Tuesday, July 2, 2013

Winter to Summer: 11.369 KM untuk Satu Cinta

Icha Ayu
174 halaman
Stiletto Books, Agustus 2012 (Cetakan Kelima)

Kirana, mahasiswi penerima beasiswa short course program di Jenewa-Swiss, berharap akan sebuah petualangan di benua yang selalu dia impikan. Ternyata yang ia dapatkan jauh darisekedar pengalaman akademis saja; persahabatan dengan beberapa mahasiswa dari berbagai negara dan juga cinta yang tidak pernah dia sangka sebelumnya, seolah melengkapi pengalaman barunya tersebut.

Pertemuan dengan Emmanuel, mahasiswa Perancis memberikan warna tersendiri dalam hidupnya. Kebersamaan mereka berdua didasari oleh perbedaan yang tidak pernah diduga akan menjadi sangat sulit saat Kirana harus pulang ke Indonesia, ada 11.369 km jarak, 11.369 perbedaan, namun juga, ada satu cinta yang ia tetap coba untuk yakini.

Mengapa mencintai dan dicintai bisa menjadi begitu rumit saat orang-orang di sekeliling juga mulai berbicara?

Winter to Summer: 11.369 KM untuk Satu Cinta adalah novel yang tidak pernah aku bayangkan akan dibaca sebelumnya. Walaupun cover menara Eiffelnya membuat aku memasukannya ke daftar Books of theMonth, tapi aku gak terlalu penasaran untuk membeli ataupun mengintip isinya. Jadi yah, novel ini hanya sekedar lewat saja. Tapi entah kenapa aku dipertemukan lagi dengan novel ini saat ikutan 2013 Indonesian Romance Reading Challenge yang diselenggarakan oleh Lust & Coffee. Pada bulan pertama aktif menautkan link review novel Indonesia, aku langsung jadi pemenang hadiah bulanan bersama Peri Hutan dan mendapatkan dua buah novel, salah satunya ya Winter to Summer: 11.369 KM untuk Satu Cinta ini. Surprise, surprise! :D

Winter to Summer: 11.369 KM untuk Satu Cinta sempat membuatku ragu saat mau membacanya. Ini novel atau cerita asli sang penulis? Soalnya sebelum bener-bener niat membaca halaman pertama, aku malah mengunggah foto dua novel itu dan di mention sama Twitter penerbitnya hehehe. Aku juga malah menengok biodata penulis yang ada di bagian belakang. Si penulis mempunyai latar belakang yang sama dan berpengalaman pergi ke Eropa, khususnya Paris. Hmm, biasanya aku terpukau dengan penulis yang menulis cerita bersetting luar negeri dengan mengandalkan riset mereka. Tapi sekarang ada yang penulis yang mengandalkan pengalamannya. Gimana ya hasilnya? ;)

Ketika aku mencari jawaban untuk pertanyaan tersebut, halaman pertama malah menceritakan kepulangan Kirana ke Indonesia, diantarkan oleh sang kekasih bermata hijau, Emmanuel atau biasa dipanggil Manu (it sounds a little weird :p). Perjalanan pulang itu membawa kesedihan dan kerinduan dalam saat yang sama. Setibanya di Indonesia, Kirana harus beraktivitas seperti sebelum dia mendapatkan short course. Namun dia terus melamunkan perjalanan Eropanya dan juga menceritakan kedekatannya dengan Manu yang tak direncanakan. Ceritanya mengalir seperti sebuah buku harian dan apa adanya tanpa kiasan yang lebay atau galau maksimal. Kalimat-kalimat yang memang agak lebay ada tapi cocok dengan kondisi tokohnya yang juga mulai dewasa tapi tetap terserang virus cinta. Perkiraanku benar tentang penulis yang mengandalkan pengalamannya, karena aku menemukan beberapa tempat yang belum pernah dimention di novel lain yang bersetting Eropa, khususnya Paris karena tempat itu adalah tempat yang sering dikunjungi penduduk lokal. Kalimat-kalimat berbahas Perancis yang cukup kompleks (aku nggak bisa nebak artinya sama sekali) menunjukkan kalimat itu bukan sekedar copy-paste dari buku percakapan ataupun Google Translate. Something new, fresh and different. Nice job! :D

Sayangnya penjelasan yang dipaparkan tidak lebih seperti buku panduan wisata. Deskripsi tempat lokal seperti bar itu hanya muncul dalam bentuk fakta-fakta yang agak kaku, tidak ada deskripsi secara mendetail ataupun pikiran Kirana, sebagai pencerita, tentang bar itu. Perceritaan yang seperti buku harian itupun kadang loncat-loncat dan bahkan mengulang satu kejadian beberapa kali, satu kali dalam deskripsi pikiran Kirana dan kalimat yang diucapkan lawan bicaranya, contohnya Manu. What a waste of words. Saking ada apanya, tidak ada bab yang memisahkan kejadian satu dan lainnya. Yang ada adalah sebuah kalimat pendek yang menerangkan isi cerita selanjutnya, seperti ‘Bandung, Sebuah Kerinduan’, ‘Jenawa, Menjelang Awal Musim Semi’ atau ‘Versailles, Pertemuan Keluarga’. Aku menyebutnya dengan istilah ‘Kalimat Pembatas Cerita’, bukan bab. Karena sama sekali tidak bisa disebut bab. Kalimat itu memang membatasi hampir setiap kejadian penting, tapi kemunculannya bisa ada di halaman yang bersebelahan. Aku nggak tahu pasti apakah ada aturan baku tentang pembuatan bab tapi ngos-ngosan rasanya baca novel yang ‘nyambung terus’ seperti ini.

Well at last, walaupun gaya penceritaannya masih ‘terbaca’ asing dan aneh, aku bisa menikmati Winter to Summer: 11.369 KM untuk Satu Cinta sampai halaman terakhir dengan terisak-isak. Konflik antara Barat dan Timur benar-benar bikin galau dan bingung juga sih solusinya gimana hahahaha. Untuk Icha Ayu, ditunggu novel-novel bersetting Eropa lainnya. I believe you can do it well :D

3 comments:

Thanks for leave your comment :D