190 Halaman
GagasMedia, Desember 2014
Rp. 50.000,-
“Aku takut ketinggian,” tandas saya singkat. Mendengar hal itu, teman
yang duduk di sebelah saya menawarkan untuk bertukar tempat, tapi saya menolak.
Bagaimana saya bisa pergi keliling dunia kalau berpergian dengan
pesawat saja, membuat saya ketakutan setengah mati?
Segera, pesawat pun perlahan-lahan melewati landas pacu, sedikit
menukik ke atas, dan… I swear, it was one of the scariest moments in my
life!
***
Menjejaki kedewasaan ibarat melakukan sebuah perjalanan. Semakin jauh
melangkah, akan sering kita temukan tantangan baru. Dan melakukan perjalanan
sejak dini berarti menemukan banyak pelajaran yang akan menempa diri kita
menjadi sosok yang lebih dewasa.
Alanda Kariza berbagi kisah perjalanan yang mendewasakan dirinya saat
ke New York, Vatikan, London, Doha, Pittsburgh, dan tempat menarik lainnya.
Banyak hal yang bisa jadi pelajaran menarik, seperti keluar dari zona nyaman,
berani mengambil keputusan, percaya diri, dan bisa menyikapi suatu masalah
tanpa keluhan.
Baginya, traveling is about discovering yourself and also your
flaws. Jadi, siapkan destinasi impianmu,
tangkap setiap momen yang ada... dan bertualanglah! Temukan jawaban tentang
kedewasaanmu.
Sekian lama mengikuti akun
Twitter dan Instagram milik Alanda Kariza, aku belum pernah membaca satu pun
karyanya, fiksi atau nonfiksi. Begitu buku Travel
Young terbit, aku langsung tertarik untuk mencoba membaca tulisannya.
Terlebih lagi temanya adalah traveling,
sesuatu yang dulu aku abaikan tapi kini cukup membuatku penasaran. Sebelum buku
ini tersedia di toko buku di Bandung, aku keburu meneguhkan diri untuk tidak
membeli buku baru sebelum menghabiskan tumpukan buku di rumah. Untungnya, aku
mendapatkan hadiah berupa buku senilai 100 ribu dari Winna Efendi’s Books
Reading Challenge yang diselenggarakan oleh blog Luckty Si Pustawati.
Sebenarnya aku bisa memilih dua buku, tapi aku memutuskan untuk memilih buku
ini saja. Saat itu hanya buku ini yang ingin aku beli. Kalau dipikir-pikir
sekarang, agak nyesel sih, hehehe. Now,
let’s review it ;D
"Bagi
saya, sendirian bisa menjadi suatu hal yang begitu menyenangkan. Kita, yang
biasanya terlalu sibuk mendengarkan orang lain, tidak lagi lupa untuk
mendengarkan suara hati kita sendiri. Kita, yang biasanya terlalu sibuk
memikirkan orang lain, tidak perlu segan untuk memikirkan diri kita sendiri."
– halaman 102
Alanda Kariza membagikan pengalamannya
melakukan perjalanan baik di dalam dan ke luar negeri. Sebagian besar alasan
berpergian itu untuk menghadiri sebuah konferensi anak muda, tapi ada juga yang
didasarkan alasan sederhana seperti liburan. Setiap tempat yang dia kunjungi
memberikan pelajaran untuk menjadi mandiri, dewasa dan menghadapi
masalah-masalah yang muncul dalam masa transisi dari remaja ke dewasa. Cerita
dibagi ke dalam sembilan bab, yaitu, London: It Takes Courage to Grow Up and
Become Who You Really Are, London & Zurich: Speak Your Mind Out, Ubud &
New York City: Be Bold Enough to Take Risks (and Face the Consequesnces), Vatikan:
When People Laugh at You, Laugh with Them, Nice: Love is What You Make (and
What You Break), Doha: We Need Other People as Much as They Need Us, Pittsburgs:
The World Does Not Revolve Around You (and It Never Has To), Jakarta &
Orlando: Never Forget the Kid (Who Dares to Dream) in You dan A Few Notes in
Life from Rome. Tiap bab ditutup dengan tips untuk melakukan perjalanan panjang
berdasarkan kebiasaan Alanda atau wawancara singkat mengenai perjalanan dan
arti kedewasaan dengan kaum dewasa muda seperti Sonia Eryka dan Dian Pelangi.
Selain itu cerita dilengkapi dengan ilustrasi berwarna di setiap pembuka bab
baru dan hitam putih untuk mengiringi cerita.
"..
kebahagiaan bisa datang dari hal-hal sederhana. Bahwa kebahagiaan seseorang
tergantung dari bagaimana ia mencoba melihat suatu peristiwa dan bagaimana ia
menanggapi suatu masalah yang muncul di dalam kehidupannya." – halaman 168
Cerita-cerita dalam Travel Young di luar perkiraanku.
Semula aku berpikir isinya akan membahas cara, tips dan berbagai pengalaman
melakukan perjalanan di usia muda. Well,
sebenarnya isinya tidak terlalu jauh dari itu, tapi tetap saja terasa berbeda.
Cerita-cerita Alanda lebih condong pada proses pendewasaan diri, membangun
kebiasaan untuk mandiri dan bahagia tanpa atau dengan peran orang lain yang didapatkan
dan otomatis terlatih saat melakukan perjalanan. Panjang atau pendek, jauh atau
dekat, sebuah perjalanan pasti membuat kita keluar dari zona nyaman. Di sana
lah tantangan untuk bertahan hidup dan berpikir kritis muncul. Khusus untuk
remaja yang sedang menapaki masa perubahan ke dewasa, pengalaman dalam
perjalanan tersebut penting dan sangat berharga untuk menghadapi dunia dewasa
yang sebenarnya. Tetapi di sisi lain, Alanda menyarankan kita untuk menjaga
jiwa kekanakan, tidak sungkan untuk meminta bantuan dan membagi kebahagian
kepada orang lain. Dengan mempertahankan hal-hal tersebut, kita bisa tetap
‘muda’ dan menjadi mahkluk sosial yang berguna bagi sesama.
Dengan gaya penulisan yang baik,
tidak ada typo, dan ilustrasinya apik,
aku bisa menikmati dan mengerti setiap pesan yang Alanda sampaikan dari setiap
ceritanya. Ada dua bab yang menjadi bagian kesukaanku. Satu, Nice: Love
is What You Make (and What You Break), di mana Alanda mengunjungi Nice
sendirian dan bertemu pasangan lanjut usia yang rajin mengunjungi kota tersebut.
Tak hanya menjelaskan perjalanannya dengan begitu rinci dan menyebutkan
tempat-tempat yang menarik, Alanda juga membagikan sedikit cerita tentang
hubungan romantisnya dengan seseorang (yang muncul di halaman berikutnya,
hahaha). Lalu bab terakhir, A Few Notes in Life from Rome, yang berisi
catatan-catatan singkat yang sebagian besar tentang menjadi dewasa dan cara
mengapai kebahagiaan. Persamaan dari dua bab itu adalah mereka membahas tentang
kebahagiaan dan kasih sayang. Semua itu sepertinya jarang dan selalu sulit kutemukan.
Aku tidak ingat kapan terakhir merasakannya atau kapan saat-saat paling
membahagiakan untuku. Aku sempet berkaca-kaca saat membaca bagian tersebut (dan
menulis review ini) u.u
Sebelum menemukan mencapai bab
mengenai Nice, aku sempat tidak nyaman dan bingung dengan cara penceritaannya.
Di tiga bab pertama, Alanda langsung membahas hambatan atau tantangan yang dia hadapi
ketika melakukan perjalanan, salah satunya dia merasa tegang saat pesawat akan
lepas landas. Cerita kemudian bergulir, aku cukup larut dan ingin tahu
bagaimana dia mengatasi masalah tersebut. Eh, ceritanya malah ditarik mundur
dan membahas alasan dan sebab sebelum hal tersebut terjadi. Mood-ku sempat turun. Untungnya
cerita-cerita berikutnya lebih baik dan menarik. Setelah beres membacanya,
cerita-cerita tersebut juga membuatku merasa kalau judul dan cover yang dipakai kurang cocok.
Judulnya terlalu mengidikasikan tentang travel
dalam artian jalan-jalan. Hal itu didukung dengan gambar bangunan-bangunan yang
ikonik, yang padahal tidak semua dikunjungi atau terdapat dalam buku. Lalu jam
pasir di cover-nya memberi kesan
‘waktu yang terbatas’ dan memunculkan pikiran, ‘selagi muda, selagi mempunyai
banyak waktu dan tenaga, mari berpergian’. Maka pantas kalau aku merasa kaget
saat membaca isinya. Tapi sinopsis di bagian belakangnya cukup baik dan
menonjolkan poin kedewasaan yang menjadi fokus pembahasan.
At last, Travel Young
mendorong kita untuk mengambil pelajaran dan berpikir kritis dalam setiap
melakukan perjalanan. Semua itu tidak hanya berguna untuk perjalanan
selanjutnya tapi juga untuk beraktivitas sehari-hari. Buku ini cocok untuk
remaja sedang menapaki dunia dewasa tapi tetap ingin mempertahankan
kesenangan sederhana layaknya anak-anak. Recommended! ;D
Watch me on YouTube
No comments:
Post a Comment
Thanks for leave your comment :D