3 Anak Kucing - Book 3 - Chapter 4

by - 1:10 PM


” Iya, iya. Aku lagi coba ngehubungin Ayah dan Bunda” suara cemas Tama terdengar dari luar. Aku mendengarnya samar-samar walau tak mengerti maksudnya. Buat apa Tama ngehubungin Ayah dan Bunda? Ngeganggu bulan madu aja.
Aku mulai mengerjap-ngerjapkan mataku dan melihat sekeliling. Putih dan putih. Rasanya aku tau nama tempat ini.
” Om, Tante!?” kali ini suara Namira terdengar ” Kenapa bisa langsung kesini? Om terima sms dari Tamakan?”
” Tidak. Om punya firasat jelek dari kemarin. Makanya kami cepat-cepat pulang. Apalagi setelah melihat ada anak kucing tewas ditabrak mobil”
” Kucing? Kenapa Ayah bisa langsung mikirin Friesca?” Udith! Itu suara Udith!
” Dith . . . Udith . . .”
Namira masuk ke kamar perawatan begitu mendengar panggilanku
” Friesca udah sadar”
Semua langsung mengikuti Namira. Wajah Ayah, Bunda, Namira, Tama, Shyra dan Ogy muncul disampingku. Mereka tampak cape, cemas, dan sedih. Terutama Ayah dan Bunda
” Sayang, perasaan kamu gimana?” tanya Ayah lembut sambil mengusap rambutku
” Udith . . .” bukannya menjawab, aku malah memanggil Udith. Itu membuat Ayah dan Bunda yang tak tau apa-apa, bingung
” Udith?” tanya Bunda ” Dith, mana?” Bunda menoleh keluar dan tak ada siapa-siapa. Sedangkan Ayah yang sedikit mengerti langsung memandang Tama
” Tama, sini” Tama mengerti dan mengikuti Ayah keluar. Aku masih terus memanggil-manggil
” Udith . . .  Udith . . .” panggilanku makin keras. Bunda semakin bingung. Sedangkan Namira langsung menyiapkan suntikan penenang dengan cepat
” Friesca sayang, kamu kenapa?” tanya Bunda dengan cemas. Dia mengenggam tanganku erat-erat ” Kalian teman Friescakan? Apa yang terjadi?” Shyra dan Ogy berpandangan bingung mendengar pertanyaan Bunda itu.
” Gy, gimana nih?” bisik Shyra ” Kita gak mungkin ceritain semuanya” Ogy tidak menjawab
” UDITH!!!” aku teriak sangat keras. Sekeras-kerasnya ” Friesca mau Udith!” Bunda makin cemas
” Tenang, Tante” perlahan Namira menyuntikkan obat penenang ke dalam selang infusku ” Mira kasih obat penenang dulu. Tante gak usah khawatir” seketika aku merasa sangat lemas dan mengantuk
” Friesca?” Shyra terlihat khawatir juga denganku
” Tenang, aku cuma kasih obat penenang koq” kata Namira ” Dia bakal tidur beberapa jam. Jangan takut gitu dong” Shyra tersenyum malu
Aku semakin mengantuk dan mataku hampir menutup. Sebelum aku tidur dan bermimpi, sekilas aku melihat seseorang bersandar di pintu.
” Dith . . .” gumanku pelan. Tak lama kemudian aku tertidur
***
Aku terbangun ketika seseorang mengusah rambutku pelan. Sedikit sakit karena ada luka disitu. Tapi, membuat perasaanku nyaman. Tiba-tiba tangan itu berhenti dan aku langsung mengerang manja. Tangan itu kembali mengusap, tapi kali ini rasanya beda.
Ayah, Bunda dan Tama muncul dan ada disekelilingku ketika mataku terbuka. Selain itu ada suara kecil, seperti pintu yang ditutup paksa. Aku tidak mengacuhkannya. Pandanganku tertuju ke pemilik tangan yang mengelus kepalaku, yaitu Ayah.
” Ayah . . .” Ayah tersenyum tipis melihatku ” Friesca ada dimana?” tanyaku setelah melihat selang infus tertancap dilenganku
” Kamu ada dirumah sakit karena kecelakaan” jawab Bunda.
Aku diam, memutar balik kecelakaan itu. Ugh, ini gara-gara salah liat lampu lalu lintas.
” Ayah sama Bunda koq ada disini?” tanyaku kemudian ” Bukannya lagi bulan madu?” aku memandang Ayah dan Bunda bergantian dengan bingung
” Masa kita seneng-seneng sementara anak kita kecelakaan?” aku setuju dengan kata-kata Ayah itu
” Tapikan . . . berarti aku ganggu acara kalian” lanjutku ” Kerjaan Ayah juga ketundakan?” Ayah mengangguk sambil tersenyum
” Memang” lalu ekspresi Ayah jadi tegang. Dia menoleh ke Tama  ” Tam, tolong keluar dulu. Ayah mau . . .” Ayah mengoyangkan kepalanya dan melirikku dengan penuh arti
” Oh . . .” Tama tersenyum dan mengerti ” Fries, kakak keluar dulu ya”
Aku mengangguk walau sedikit tak mengeti. Kakak? Katanya dia gak suka kalo dipanggil kakak. Kenapa sekarang dia nyebut dirinya kakak?
” Friesca . . .” pandanganku pindah ke Ayah dan Bunda ” Ada sesuatu yang Ayah ingin ceritakan”
” Apa?” tanyaku. Sesaat aku lupa rasa sakit yang ada disekujur tubuhku ” Tentang bulan madu di Lombok ya?” Bunda menggeleng
” Ini tentang keluarga kita” kata Bunda ” Rahasia yang selama ini Bunda dan Ayah simpan”
” Rahasia? Rahasia apa?” Ayah selalu cerita tentang apa aja sama aku. Tapi, aku salah. Ternyata ada sesuatu yang Ayah sembunyikan. Ayah menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan
” Sebenernya . . .”
***
Tama menutup pintu perlahan sambil mencoba mencuri dengar. Apa Ayah akan ceritain semuanya sekarang? Tama menggeleng pelan. Friesca pasti kaget dan gak bisa nerima. Tapi, bukankah ini malah bikin untung dia?
Selagi memikirkan itu, Tama duduk dikursi rumah sakit dan hampir tak sadar ada Udith yang juga duduk disebelahnya.
” Hey!” Tama menepuk pundak Udith ” Tumben gak sembunyi di kantin rumah sakit” ejeknya
” Apa salah aku duduk disini?” tanya Udith
” Jelas salah besar!” jawab Tama ” Pengecut! Kemaren pulang duluan, tadi langsung keluar begitu Friesca bangun, sekarang kamu masih berani duduk disini” Udith tertunduk
Tama sebenernya benci dengan tindakan-tindakan Udith yang tiba-tiba jadi pengecut begini. Begitu Friesca bangun karena usapannya, dia malah keluar dan duduk disini. Kenapa tidak tetap diam lalu tersenyum. Friesca pasti merasa baikan lebih cepat melihat saudara tiri sekaligus mantan cowoknya ada disitu.
” Aku memang pengecut” balas Udith pelan. Tama tambah kesal melihat reaksi Udith kali ini. Kenapa kamu begitu pasrah? mana kata-kata bernada tinggi waktu kamu berusaha rebut dan bawa Friesca dariku? Mana?
” Harusnya kamu merasa bersalah” kata Tama sambil menggerak-gerakan kakinya ” Apa kamu belum denger cerita kecelakaan Friesca dari Shyra dan Ogy?”
” Udah” Udith mengangguk. Sebelum pulang, aku memang sempet mendengar cerita Shyra dan Ogy tentang kecelakaan kemaren. Ada sedikit rasa menyesal menyusup ke dalam hati Udith.
” Dan kamu bakal diem aja kayak gini?” tanya Tama lagi. Udith terdiam sejenak, tampak sedang berpikir
” Ya, mungkin cuma itu yang aku bisa lakuin” jawab Udith ” Buat kakak aja” Tama berdiri dan langsung menarik kerah baju Udith. Kemarahannya memuncak mendengar itu
” Cuma itu?” dipandangnya tajam wajah Udith yang tidak melakukan perlawanan sedikitpun. Udith cuma mengangguk ” Kenapa kamu selalu menyia-nyiakan kesempatan? Waktu Friesca milih kamu, kamu malah nyerahin keaku. Dan ketika keadaan seperti ini, kamu malah lepas tangan. Padahal Friesca butuh kamu. Bener-bener butuh kamu!”
” Gantian aku yang tanya kakak” Udith menarik lepas tangan Tama dari keras bajunya ” Apa kakak rela aku bareng Friesca?Ini aku lakuin karena aku disini sebagai adik yang hormat sama kakaknya”
” Hormat?” kepalan tangan Tama mengacung mendengar itu. Sebuah bogem mentah siap melayang ke perut Udith
PLAKK!!!
Tama dan Udith langsung terdiam mendengar itu. Kepalan tangan Tama belum bergerak sedikitpun. Tapi, suara pukulan itu sudah terdengar.
” Jangan pernah panggil nama Friesca lagi!” teriakan itu terdengar dari dalam kamar perawatan
” Friesca?” Tama dan Udith berpandangan. Ternyata bener, Ayah ceritain itu semuanya.
” Keluar!”
” Fries, Ayah ceritain ini semua . . .”
“ Keluar! Friesca gak mau ngeliat tampang kamu lagi!”
” . . . untuk kebaikan kamu”
” Kebaikan apa? KELUAR!!!” Udith mendekati pintu dan siap meraih gagang pintunya
” Jangan” bisik Tama pelan. Dia menarik bagian belakang baju Udith dan mendorongnya duduk ” Kamu diem aja”
” Kenapa? ada apa?” Udith bingung. Apalagi ketika Ayah dan Bunda keluar. Ada bekas memerah dipipi kanan Ayah. Apa Friesca nampar Ayahnya sendiri?
” Friesca . . .” kepala Tama muncul di sela pintu sambil tersenyum ” Kamu gak apa-apa?”
” Kamu juga keluar!” jeritku. Mau tak mau, Tama menarik kepalanya lagi dan menutup pintu
” Ada apa?” tanya Udith bingung. Ayah dan Bunda memandang Udith ” Kenapa?”
” Tam, kamu aja yang kasih tau Udith” kata Bunda. Tama mengangguk
” Kasih tau apa?”
” Nanti juga kamu tau” kata Tama ” Ayah mau duduk?” Ayah menggeleng
” Ayah mau pulang” Ayah terlihat sangat cape ” Tam, kamu yang bawa mobil ya” Tama mengangguk
” Friesca?” Bunda menoleh ke pintu kamar perawatan dengan khawatir ” Apa gak apa-apa ditinggal sendiri?”
” Kan ada Udith dan Mira juga jaga disinikan?” Bunda mengangguk
” Dith, jaga Friesca ya” Seandainya Bunda tau, batin Udith. Tapi, akhirnya dia mengangguk
” Hati-hati” kata Udith sambil memandang punggung keluarganya yang semakin menjauh. Suasana jadi hening kembali. Saking heningnya, Udith bisa mendengar isak tangisku didalam.
Udith bisa melihatnya jelas walau hanya dari sela pintu yang tidak ditutup rapat Tama tadi. Kamu kenapa, Fries?

You May Also Like

2 comment(s)

Thanks for leave your comment :D