Aku agak kaget menemukan ada tas lain di bangkunya. Tas pink itu rasanya pernah aku liat. Dimana ya?
” Pagi . . .” sapa Shyra. Aku tambah kaget mendengar sapaan dari Shyra yang lama banget nyuekin dia
” Pagi, Ra” lalu aku dan Shyra duduk di kursi masing-masing. Tapi masih dalam diam
Aku sadar Shyra beberapa kali curi-curi pandang. Apa yang mau diomongin?
” Fries, maaf . . .” aku menoleh dan menemukan Shyra dengan wajah yang sungguh-sungguh menyesal
“ Maaf buat apa?”
“ Buat soal Tama . . .” aku tersenyum ” Ogy udah cerita dan . . . maaf banget”
” Udah aku maafin koq”
” Serius?” Shyra gak percaya ” Tapikan aku . . .”
” Udah, gak usah dibahas lagi” Shyra lega mendengar itu ”Ngomong-ngomong rasanya aku pernah liat tas ini. Dimana ya?” tanyaku sambil meraba permukaan tas Shyra
” Kan kamu yang kasih” jawab Shyra ” Waktu ultah aku. Ingetkan?”aku mengangguk-ngangguk pelan
” Koq masih bagus? kan udah lama”
” Namanya juga dari sahabat terbaik” kata-kata Shyra itu bikin aku terharu. Duh, koq jadi cengeng gini?
” Hai, pagi” Ogy dateng dan merusak suasana haru antara aku dan Shyra
” Pagi” balasku asal-asalan
” Pagi, Ogy . . .” aku heran. Koq senyum Shyra terlihat beda? Ogy ikut tersenyum dan pergi ke bangkunya
” Ra, ada apa kamu sama Ogy?” Shyra jadi salting
” Hah? Gak ada apa-apa koq” aku makin curiga
“ Ayo, bilang aja”
Wajah Shyra agak tersipu
“ Minggu kemaren, Ogy nembak aku . . .”
“ Apa?! Berarti kalian . . . udah jadian dong?” Shyra mengangguk pelan. Gila, aku gak tau temen aku jadian! ” Kenapa gak bilang?”
” Kitakan lagi marahan. Aku takut apalagi kamu jutek banget”
” Shyra . . .” aku bener-bener kayak orang bodoh. Shyra udah seminggu jadian sama Ogy dan aku GAK tau!
” Sorry deh, kalo kamu gimana?” tanya Shyra ” Sama Udith atau Tama?”
Mendengar itu aku malah terdiam
” Fries . . .”
” Ayah aku bakal nikah sama Bunda Udith dan Tama”
”Hah? Jadi kalian bakal jadi saudara dong” aku mengangguk pelan
” Udith udah cerita sama aku” kata Ogy yang sepertinya juga ngedenger perkataan aku tadi ” Dia juga rada gimana gitu . . ”
” Berarti dia rada rasa juga dong sama kamu” aku malah menghela nafas
” Tapikan ada Tama”
” Apa hubungannya?” duh Shyra, jangan pura-pura lemot deh
” Merekakan adik kakak! Lagian kita bakal jadi saudara” aku bener-bener sedih setelah mengucapkan kata ’saudara’. Saudara, kita bertiga bakal jadi saudara, saudara tiri.
***
” Selamat siang” tante Dantie alias calon Bundaku terlihat senang melihatku dan Ayah sudah ada didepan pintu rumahnya
” Selamat siang, sayang” Ayah langsung mencium kening ’calon’ Bundaku itu. Romantis banget.
” Silakan masuk” aku dan Ayah langsung masuk ke rumah Bunda yang sejuk banget. Udara Bandung tempo dulu kerasa banget disini. Ketika melewati ruangan keluarga, aku melihat foto keluarga. Tapi disana gak ada Udith.
” Koq gak ada Udith?” tanyaku. Bunda tersenyum
” Udith udah ceritakan?” aku mengangguk ” Itu hanya kesalahan kecil koq” aku gangguk-ngangguk. Bunda pasti sedih nginget kejadian itu. Orang tua mana yang gak sedih ngeliat anak-anaknya berantem?
” Desainernya udah dateng?” tanya Ayah. Tujuan utama ke rumah Bunda emang buat ngukur pakaian buat hari H nanti
” Belum. Nanti jam 2” jawab Bunda ” Tunggu aja sebentar. Kita bisa makan dulu sambil nunggu”
” Aku ingin coba masakan calon istriku” kata Ayah mesra
” Duh, Ayah manja banget” kataku. Ayah dan Bunda malah tertawa. Melihat itu aku seneng banget. Aku ngerasa punya keluarga lengkap
” Oke, aku yang masak. Friesca bantuin Bunda ya” aku mengangguk ” Biar Bunda tau kamu sukanya makan apa”
” Friesca suka segalanya koq. Diakan pemakan segala macam. Kulkas dirumah selalu kosong kalo Friesca laper” aku cemberut
” Ayah juga. Kerjaannya ngopi mulu” Bunda tersenyum mendengar itu
” Kita masak oseng brokoli saja ya. Kebetulan banyak brokoli dikulkas”
” Oseng brokoli?” aku kaget. Itukan makanan kesukaanku yang sering dimasak almarhum Bunda
” Suka?” aku mengangguk ” Ke dapur yuk”
Sesampainya didapur yang lengkap itu, aku melihat peralatan dan bahan yang biasa aku pakai masak bareng almarhum Bunda. Serasa dulu
” Friesca yang nyuci dan motongin brokolinya ya. Biar Bunda yang siapin bawangnya. Kamu alergi sama bawangkan?” aku langsung mengangguk antara heran dan takjub
” Koq Bunda tau?”
” Ayah kamu yang cerita” jawab Bunda ” Friesca gak suka bawang, gak suka pelajaran matematika dan masih suka nulis diary”
Aku seneng Ayah cerita ke Bunda. Aku berharap Bunda dan aku bisa beradaptasi jadi keluarga. Tapi aku gak berharap Ayah cerita tentang cinta segitiga aku, Tama dan Udith.
” Ayah cerita apa aja selain itu?” Bunda berpikir sambil mencuci beberapa siung bawang
” Ayah juga cerita tentang cerita cinta kamu” bukan ini yang aku harepin! ” Katanya pernah bingung nolak cowok yang cakep banget tapi masih 2 taun dibawah kamu, iyakan?” aku mengangguk. Itu emang kejadian. Tapi itu dulu waktu aku SMP ditembak sama anak SD. Cakep banget! Tapi dia masih kelas 5 SD.
” Cowok itu jadi tambah cakep loh” kataku ” Sayang, dia berondong”
” Trus gimana dengan cowok lebih tua itu?”
” Dia jadi tambah jelek” aku dan Bunda tertawa bersamaan. Ayah yang diam-diam mengintip mereka tersenyum senang.
” Sekarang kita nyalain kompornya” Bunda mengambil sebuah wajan dan menyimpannya di atas kompor gas lalu menyalakannya. ” Tolong ambil minyaknya, Fries” aku mengambil minyak yang ada disebelah garam dan merica
” Sama aku ya” Bunda mengangguk
Melihat anggukan itu, aku langsung menuang minyak itu. Tak disangka minyaknya malah berdesis. Ternyata wajan itu basah. Minyak panas itu langsung muncrat ke mana-mana. Termasuk ke wajahku yang tepat didepannya. Aku langsung limbung dan mundur.
BRAK! Aku gak tau apa yang aku tabrak. Yang jelas keseimbanganku hilang dan aku terjatuh. Dengan muka penuh minyak dan kepala pusing , aku ngerasa ada sesuatu ngegores daguku
” Friesca . . .” Ayah yang masih mengintip kaget dan menghampiri aku dan Bunda yang panik
” Bawa ke ruang keluarga. Disana ada kotak P3K” terdengar suara Bunda yang khawatir. aku yang gak tau apa-apa, meraba daguku yang perih dan ada cairan kental disana
” Jangan dipegang, sayang” kata Ayah ” Nanti infeksi”
” Cepet bawa” suara Bunda terdengar lagi. Suasana dapur jadi ramai.
” Pisaunya pindahin” terdengar satu suara lagi
Tiba-tiba aku merasa tubuhku diangkat. Seseorang mengendongku dan membawaku keluar dapur. Aku belum berani membuka mata dengan rasa perih diwajahku. Seseorang itu menurunkanku dan aku bisa merasakan empuknya sofa
” Sakit . . .” aku mau meraba daguku lagi, tapi ada tangan lain mencegahnya
” Nanti infeksi. Aku bersihin dulu ya”
” Udith . . .”
” Iya, ini Udith. Diem dulu, aku mau bersihin luka kamu” tetesan minyak panas itu hilang dengan kapas Udith
” Aku kenapa sih?” tanyaku ” Koq perih banget?”
” Dagu kamu kena pisau” jawab Udith sambil mengambil botol alkohol ” Kamu nabrak rak dan ada pisau disitu” ada rasa dingin campur perih didaguku. Aku meringis pelan. ” Tahan dulu”
Aku paling gak suka disuruh nunggu. Perlahan aku membuka mataku dan menemukan wajah Udith deket banget dengan wajahku. Kalo di kamera, zoomnya sampe 4 kali. Aku jadi deg-degan gak karuan. Udith baru sadar saat dia selesai membersihkan lukaku.
” Kenapa?” tanyanya
” Nggak . . .” jawabku. Aku belom pernah sedeket ini sama Udith! Jadi dia yang gendong aku tadi.
” Kamu mau pake obat merah apa plaster?” tanya Udith. Dia sibuk merogoh kotak P3k
” Plester aja” jawabku pelan. Udith lalu mengangkat daguku dan memberinya plester yang biasa dijual di warung-warung. ” Nah, udah selesai”
” Makasih” Udith masih gak bergerak walaupun dia bilang semuanya udah selesai. Tangannya masih mengangkat daguku dan matanya menatap mataku dalam
” Udith?” hal yang dari tadi aku pikirin akhirnya terjadi. Wajah Udith yang udah deket banget jadi tambah deket, bahkan nempel dengan wajahku, ketika dia mencium bibirku . . .
No comments:
Post a Comment
Thanks for leave your comment :D