Saturday, September 3, 2011
3 Anak Kucing - Book 2 - Last Chapter
” Aduh!” aku menjerit kesakitan ketika Namira membersikan lukanya
” Tahan dong” Namira menekan-nekan kapas beralkoholnya ke lukaku. Meskipun pelan, itu sangat sakit.
” Hah, ngapain pake diperban segala?” tanyaku kaget ” Inikan cuma luka gores doang. Emang harus gitu, Kak? Gimana kalo lukanya malah infeksi? ”
” Kamu cerewet banget” kata Udith sambil tertawa. Dia juga luka tapi gak separah aku. Namira bergantian mengobati lukaku dan Udith
” Tenang, Mira itukan perawat” jawab Tama. Semua jadi hening. Berani ngomong juga akhirnya pikirku meremehkan. Diem terus dari tadi.
” Emang bener Kak Namira perawat?” tanyaku
” Fries, akukan udah bilang tadi”
Aku tidak mengacuhkannya dan bertanya lagi
” Kak, bener kakak perawat?”
Namira mengangguk
” Iya” jawab Namira ” Tamakan udah bilang. Kenapa nanya lagi?”
” Ingin tau aja” balasku asal
Selesai memperban semua luka-lukaku yang kebanyakan ditangan, Namira menyelimutiku pelan-pelan. Tapi tetep sakit banget.
” Duh . . .” ringisku pelan. Aku memegang luka-luka itu dan yang ada malah tambah sakit
” Fries, jangan dipegang” Udith mendekat dan menolongku
” Makasih” kataku pelan
” Jangan terlalu banyak gerak ya” kata Namira sambil membereskan kotak P3k ” Ups, aku harus balik ke rumah sakit sekarang. Tam, anterin ya” Tama mengangguk
” Tunggu dibawah. Aku mau ngomong dulu sama Friesca” aku dan Udith terdiam. Namira yang gak tau apa-apa keluar dari kamarku
” Jangan lama”
Tama berguman tak jelas. Setelah itu dia mendekat dan berjongkok di sebelah tempat tidurku
” Kakak, mau apa?”
Tama sedikit tersentak
” Jangan kakak”
” Trus apa? Ternyata kamu nyadar juga ya” kataku dengan senyum meremehkan ” Mana ada kakak yang nabrak motor adiknya sendiri”
” Fries, maaf . . .” kata Tama pelan
” Maaf? Apa kata maaf itu bisa nyembuhin semua luka aku sama Udith?”
Tama menggeleng
” Emang gak bisa . . .” Tama terdiam sejenak ” Fries, ini karena aku sayang sama kamu” mata Udith jadi sedikit sayu mendengar itu
” Dari dulu, orang yang sayang sama orang lain gakkan nabrak motornya sampai jatoh gini” kataku. Bener-bener sebel. Udah bikin aku sama Udith luka, dia malah bilang sayang ” Apa nabrak itu ungkapan sayang yang baru?”
” Bukan” Tama menggeleng lagi ” Aku gak suka kamu terlalu deket sama Udith”
” Kenapa? akukan ceweknya Udith. Masa harus jauh-jauh”
” Ceweknya? Kalian udah jadian?” Tama memandang Udith dan dia mengangguk ” Tapikan . . . kalian . . .”
” Sorry, aku sayang banget sama Friesca” ucapan Udith bikin aku seneng banget ” Dan aku gak mau kehilangan dia. Aku bakal terima semua resikonya”
” Kaliankan . . . ”
” Iya. Aku tau. Kita udah jadi saudara, saudara tiri. Tapi, aku gak peduli. Sayang aku ke Friesca bukan sekedar rasa sayang antara kakak dan adik” Tama kaget. Dia kembali menoleh kepadaku
” Fries, itu bener?” aku mengangguk dan aku yakin itu bikin Tama makin sakit
” Sorry . . .” aku gak nyangka aku ngerasa kasian sama cowok yang aku benci
” Kamukan sayang juga sama aku, iyakan?”
” Iya, tapi itu beda. Aku sayang ke Udith sebagai cowok aku. Sedangkan sayang ke kamu sebagai adik dan kakak. Sorry banget”
Tama menghela nafas dan bangkit
” Gak apa-apa koq” dia mengusap kepalaku pelan
” Tam, ayo berangkat!” teriakan Namira terdengar dari bawah ” Kamu gak maukan aku dipecat. Masing banyak pasien yang harus aku rawat”
” Iya, sebentar” Tama berbalik dan berhadapan dengan Udith yang dari tadi cuma diam. Aku jadi deg-degan ketika Tama semakin dekat dengan Udith. Jangan-jangan mereka mau berantem lagi. Tapi itu tidak terjadi. Tama menepuk pelan pundak Udith
Tama membisikkan sesuatu dengan suara amat pelan . Aku jadi penasaran apalagi setelah itu Udith tertegun.
Kemudian Tama buru-buru keluar.
” Iya, kamu cerewet amat!” suasana hening semenjak Tama pergi. Yang bikin takut adalah ekspresi Udith setelah Tama membisikkan sesuatu.
” Dith, Tama bilang apa?” tanyaku yang tidak mendengar bisikan pelan tadi. Udith tidak menjawab dan terus diam. Entah mengapa, ada banyak rasa bersalah menghantui hatinya.
***
Mataku terbuka dan mengamati sekelilingku. Kosong. Aku sendirian dikamarku. Tangan kiriku juga terasa lebih ringan. Udith mana? Diakan semaleman disini sambil megang tangan kiri aku.
Aku bangkit dari tempat tidurku dan langsung keluar kamar. Suasananya sama, kosong. Kak Namira pasti sibuk dengan pasien-pasiennya, Tama mungkin sibuk UAS, dan Udith . . .
” Dith . . .” tak ada jawaban. Yang ada adalah gema suaraku. Udith kemana? aku menuruni tangga dengan cepat. Untung aja Kak Namira bawa obat yang lebih manjur. Luka-luka jatoh kemaren jadi gak terlalu perih.
” Udith . . . Udith!” aku mulai berteriak dan masih gak ada jawaban. Kemana sih? Koq tega ninggalin aku sendiri?
Aku menoleh mendadak. Rasanya tadi ada suara. Suara air! Aku berlari keluar dan akhirnya menemukan Udith sedang menyiram tanaman.
” Dith, koq ninggalin aku sih? Takut tau. Aku kira gak ada siapa-siapa” Udith tersenyum tapi pandangannya masih ke tanaman yang dia siram. Senyumnya aneh ” Rajin banget nyiram tanaman pagi-pagi”
” Biasa aja” jawab Udith singkat. Lalu dia menyiram tanaman lain. Sengaja atau tidak, aku melihat Udith menghindariku.
“ Udith, kenapa?” tanyaku
” Kenapa apa?” tanya balik Udith
” Kamu koq . . .” aku mencoba mendekat dan Udith semakin menjauh ” Ngejauhin aku?”
” Aku gak ngejauhin kamu” Udith menutup keran air dan mulai menggulung selang ” Aku cuma jaga jarak sama kamu”
” Jaga jarak?” Udith mengangguk
” Fries . . .” Udith menghela nafas sejenak ” Kita putus aja”
Aku terpaku
Dhyn Hanarun~
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Thanks for leave your comment :D