Monday, November 17, 2014

Dari Kirara Untuk Seekor Gagak

Erni Aladjai
192 Halaman
PT. Gramedia Pustaka Utama, Agustus 2014
Rp. 45.000,-

"Bolehkah aku memanggilmu burung gagak?" Mae mengalihkan pembicaraan dengan spontan. Sehingga Ken tertawa.
"Kenapa mesti gagak?"
"Itu semacam panggilan sayang. Lagi pula kamu berpakaian hitam-hitam melulu, aku jadi teringat burung gagak." Ken tersenyum kecil.
--------------------------------------------
Mae gadis Indonesia memulai kehidupan baru di Sapporo. Di Sapporo ia hanya memiliki satu kawan, Kakek Yoshinaga – tetangga apartemennya, yang selalu meminta dia membacakan surat-surat cinta masa lalu. Mae bahagia, hari-harinya di Sapporo tak terasa muram. Namun di suatu waktu, Kakek Yoshinaga di temukan wafat di kamar mandi.
Kepergian Kakek Yoshinaga yang mendadak, membuat hidup Mae jauh berubah. Dia kemudian bertemu Nenek Osano – seorang nenek tangguh penjual mi ramen. Dia berkenalan dengan Tamia – seorang kawan yang ditabraknya. Tapi yang paling membuat hidupnya semakin pahit-manis adalah ketika dia bertemu Ken, pemuda berantakan dan bertingkah misterius yang tiba-tiba datang menempati apartemen Kakek Yoshinaga
Ken datang seperti seekor burung gagak. Membawa keburukan, kegelapan hidup keluarganya, tapi di sisi lain dia juga membawa kebaikan buat Mae. Mengajarkan Mae bahwa rasa sakit, rasa kehilangan, rasa bahagia adalah hidup yang sesungguhnya. Bahwa hidup adalah juga sebuah belantara.

Aku membeli Dari Kirara Untuk Seekor Gagak tanpa tahu pasti sinopsis ceritanya seperti apa. Aku mengandalkan nama sang penulis, yang mendapat banyak komentar bagus dengan Kei-nya, yang belum aku baca dan design cover-nya yang unik dan menurutku sangat nyastra, karena ada novel sastra dari penerbit yang sama menggunakan design seperti itu. Dua faktor tersebut meninggikan ekspetasiku terhadap novel ini. Apakah ekspetasi itu terpenuhi? Let’s review it now :D

"Ramen selalu punya kaitan dengan emosi pembuatnya. Jika jiwamu sedih, orang akan merasakan ramen-mu hambar. Jika bahagia, orang akan makan ramen-mu dengan puas. Ramen menyerap jiwa pembuatnya, dan seperti begitulah semua makanan." – halaman 130

Mae tinggal di Sapporo sendirian, demi menimba ilmu Humaniora. Keputusannya ini kurang lebih berkat almarhum ibunya yang membiarkannya menikmati sastra. Dia punya tetangga bernama Kakek Yoshinaga yang kerap membantunya, yang juga tinggal sendirian. Mae membalas bantuan itu dengan membacakan surat-surat lama dari pasangan Kakek Yoshinaga. Mereka juga sering melewatkan waktu dengan menonton film dan menyantap makanan. Suatu hari, Kakek Yoshinaga meninggal dunia, membuat Mae sangat kehilangan. Dia mulai menyibukan diri dengan kuliah dan mencari pekerjaan agar meringankan beban kakaknya, Jo, yang sebentar lagi mempunyai anak. Dia tak sengaja menemukan kedai ramen milik Nenek Osano. Dia mulai berkerja di sana walau tanpa bayaran yang pasti.

Ken Shimotsuke minggat dari rumahnya dan menempati apartemen bekas Kakek Yoshinaga. Mahasiswa yang jarang kuliah itu merupakan hacker yang handal. Dia meninggalkan rumah ayahnya, Tuan Shibata, seorang politikus yang terlalu sibuk untuk mengurus anaknya. Dia juga menemukan titik terang tentang pembunuh ibunya. Kedatangan penghuni baru menarik perhatian Mae. Dia berkali-kali mencoba menyapa Ken, memberinya semangkuk ramen, tapi selalu diabaikan lelaki itu. Sampai suatu hari Ken datang meminta pertolongan Mae untuk mengeluarkan peluru di lengannya. Sejak saat itu, baik Mae dan Ken merasakan sesuatu yang mereka rindukan, perhatian dan kasih sayang.

"Jatuh cinta kadang tak mesti dimulai di bandara, kereta, pesawat, kampus, atau bertabrakan di jalan. Perasaan jatuh cinta bisa jadi menyergapmu di mana saja, bahkan di hadapan bak sampah. Dan Mae mengakui pada diri sendiri, ia telah jatuh cinta pada pemuda itu sejak pertemuan di depan bak sampah tempo hari." – halaman 132

Dari Kirara Untuk Seekor Gagak ternyata bukan novel sastra. Gaya bahasanya memang baku dan sedikit nyastra. Tapi jalan ceritanya tidak jauh dari novel-novel young adult dan dewasa yang kubaca belakangan ini, ada konflik keluarga dan kisah cinta yang mengebu-gebu layaknya remaja. Aku suka koq. Aku malah menyelesaikan novel ini dalam satu hari saja. Tidak sulit untuk menyesapi kisah Mae dan Ken yang berlatar di Sapporo yang dingin dan muram karena langit Bandung belakangan ini. Bagian yang aku suka itu kebiasan-kebiasan kecil Mae yang dia dapatkan dari almarhum ibunya seperti menulis untuk mengobati rasa sedih, memasak dan lainnya. Lalu ada cerita tentang Ken dan misi balas dendamnya kepada pembunuh ibunya. Twist-twist yang muncul seiring dalamnya Ken masuk ke masa lalu, membuat aku terhenyak sekaligus puas. Dan aku juga suka dengan kedai ramen milik Nenek Osano dan pandangannya tentang ramen yang enak. Semua itu yang bikin ceritanya jadi ‘hangat’. Aku juga pengen makan ramen secepatnya :9

Sedangkan untuk bagian yang kurang aku suka adalah porsi Mae sebagai peran utama ‘diambil alih’ oleh misi balas dendam Ken. Mae jadi tidak punya cerita menarik dari diri sendiri karena dia lebih mengutamakan Ken. Mungkin karena itulah judul novel ini menggambarkan perjuangan dan pengorbanan Mae ‘si Kirara’ kepada Ken ‘si gagak’. Padahal aku, kan pengen tahu lebih lanjut tentang Mae, apapun itu. Lalu pengenalan tokoh pendukung yang terlalu dalam. Pertemanan Mae dengan Kakek Yoshinaga yang dibahas di awal bagian terasa tidak penting ketika cerita sudah menuju pertengahan akhir, yang fokus pada Ken. Apakah meninggalnya Kakek Yoshinaga hanya sebuah alasan agar kedatangan Ken lebih mencolok? Kalau pun iya, hubungan akrab Mae dengan Kakek Yoshinaga dihilangkan juga tak apa. Cukup disebutkan saja pemilik apartemen itu meninggal dunia. Siapapun yang meninggal, orang yang akan menempati ruang itu berikutnya tetap akan mengundang perhatian. Ini juga berlaku pada pengenalan Nenek Osano dan Tamia. Dan yang terakhir, aku sedih melihat banyak typo di novel ini. Sebelumnya typo jarang ditemui di novel-novel terbitan penerbit besar ini. Sekarang malah bertebaran :(

At last, walaupun penampilan luar Dari Kirara Untuk Seekor Gagak sedikit mengecoh, ceritanya cukup bagus dan menghibur. Aku mendapat pandangan yang berbeda tentang Jepang, terutama Sapporo. Hanya saja jumlah halamannya yang termasuk sedikit. Ceritanya mungkin akan lebih rame dan rumit dalam 300an halaman :D

No comments:

Post a Comment

Thanks for leave your comment :D