Dwika Rezza
316 Halaman
WahyuMedia, September 2013
Rp. 48.000,-
Semua berawal saling tak punya rasa. Lalu, rasa itu saling mengisi.
Kemudian, kita saling mempertanyakan rasa hingga kita pun saling memahami rasa
itu sendiri. Namun, apakah aku dan kamu dapat menjadi satu rasa? Sebab, rasa
aku dan kamu berbeda. Hal ini menjadi tak biasa.Maaf, jika aku belum memberi
jawaban pada rasa.
Ini semua hanya karena aku belum terbiasa. Aku hanya tak menduga saja akan misteri rasa yang kau sinyalkan kepadaku.Jika aku sudah menjawab rasa, aku akan menunggu hari itu. Hari di mana kau menyematkan kasihmu pada jemariku. Tepat di Menara Eiffel, Paris. Kota yang kata kebanyakan orang penuh rasa dan cinta.
Ini semua hanya karena aku belum terbiasa. Aku hanya tak menduga saja akan misteri rasa yang kau sinyalkan kepadaku.Jika aku sudah menjawab rasa, aku akan menunggu hari itu. Hari di mana kau menyematkan kasihmu pada jemariku. Tepat di Menara Eiffel, Paris. Kota yang kata kebanyakan orang penuh rasa dan cinta.
Cover novel A: ”Hidup Itu
Seperti Menara Eiffel, berdiri seperti huruf A” menarik perhatianku. Iya
lah! Aku paling gak tahan kalo liat sesuatu yang berhubungan dengan menara
Eiffel. Apalagi ditambah sebuah huruf kesukaan aku, A. Langsung aja aku beli
novel ini. Tapi nggak langsung aku baca. Novel ini mengendap bersama tumpukan
novel baru lainnya sekitar empat bulan. Minatku untuk membacanya kembali saat
melihat ratingnya di Goodreads. Rating dan reviewnya termasuk jelek. Itu
membuatku penasaran dan ingin membuktikannya sendiri!
A: ”Hidup Itu Seperti Menara Eiffel, berdiri seperti huruf A”
menceritakan tentang Daniel Hersya Lubis dan Lucas Raditya Lubis yang kembali
ke Indonesia setelah menghabiskan enam tahun terakhir di Prancis. Daniel dan
Lucas kembali menghadapi Papa mereka, Yosman Surya Lubis, yang terkenal keras kepala
dan otoriter. Tidak ada yang boleh membantahnya. Mama, Melyana Sinta Lubis dan
Nenek juga tidak bisa berbuat banyak. Atas kehendak Papanya, Daniel dan Lucas
didaftarkan untuk kuliah di kampus swasta terkenal dan masuk ke jurusan yang
sudah ditentukan oleh Papa. Papa berkata bahwa semua itu demi membentuk Daniel
dan Lucas sebagai pewaris bisnisnya nanti. Hari pertama kuliah, Daniel langsung
ditarik menjadi anggota geng Ghostop
yang diketuai oleh Sonia Karez, anak pengusaha sukses Sonjaya Karez. Sonia
jelas tertarik pada Daniel. Tapi Daniel malah tertarik pada seorang gadis
berambut hitam semu merah yang terkenal membawa sial bernama Bella Keisya
Intania. Setelah mengetahuinya, Sonia merancang kedua keluarga besar mereka
bertemu dan memaksa Daniel untuk bertunangan dengannya. Daniel tidak bisa
menolak dan terus menyimpan perasaannya pada Bella sampai hari pernikahannya
dengan Sonia tiba.
A: ”Hidup Itu Seperti Menara Eiffel, berdiri seperti huruf A” ini ceritanya
kayak sinetron dan FTV, ya? Dan cerita itu sangat mengecewakan. Deskripsi
terlalu banyak, karakter tidak berpendirian, banyak kalimat yang rancu dan
tidak logis lalu ada penyakit yang membuat penderita tidak sadarkan diri selama
berhari-hari di rumah sakit. Kanker? Amnesia? Untungnya bukan salah satu dari
itu. Semua ke-sinetron-annya itu lalu ditutup dengan sebuah filosofi yang tidak
ada hubungannya dengan ceritanya. Sayang sekali. Padahal penjelasan filosofi
itu sangat bagus dan menggugah.
Hiks, aku tidak menyangka aku
tertipu lagi oleh indahnya cover.
Tapi anehnya, saat aku membaca cerita yang sangat lebay ini, aku tidak
mengerutkan kening ataupun mengerutu. Aku malah ingin tertawa. Apa yang sebenarnya
ingin novel ini sampaikan? Ceritanya terbilang pasaran, tapi jika diramu lebih
kreatif, hasilnya mungkin akan berbeda. Aku bukannya sok jadi editor, tapi kalau
digambarkan secara besar, ada tiga hal yang menjadi masalah di novel ini.
1. Point of View (PoV) orang pertama. PoV ini biasanya mengunakan ‘aku’
dan hal-hal yang dibahas terbatas sesuai dengan pengetahuan yang diketahui si ‘aku’
yang juga menjadi karakter utama. Sayangnya (atau ajaibnya?), Daniel bisa tahu
apa yang orang lain lakukan dari kejauhan, di tempat lain bahkan saat dia
tidur! Dia bisa tahu jelas dan detail percakapan Lucas dengan teman Bella, dia
bisa tahu rencana pertunangan yang dirancang Papanya dan Pak Sonjaya, dan dia
bisa tahu siapa yang menyelimutinya. Tapi di paragraf selanjutnya, dia
pura-pura tidak tahu dan bertanya-tanya sendiri. Gimana aku gak ketawa coba?
pembatas bukunya bagus, bisa berdiri kayak menara Eiffel :D
2. Show, don’t tell. Itu adalah jurus sakti yang selalu disampaikan
penulis, editor dan juga terdapat di setiap buku panduan menulis. Daripada
menceritakan dengan gambling sifat dan hobi seorang karakter, lebih baik menggambarkannya
lewat perilaku atau kebiasaan yang dimiliki karakter tersebut. Saat mengenalkan
adiknya, Daniel menyebut Lucas sebagai seorang playboy. Namun selanjutnya, cewek tidak pernah menjadi masalah
Lucas. Dia malah digambarkan manja, perhatian, blak-blakan dan suka main. Tidak
ada cerita lebih lanjut tentang sifat playboy-nya
tuh.
3. Deskripsi Vs Dialog. Daniel
memilih menceritakan kehidupan sehari-harinya dalam deskripsi panjaaaaaaaaaang
banget, terpatah-patah dan membahas hal yang sama berulang kali. Pilihan UKM yang bakal Daniel dan Lucas ikuti disebut tiga kali dalam satu bab yang sama! Sebenarnya aku mengerti apa
yang disampaikan, tapi cara penyampaiannya kurang baik sehingga aku
kebingungan. Dan ada, tidak, banyak bagian yang bisa ditransformasikan menjadi dialog.
Mungkin itu bisa membuat cerita lebih mengalir dan bergerak.
Selain itu ada hal-hal kecil lain
yang membuat aku ingin tertawa. Buat kalian yang sudah baca, apa kalian sadar
tiap bab selalu diawali Daniel membuka mata di pagi hari dan ditutup dengan
Daniel yang pergi beristirahat? Belum lagi bentuk ungkapan perasaan Daniel untuk
Bella mirip dengan yang dilakukan Khun Shone di film The Crazy Little Thing
Called Love? Lalu dengan mudahnya Daniel mengurus keberangkatannya ke Prancis.
Hei, bagaimana mengurus semuanya dalam semalam? Tell me!
At last, A: ”Hidup Itu
Seperti Menara Eiffel, berdiri seperti huruf A” tidak sebagus covernya.
Kecewa, jelas. Tapi aku tetap memberinya bintang. Satu untuk cover-nya, setengah untuk pembatas
bukunya dan setengah lagi untuk nama karakter utamanya, Daniel. Aneh, ya?
Biarlah. Untuk penulisnya, sorry udah
jadi editor so asik. Aku berharap kritik dan saran ini tidak membuatmu kecil
hati dan berhenti menulis. You just have
to read, write and edit more. Good luck! :D
Buku ini enggak banget, baca di awal nya aja dah caur. Terlalu lebay bingit.
ReplyDeleteCerita ttg orang kaya tapi kalo ngak salah 6 tahun ngak balik indonesia padahal kalo orang kaya biasa nya malah bolak balik meskipun sekolah di luar negeri. Dari sini aja ketauan kalo penulis ngak memahami bagaimana kaya yg sebenar nya
hihihi cover dan pembatas bukunya emang keren tapi ya :)
ReplyDeletereviewnya keren, detai banget :)
ReplyDeleteitu pembatas bukunya nggak nyantai banget sih >.<