Rio 2
Genre:
Animation/Comedy/Musical
Director:
Carlos Saldanha
Cast:
Jesse Eisenberg, Anne Hathaway, Leslie Mann, Bruno Mars,
Jemaine Clement, George Lopez, Jamie Foxx, and Will.I.Am
Blu dan Jewel melewati kehidupan sempurna dengan ketiga anak mereka.
Sementara itu, Linda dan Tulio sedang menjelajahi hutan tropis di Amazon dan
tak sengaja menemukan bukti kehidupan burung macaw biru yang dianggap sudah hampir
punah. Penemuan itu membuat beberapa pihak terpengaruh. Pihak Jewel yang berpikir
untuk pergi ke sana dan melihat apakah hal itu benar. Blu tidak terlalu
antusias tapi akhirnya setuju pergi dengan membawa sejumlah peralatan modern
buatan manusia. Lalu pihak penebang pohon liar di daerah Amazon yang terancam
terbongkar. Mereka mulai melacak keberadaan dua peneliti itu. Terakhir pihak
Nigel, yang kini tak sanggup terbang karena Blu. Dengan bantuan dari katak
beracun dan pemakan semut, dia siap untuk balas dendam.
Rio 2 ini lumayan bagus
tapi kerasa ada yang mengganjel. Apa ya? Mungkin karena plotnya biasa aja. Saat
mendengar kabar film sekuel ini, aku berharap cerita Blu masih seputaran Rio.
Eh, ternyata malah pindah ke Amazon. Kecewa deh. Apalagi, menurutku, kehidupan
di hutan tropis, khususnya Amazon sudah banyak dieksplor di film-film tertema
petualangan alam, perang dan juga horror.
Jadi terasa biasa aja deh. Lalu ada adegan yang bikin aku déjà vu, adegan
kawanan burung menyerang pekerja penebangan liar. Kayaknya aku pernah nonton
deh adegan yang sama di film lain tapi aku lupa. Avatar mungkin? Selain soal plotnya, tokohnya juga terlalu banyak,
terutama yang baru. Semuanya berebutan untuk muncul di layar. Aku sempet
bingung dan sampe sekarang malah nggak hapal nama tiga anak Blu dan Jewel
hehehehe. Tapi film ini tetep asyik koq. Yang menyelamatkannya tentu saja
lagu-lagunya yang keren abis. Semuanya enak didengar dan bikin aku goyang-goyang
kecil di kursi penonton. Oh iya, kebetulan aku nonton yang versi 3Dnya yang
ternyata . . nggak 3D-3D banget. Efek ‘timbul’-nya itu cuma di bagian nyanyi,
di mana banyak hamburan bunga (atau kertas gitu ya?) dan berbagai burung
berputar-putar. Jadi kalo mau nonton, mending milih versi biasa aja deh. My favorite scene: Penampilan Roberto
yang disuarakan oleh Bruno Mars dan juga aksi slow motion dari dua kura-kura tua! :D
At last, kalo mau nonton
sesuatu yang rame tapi tetep asyik, Rio 2 bisa jadi pilihan. Plotnya sederhana
dan lagu-lagunya menarik. Apakah dua tahun kedepan bakal ada film selanjutnya, Rio
3, or should I call it Amazon 2? :p
***
3600 Detik
Genre:
Drama
Director:
Nayato Fio Nuala
Cast:
Stefan William, Shae, Wulan Guritno, Indra Birowo, Feby
Febiola, Agung Udijana dan Joshua Suherman
Kehidupan
sempurna Sandra mulai retak saat kedua orangtuanya memutuskan untuk bercerai.
Ayahnya pindah ke luar negeri, meninggalkan Sandra bersama Mamanya yang selalu
sibuk dengan pekerjaannya. Sandra juga dijauhi teman-teman di sekolahnya. Marah
dan sedih, Sandra mulai memberontak. Penampilannya berubah menjadi urakan, cuek
terhadap bidang akademik dan memusuhi Mamanya. Mama Sandra mencoba memperbaiki
hubungan mereka dengan pindah ke lingkungan baru, rumah baru dan khususnya sekolah
baru untuk Sandra. Tapi Sandra tidak juga berubah. Lalu ada seorang cowok,
satu-satunya teman sekolah yang berani mendekatinya, bernama Leon. Dia
menawarkan dirinya untuk menjadi sahabat Sandra. Sandra menolak tapi dia tidak
bisa menghindari kehadiran Leon, apalagi saat Leon ditugaskan menjadi teman
belajarnya. Ketika Sandra akhirnya luluh, giliran Leon yang berubah. Dia
menghilang dan tak bisa dihubungi.
Aku
asalnya gak bakal nonton setelah liat nama sutradaranya. Tapi begitu tau film
ini adaptasi dari sebuah novel, aku jadi penasaran deh. Ternyata 3600 Detik ini film yang remaja banget!
Konfliknya masih seputaran keluarga dan sekolah. Hmm, nggak terlalu cocok buat aku yang menuju masa
remaja akhir (ups!), tapi aku suka banget sama aktingnya Shae (yang kadang
keliatan kayak Yuki Kato). Dia membawakan dialognya natural banget,
ceplas-ceplos gitu. Sayangnya adegan-adegannya bikin enek, belum lagi
backsoundnya yang bikin aku berasa nonton sinetron horor. Editingnya atau
mungkin perpindahan adegannya menurutku juga kurang rapi. Ada satu adegan yang
udah kerasa lancar dan mengalir lengkap dengan backsound yang pas, eh tiba-tiba
dipotong ke adegan lain dengan backsound menganggu. Aku akhirnya milih buat
Twitteran aja deh. Duh, bagaimana ya dengan para penggemar novelnya? My favorite scene: Acara pensi sekolah!
Leon main piano dengan gayanya dan Sandra menjadi pemeran utama di sebuah drama
:p
At last, 3600 Detik ini memang kurang cocok
untukku. Tapi untuk kalian yang masih remaja, anak sekolahan gitu, bisa memilih
film ini karena sesuai dengan kehidupan kalian. Di luar film ini, semoga makin
banyak novel, best seller atau tidak, yang diangkat menjadi film. Biar tema dan
cerita perfilman Indonesia makin berwarna! :)
No comments:
Post a Comment
Thanks for leave your comment :D