.sharaya@gmail.com, Facebook dengan
nama Inayah Syar atau mention ke akun
Twitternya @InayahSyar :)
Yang penasaran dengan Take Off My Red Shoes, tunggu review lengkapnya siang nanti. Jangan
lupa untuk ikut giveaway di sore harinya
:D
Wah... jadi komentar pertama... ^_^
ReplyDeletesukses terus buat teh Nay Sharaya, dan smoga bisa brkesempatan bisa baca Novel Take Read of My Shoesnya, Aminnnnn
sambil nunggu postingan reviewnya mbak Dhyn ^_^
pertanyaannya smua bagus kak.
ReplyDeletejawabannya juga memuaskan.
jadi penasaran ama isi bukunya
pasti keren tuh, novelnyaa :D
ReplyDeletepenasaran :D
ditunggu karya-karya yang lain kakk:D
Take Off My Red Shoes :D Judulnya bikin penasaran apalagi isinya
ReplyDeleteSukses buat Kak Nay Sharaya :)
Hihi mengingat mba Nay suka sama R.L.Stine kan, ada gak niat buat cerita genre yang sama dengan beliau? Ceritanya mba Nay banting atir dari cerita romance hehehe ....
ReplyDeleteAku suka sama cara berpikir mba Nay dalam mentukan dongeng yang diambil untuk di jadikan tema. Biasanya sich, penulis mencari jalan aman untuk memakai dongeng2 terkenal yang udah umum banget. Kayak cinderlela yang udah banyak sekali di filmkan dengan versi berbeda. Rasanya aku udah malas banget nontonya. Karena ensingnya yang udah bakal ketebak sebelum film dimainkan ....
Berarti mba Nay emang udah mantap banget waktu memutuskan memakai sepatu merah sebagai ide novel Mba Nay.dan aku doakan semoga sukses, berani tampil beda hehe ....
Eh mba Nay, tapi saya serius lho nanya apa mba Nay ada niat nulis cerita horor kayak R.L.Stine hehe ...
Unik, Menarik, Klasik. Jadi penasaran deh pengen baca sampe tuntas hhee
ReplyDeleteAh jadi penasaran ingin membaca Novel ini :D
ReplyDeletePertanyaan dan jawabannya bermanfaat dan menginspirasi saya agar tidak selalu menunda-nunda menulis naskah untuk dikirim ke penerbit. Siapa tau dilirik *eh
Sukses terus buat mba Nay :)
Wah ... Kak Nay, bener-bener berani deh. Salut buat kakak. 'Sepatu Merah' itu kisah dongeng yang sebenarnya aku belum terlalu mengenalnya. Bagaimana sih kisah si 'Sepatu Merah'? Kalau novel Kak Nay terinsipirasi dari dongeng tersebut, pasti saya bisa lebih mengenal, mendalami dan menikmati dalam membacanya. Seperti halnya, kalau aku sudah penasaran sama suatu cerita pasti bahkan menghayati lembar demi lembar. Dan aku harap novel kakak dapat membawaku terhanyut dalam ceritanya. Dalam interview di atas, kakak juga lagi sibuk mengerjakan thesis ya? Menurutku kakak hebat, bisa membagi waktu antara menulis penelitian thesis dengan novel. Pikiran kakak terbagi dua tapi tadi jawaban Kak Nay karena dari awal kak Nay sudah suka sama konsepnya jadi tidak masalah. Aku saluuutttt bener sama kakak. Kak Nay berjuang menulis thesis dan novel. Apalagi kakak berusaha menyajikan cerita yang benar-benar berbeda. Semangat untuk Kak Nay! Kakak bener-bener hebat menulis novel dengan proses editingnya hanya membutuhkan waktu beberapa bulan. Konsentrasi kakak aku acungi jempol. Orang tua kakak pasti bangga di Sulawesi Selatan. Aku menunggu novel kakak tentang kampung halaman Kak Nay. Aku penasaran. Aku di Jawa dan pengin tahu bagaimana sih sejarah pulau lain dan kehidupan di sana. Ah ... Sukses terus buat Kak Nay. :)
ReplyDeletekmarin grasindo buat tema novel pakai bulan, skrg dongeng, kreatif. Jd penasaran sama si sepatu merah, soalnya saya blm baca dongeng yg itu. Saya jg suka buat crita pendek dekontruksi dongen sih hihihi
ReplyDeleteMbak Nay ini keren menurut aku, kesukaan nya pada dongeng-dongeng berbuah sebuah novel sekarang. Aku juga dulu suka sekali sama dongeng-dongeng, tapi lama-kelamaan jadi bosan, malah lebih suka romance. Dan cerita ToMRS ini, dengan cerdasnya Mbak Nay menggabungkan cerita sehari-hari dengan sebuah dongeng, aku sih belum tau yah ada dongeng tentang sepatu merah, tau nya tentang kerudung merah haha.. Bagian menarik dari waancara itu adalah pengalaman Mbak Nay yg tidak terlupakan saat menulis ToMRD, ternyata berbarengan dengan saat revisi proposal penelitian, ga kebayang gimana paniknya saat itu, tapi tetep aja Mbak Nay ini keren, saat itu berlangsung, saat penulisan ToMRD juga berlangsung. Dan yg menurutku pengen banget baca novel ini adalah, ide ceritanya yg menggabungkan cerita klasik dengan cerita sehari-hari. Pokoknya, semangat terus untuk Mbak Nay dalam memproduksi novel nya yah, SEMANGAT!!!
ReplyDeleteHello Mbak Nay, padat sekali kegiatan mbak Nay. Semuanya menulis lol. Hebat ya sudah novel keempat, semangat proposal penelitiannya mbak Nay.
ReplyDeleteMbak Nay, kerenlah! bisa menggarap cerita dg tema dongeng itu unik bagi saya. apalagi dongeng yg nggak biasa. pensaran sama novel Mbak Nay yg lain. semangat, semakin sukses Mbak! ^^
ReplyDeleteSuka sama ide ceritanya yang terinspirasi dari dongeng sepatu merah. Can't wait to grab it! :)
ReplyDeleteAku sebenernya nggak tahu sih dongeng Sepatu Merah itu kayak gimana. hehe. Tapi cerita yang terinspirasi dari dongeng buatku selalu menarik. Penasaran nih sama tulisan Nay.
ReplyDeleteUhuy, sama nih, sama-sama pengagum karya-karyanya RL Stine.
ReplyDeleteCakeplah si Mbak Nay bisa revisi novel barengan sama penelitian. Kalo aku mah udah pusing jungkir balik nggak mandi-mandi kalik. Hihihi. :D
Nemu lagi nih novel yang terinspirasi dari dongeng. Tapi kali ini ceritanya lebih ke teenager, yes? Hmm, I'm curious soalnya yang sebelum-sebelumnya baca yang versi dewasa sih. XD
Ternyata cerita dengan tema dongeng itu bikinnya susah ya! Salut deh sama mbak Nay yang bisa menyelesaikannya dan bisa terbit. Kebanggan tersendiri buat mbak Nay pastinya! Apalagi beberapa kali sempat gonta-ganti dongeng waktu nyusun outline novel, karena dongeng yang dipilih sebelumnya nggak bisa masuk ke dalam outline novel yang dibuat, itu pasti masa-masa tersulit buat mbak Nay. Tapi akhirnya terlewatkan dan terbitlah novel berjudul Take Off My Red Shoes. Selamat atas terbitnya buku tersebut Mbak Nay.
ReplyDeleteSetelah baca interviewnya, jadi makin penasaran. Apalagi Mbak Nay bilang novel ini Unik, Menarik, dan Klasik. Aku sih pengen tahu lebih dalam keunikan dari novel ini. Apalagi ceritanya terinspirasi dari dongeng ‘Sepatu Merah’ karya Hans Christian. Jadi penasaran dengan cerita yang bakalan disuguhkan versi Mbak Nay ini.
ReplyDeletesetelah baca interviewnya jadi penasaran nih pengin baca TOMRS. aku suka banget novel yang didasarkan sama dongeng, secara suka dongeng hehe. oya liat kovernya jadi inget MV IU red shoes :D
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteKak Nay mau buat novel dengan konsep sejarah? serius kak? waaah boleh juga tuh! menarik kak! suka nih sama ide2 yang non mainstream kaya gini. Sukses terus ya kak!;)
ReplyDeleteNovel yg terinspirasi dari dongeng klasik ... pasti menyenangkan ^^
ReplyDeletePenasaran seperti apa kak nay menyampaikannya dlm novel ini
Selamat untuk Saudari Nay Sharaya atas terbitnya novel keempatnya Take Off My Red Shoes (TOMRS). Dapat menerbitkan empat novel dalam jangka tahun 2013 hingga 2015 adalah prestasi yang luar biasa. Apalagi meskipun disibukkan dengan kuliah dan tesis, kecintaan akan sastra tidak terlupakan. Menarik untuk dibaca seperti apa Nay mentransformasi TOMRS dari cerita dongeng menjadi cerita kontemporer yang menurutku tidak semua novelis bisa melakukannya. Apalagi selepas novel Forgotten, (Me)mories, dan Interval,serta berdasarkan review TOMRS yang kubaca di blog ini, saya pribadi berharap alur, kejutan, dan perwatakan yang lebih kuat dari si tokoh utama. Ada harapan dari saya penikmat novel Nay Sharaya dari novel TOMRS ini menjadi jembatan dalam penggarapan novel berbau kultur dan etnik mendatang. Always waiting :)
ReplyDeleteProsesnya wow banget aku yakin novelnya keren pasti. Karena, hasil tidak akan menghianati prosesnya๐ oh ya! Sukses ya buat kita semuaa!๐๐๐
ReplyDeleteWah.. Keren nih bincang-bincangnya kakak berduaa><
ReplyDeleteKagum juga sama Kak Inayah. Sampe bisa bikin naskah yang membuatnya terinspirasi dari dongeng sepatu merah hingga bisa jadi Take Off My Red Shoes ! Gak sia-sia perjuangan Kak Inayah. Selamat yaaa:)) Jadi penasaran sama kisah utuh novelnya^^