Thursday, October 8, 2009

3 Anak Kucing-Book 2-Chapter 3



Iya, Udith mencium bibirku, calon saudara tirinya. Kecupan itu bikin aku kaget setengah mati. Tapi itu hanya sekejap, beberapa detik kemudian Udith menarik wajahnya dan menatapku lagi.
” Udah baikan?” dengan wajah memerah dan dagu sedikit perih, aku cuma bisa mengangguk ” Baguslah” lalu Udith menarikku kepelukannya. Memelukku erat banget.
Aku gak tau apa yang ada dipikiran Udith. Dia cium dan meluk aku, calon saudara tirinya. Sejak kapan itu boleh? Tapi, aku ngerasa bener-bener seneng. Saudara tiri? Ngapain mikirin itu sekarang? Yang penting sekarang, aku dan Udith
Seperti ciuman tadi, pelukan ini juga singkat. Udith melepaskan pelukannya dan memandangku sambil tersenyum
” Udah ya” katanya. Tadinya aku mau nolak ” Ada Tama” tapi kata-kata berikutnya yang bikin aku sadar ada Tama berdiri didekat sofa
” Kenapa kalian pelukan?” tanya Tama ” Udith!”
” Friesca luka, Kak” Udith menunjuk plester didaguku ” Tadi dia jatoh dan kegores pisau”
” Pisau?” Tama langsung duduk disebelahku dan mengamati daguku ” Gak apa-apakan?”
Yang namanya luka pasti sakit tauk! Batinku dalam hati. Tapi aku gak ngomong itu ke Tama. Aku cuma menggeleng pelan
” Syukur, deh” Tama tersenyum. Aku gak membalas senyum itu. Bukan itu yang aku mau. Aku ingin dipeluk Udith
” Fries, udah baikan?” Bunda datang dengan Ayah. Sepertinya Bunda juga kena minyak panas tadi
” Udah koq” jawabku. Bunda terlihat lega
” Kita kemeja makan sekarang?” tanya Ayah ” Keburu dingin oseng brokolinya”
” Loh, siapa yang masak?”
” Ayah dong” jawab Ayah bangga ” Kamu lupa betapa enaknya masakan Ayah kamu ini?”
” Enak?” Bunda ikut bercanda ” Kalo begitu kita ke meja makan dan coba oseng brokolinya”
” Siapa takut” Ayah dan Bunda berbalik dan pergi meja makan
” Ayo” Tama menggengam tangan kananku dan pergi menyusul Ayah dan Bunda
” Ng . . .” aku menoleh ke arah Udith yang ternyata masih pake seragam putih abu SMU Harapan. Udith tersenyum. Dia berdiri dan berjalan disampingku. Tanpa diketahui Tama, Udith mengenggam tangan kiriku.
***
Nah, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu Ayah dan Bunda tiba juga. Hari pernikahan.
” Ini gantungan kuncinya” aku memberi gantungan kunci berbentuk hati yang jadi tanda mata pernikahan Ayah dan Bunda ke seorang anak kecil
” Makacih” katanya lalu pergi dengan Ibunya yang salah satu rekan bisnis Ayah. Aku tersenyum dan duduk dikursi. Dari kursi itu aku mengamati pakaian Udith yang sedang memberi tanda mata juga.
Udith lucu banget dengan pakaiannya. Aku langsung berdiri lagi ketika seorang tamu datang. Buru-buru aku ambil sebuah tanda mata. Wuih, ternyata sibuk banget kalo jadi pagar ayu. Pake baju yang ngetat gini. Aku mengamati kebayaku ketika sang tamu masih menulis namanya. Dan diem diluar terus. Ayah dan Bunda sih enak didalem gedung yang full AC. Ups, jangan gitu deh. Merekakan pengantinnya.
Aku tersenyum sambil menyerahkan tanda mata itu. Tamu itu pergi ke dalem dan aku langsung duduk lagi
” Cape ya?” tanya Udith yang juga sedang duduk
” Iya” jawabku
Lalu aku dan Udith saling berpandangan. Lama dan dalam. Entah kenapa aku ngerasa tambah deket sama Udith semenjak kejadian ciuman itu. Ya, walaupun ada Tama , aku ngerasa Udith gak ngelindungin kakaknya yang sekarang kakakku juga.
” Laper gak?” aku mengangguk ” Nanti kalo kakak dateng, kita makan yuk”
” Nanti dia sendirian” kataku
” Kan ada Kak Namira” Namira itu sepupu Tama dan Udith. Dia udah kerja dan kebetulan dia juga ikut jadi pagar ayu. Dia dipilih karena dia deket banget sama Bunda. Apalagi Bunda ingin banget punya anak cewek
” Iya, deh” Udith tersenyum. Tama yang melihat itu datang dengan ekspresi marah
” Ini tanda matanya” dia membanting kotak itu ke meja. Sampai beberapa gantungan kunci berhamburan
” Tama, yang rapi dong” itu Kak Namira. Dengan wajah sedikit kesal, Namira memunguti gantungan kunci dan menyimpannya lagi.
” Kak Namira” Namira menoleh dari kegiatan mengatur tanda mata ” Udith sama Friesca kedalem ya. Belum makan nih”
” Nanti balik lagi koq” tambahku
” Oke” jawa Namira
” Aku juga ikut” kata Tama. Namira menggeleng
” Kamu udah banyak banyak tadi” kata Namira ” Masa aku sendirian disini”
” Tapi . .”
” Duduk!” Tama duduk dan cuma bisa memandangi aku dan Udith yang masuk ke dalem gedung. Namira geleng-geleng kepala melihat kelakuan Tama. Udah gede, masih aja manja. Kenapa sih dia? ” Tam, ada tamu tuh”
Tama langsung berdiri dan menyiapkan tanda mata yang dibawanya tadi. Dia terpaku begitu melihat tamunya
” Shyra . . .” tapi Shyra yang datang bareng Ogy gak kaget sedikitpun
” Hai” sapa Shyra. Dia mengambil tanda mata yang disodorkan Tama ” Friesca dan Udith mana?” bukannya menjawab, Tama malah nanya balik
” Koq kamu ada disini?” tanya Tama. Shyra tersenyum sambil mengacungkan undangan pernikahan
” Mama aku diundang. Tapi kebetulan ada urusan lain. Makanya aku sama Ogy dateng ngegantiin” jawab Shyra ” Friesca sama Udith mana?”
” Mereka didalem, lagi makan” jawab Tama pelan
” Makasih ya” lalu Shyra dan Ogy masuk kedalem. Tama langsung terhenyak dikursinya. Friesca gak pernah bilang Mama Shyra termasuk daftar undangan.
” Kenapa?” Namira bingung melihat perubahan Tama ” Cewek tadi mantan kamu ya?”
” Bukan. Dia temen sebangku Friesca” jawab Tama pelan
” Trus, kenapa kayak yang sedih gitu?” tanya Namira lagi
” Aku . . . gak tau” mata Tama mengikuti Shyra dan Ogy yang menghilang ditengah kerumunan tamu undangan yang lain.
Sementara itu, aku dan Udith sibuk makan didalam. Dan mereka bertemu Shyra dan Ogy
” Shyra, Ogy” tanganku melambai-lambai senang
” Wow, kebayanya cocok banget sama kamu” kata Shyra. Aku malah cemberut
” Muji apa ngehina sih?” Shyra tertawa. Sedangkan Udith sibuk ngobrol sama Ogy
” Makanannya enak-enak loh” kata Udith berpromosi
” Kamu emang tukang makan” tapi Ogy malah mencomot satu tusuk sate Udith
” Udith itu sama kayak Friesca” kata Shyra ” Sama-sama tukang makan” gak tau kenapa, aku sedikit tersipu mendengar itu
” Ra, kita belum kasih selamet ke Ayah Friesca” kata Ogy
” Oh iya. Kalo gitu kita pergi dulu ya” Shyra dan Ogy pergi ” Jangan kangen ya”
” Gak akan!” Udith tertawa kecil mendengarku ” Kenapa?” tanyaku
” Nggak. Ayo, makan lagi” Udith menambah beberapa tusuk sate dipiringku ” Kak Namira kayaknya udah nunggu”
” Iya, bener!” aku langsung menghabiskan sateku. Tapi, Udith menambahnya lagi ” Dith, udah dong”
” Biar kamu gede” kata Udith
” Aku udah gede tauk” Udith tertawa. Udith jail banget sih! Tapi, aku gak marah sama sekali.
Yang marah adalah Tama, yang diam-diam memandangi mereka dari luar.
***
” Hati-hati ya” kataku sambil cipika cipiki sama Shyra ” Maen-maen ke rumah ya. Kitakan libur sekolah. Jangan lupa! Ajak Ogy sekalian”
” Sip, deh” kata Shyra ” Ogy, ayo. Dadah, Udith” Udith membalas lambaian tangan Shyra itu dengan sebuah senyuman. Ih, Udith lucu banget!
” Udith, bantuin kita” kata Tama yang sibuk membereskan sisa-sisa pernikahan
” Gak usah” kata Namira yang juga sedang beres-beres ” Kalian beresin makanan aja”
” Asyik” seruku senang ” Aku mau beresin es krimnya”
” Ngabisin kali” goda Udith. Mereka lalu pergi ke belakang. Tinggal Tama dan Namira
” Kenapa kamu ngebiarin mereka bareng?” tanya Tama disela-sela kesibukannya
” Emang kenapa?” Namira bingung mendengar pertanyaan Tama itu
” Mereka enak terus dari tadi” kata Tama ” Aku? Liat aku sibuk sendiri”
” Kamukan udah gede. Harus belajar bertanggung jawab dong” jawab Namira
” Mereka juga udah gede. Udah kelas 2 SMU”
” Kamu udah kuliah” kata Namira ” Dan aku udah kerja. Mana yang lebih gede?”
Tama emang gak pernah bisa ngelawan Namira. Dari dulu sampai sekarang. Dulu mereka selalu main bareng karena Bunda deket sama Namira. Walaupun Namira lebih tua dari Tama.
Namira masih sama kayak dulu, batin Tama kesal. Keras kepala dan gak mau ngedengerin hal lain yang gak sesuai sama prinsipnya. Selesai membereskan, Tama bergegas menghampiri aku dan Udith. Tapi, lagi-lagi Namira melarang
” Tam, tolong beresin yang itu” perintahnya
” Tapi itu bagian kamu” protes Tama
” Kamukan cowok” lagi-lagi Tama gak bisa ngelawan. Dia membereskan sampah-sampah itu. Kenapa harus kita yang beresin sampah-sampah ini? Gak ada orang yang bertugas ngebersihin apa? Pandangan Tama mengarah ke aku dan Udith yang lagi makan es krim. Ternyata usah ada orang lain yang ngeberesin makanan
” Inikan udah sore hampir malem” kata Udith ” Kamu masih aja makan es krim”
” Kamu juga” balasku
” Gak takut sakit?”
” Sebenernya es krim itu bikin badan anget tau” kataku ” Gak tau ya?” Udith menggeleng
” Aku tau sesuatu yang bikin badan kamu anget selain es krim” guman Udith
” Selimut?” Udith menggeleng ” Jaket?” Udith menggeleng lagi
” Gak tau ya?”
” Tau!”
” Apa?” aku diam sejenak lalu menjawab dengan bisikan
” Kamu ya?” kali ini Udith tersenyum dan mengangguk
” Iya” lalu dia merangkulku. Cuma rangkulan kecil. Kalo pelukan, nanti yang lain khususnya Ayah dan Bunda yang lagi difoto bareng keluarga besar bisa curiga. Udith bener, badan aku jadi anget. Tapi, aku ngerasa ini karena rangkulan Udith. Mungkin ini karena aku yang deg-degan deket sama Udith.
” Udah nih” kata Tama.
” Yang itu belum” Damn, kapan aku bisa deket sama Friesca kalo gini terus? Mata Tama mencari cewek itu dan kaget begitu melihat mereka lagi rangkulan. Udith!
” Udith . . .”
” Ya?” Udith memandangku ” Apa?”
” Gak jadi, deh” Udith tersenyum mengerti dan menghabiskan sisa es krimnya. Aku yang melihat senyum Udith yang cute itu juga berusaha menghabiskan sisa es krimku.
Apa Udith udah berubah? Dari ujung sini, aku bisa ngeliat betapa marahnya Tama ngeliat Udith ngerangkul aku. Tapi, Udith keliatan nyantai aja. apa dia udah memberontak? Apa dia cape ngelindungin kakaknya itu?
” Udith . . .” panggilku
” Apa, Fries?”
” Tama ngeliatan tuh” mataku mengarah ke Tama diujung sana
” Biarin aja” jawab Udith santai ” Ngapain mikirin dia? Yang pentingkan aku sama kamu” aku bener-bener seneng ngedenger itu
Di ujung sana, Tama gak ngerasa rasa senengnya aku
” Tama, nanti tumpuk sampahnya disana ya” kata Namira
” Udah” kata Tama ” Udah selesaikan?”
” Pot bunganya belom” Tama kaget
” Mir, itukan berat banget” kata Tama ” Gak mungkin aku ngangkat sendiri”
” Biar saya yang ngangkat” seorang bapak-bapak datang dan mengangkat pot itu ” Mas Tama rajin banget ya. Padahal ada orang yang ditugasin buat beres-beres, Mas Tama tetep aja beres-beres sendiri” Tama kaget mendengar itu
” Mir, kamu ngerjain aku” kata Tama. Namira tertawa
” Kena kamu” Namira tertawa makin keras. Bahkan aku dan Udith yang jauh dari sana juga tertawa.
” Tama dikerjain ya” kataku sambil tertawa ” Kasian banget” Udith yang ikut tertawa tidak menjawab. Tama makin kesal bercampur malu
Udith dan Namira, awas kalian!

No comments:

Post a Comment

Thanks for leave your comment :D