Tuesday, September 22, 2015

Paris – C’est Ma Vie

Lona Hutapea Tanasale
273 Halaman
Gramata Publishing, Desember 2012

PARIS – C’est Ma Vie berkisah tentang keseharian hidup penulis di Paris – the real life yang tak nampak dalam kilau foto-foto di kartu pos atau brosur wisata.

Lebih dari ‘sekedar’ Eiffel, Champs-Elysées, atau Monalisa, Anda akan diajak menyusuri Axe Historique, menembus dunia bawah tanah, merasakan perjuangan saat menyetir dan mengisi bensin self-service, menikmati serunya belanja yang (ternyata) tak melulu di branded boutiques, dan menguak sisi-sisi lain Paris yang unik meski tak selalu romantis, lalu mengintip dunia di balik gerbang KBRI, menyelami kehidupan keluarga diplomat yang seolah gemerlapan namun sesungguhnya bergelimang tantangan.

*****

This is a detail diary, of a woman, who has passion for so many things in life...
Syaharani - Singer, Founder of ESQI:EF

Lona menceritakan semua tentang Paris secara fasih!
Pepih Nugraha - Redaktur Pelaksana Komunitas Kompas.com

Memoir yang memikat, dengan gaya bertutur serenyah tempe keripik dan semanis es krim.
Endah Raharjo - Penulis Novel 'Senja di Chao Phraya'

Setelah selesai melahap habis buku ini saya mulai khawatir tidak ada seorang pun diplomat di Kemlu yang bersedia posting kecuali ke Paris...
Raja J. Antoni - Peneliti MAARIF Institute

Hanya di buku inilah, saya bisa menjelajahi Paris hingga sudut-sudut yang mungkin tak banyak orang tahu.
Junanto Herdiawan - Kompasianer, Penulis Buku 'Shocking Japan' & 'Japan Aftershock'

Paris – C’est Ma Vie bisa dibilang bagian pertama dari pengalaman Mbak Lona di Paris. Bagian keduanya, Voila la France, sudah aku baca dan review di sini. Penulisnya mengapresiasi review-ku itu dengan buku ini. Aku sangat senang dan semangat untuk baca lebih banyak lagi cerita-cerita Mbak Lona sebagai ‘orang Paris’. Now, let’s review it :D

"Syarat utama [untuk naik Métro dengan nyaman] adalah harus mahir membaca peta. Mungkin awalnya sulit, tapi dalam waktu singkat pasti akan terbiasa. ‘Si tu veux, tu peux,’ kata orang Perancis. Kalau kamu mau, kamu (pasti) bisa." – halaman 42

Paris – C’est Ma Vie merangkum pengalaman penulis saat ikut suaminya posting di KBRI Paris. 33 cerita nyata itu dibagi lima bagian. Bagian pertama, Paris? Non, Merci .. – kenapa  Harus Paris Sih?, menceritakan reaksi penulis saat pertama kali mendapatkan berita akan pindah ke Paris. Bagian kedua, La Vie Quotidienne – Paris dalam Keseharian, menjelaskan kehidupan warga Paris pada umumnya. Mulai dari mengurus pendidikan anak-anak, menggunakan Metro sebagai transportasi, mengisi bensin sendiri, berbelanja saat sale, dan cuaca yang sangat mempengaruhi kegiatan lainnya. Bagian ketiga, La Plus Belle Ville du Monde – Kota Terindah di Dunia, membahas tempat-tempat wisata di Paris dari yang sangat terkenal seperti La Tour Eiffel, lukisan Monalisa di Musée du Lourve, Montmartre yang penuh sejarah seni, dan Catacombes de Paris yang mencekam. Tidak lupa peringatan tentang pencopetan yang sering terjadi.

Bagian keempat, L’Art de Vivre – Seni Hidup ala Perancis, memaparkan hal-hal yang identik dengan warga Paris seperti ‘kewajiban’ untuk menggunakan bahasa Perancis, urusan kesehatan yang sudah terjamin, hobi berdemo dan aksi damai yang unik, pasar kaget dalam menyambut liburan, dan tahapan panjang dalam menyantap makanan beserta berbagai macam roti, anggur, dan keju. Bagian kelima, Les Coulisses de l’Ambassade – Di Balik Gerbang KBRI, berisi kegiatan warga Indonesia di KBRI Paris seperti, mengenalkan tarian khas Indonesia, melangsungkan upacara peringatan kemerdekaan, menyambut kedatangan Presiden, dan saling berbagi dengan sesama orang Indonesia di negara orang. Banyak foto hitam putih dokumentasi penulis yang disertakan dalam cerita-ceritanya.

"Axe Historique yang bermula sejak abad ke-17 (dan kemungkinan besar masih akan diteruskan di tahun-tahun mendatang) adalah sebuah garis lurus virtual berawal dari Musée du Lourve, membentang melalui Arc du Caroussel dan Jardin des Tuileries, terus melewati Place de la Concorde, Avenue des Champs-Elysées, Arc de Triophe, dan (untuk sementara ini) berakhir di Grande Arche de la Défense." – halaman 127 - 128

Paris – C’est Ma Vie menyuguhkan proses adaptasi dan kehidupan baru penulis di Paris dengan cerita-cerita menarik, informatif, dan bikin iri hehehe. Isinya penuh pengetahuan dari yang serius seperti sistem pendidikan, yang penting untuk calon wisatawan seperti tips berfoto di depan La Tour Eiffel sesuai posisi matahari, sampai hal-hal kecil nan unik seperti cara menerjemahkan bahasa Inggris ke dalam bahasa Prancis yang  agak ‘maksa’. Nggak beda jauh sama Indonesia hehehe. Semua informasi itu tidak berat koq karena diceritakan dengan bahasa yang tidak kaku dan bersahabat. Jadi buku ini cocok untuk dibaca dalam keadaan santai. Aku bahkan sempat senyum-senyum dan geleng-geleng sendiri dengan pengalaman penulis di Paris.

Isi buku ini menampilkan kota cahaya dari berbagai sisi. Pembahasannya nggak jauh dari tempat wisata khas seperti Musée du Lourve atau cara naik Métro, tapi banyak hal-hal kecil baru yang kudapat, bahkan untuk sesuatu yang sudah kuketahui. Contohnya, aku sudah tahu bahwa ukuran lukisan Monalisa itu ternyata tidak begitu besar. Penulis mengiyakannya dalam salah satu ceritanya. Tidak hanya kekagetannya, yang sempat kurasakan juga, tetapi cerita perjalanan dari luar museum sampai tiba di kerumuman orang yang sibuk memotret pemilik senyuman misterius itu. Penulis juga melengkapinya pengetahuannya tentang efek lukisan itu pada dunia seni, yang tentu tidak pernah aku cari atau dengar sebelumnya. Bagi aku, yang pengen banget ke sana, cerita-ceritanya membantuku untuk membayangkan keadaan di sana. ‘Jalan-jalan’ lewat buku jadinya hehehe.

Untuk bagian yang paling menarik buatku adalah pembahasan tentang arsitektur klasik yang masih bertahan seperti gedung dan jembatan, Axe Historique dan La Tour Eiffel tentunya. Uggh, aku tidak pernah tidak tertarik dengan segala sesuatu tentang menara berbentuk huruf A ini. Super sirik saat penulis menjelaskan bahwa dia melewati menara ini hampir setiap hari dan tidak merasa bosan karena penampilan ‘sang nyonya besar’ selalu berbeda setiap pergantian cuaca. Lalu konsep Axe Historique itu membuatku terkagum-kagum. Mereka tidak hanya membangun dan mempertahankan bangunan penuh seni, tapi terus mengembangkannya dari abad ke abad. Walaupun zaman sudah lebih modern dari masa rencana itu mulai dilaksanakan, mereka tetap teguh meneruskan proyek garis lurus itu. Hebaaat! Aku juga mengacungkan dua jempol untuk kelestarian bangunan antik nan klasik yang membuat Paris seperti museum terbuka. Semuanya punya sejarah dan memang pantas untuk dijaga untuk selamanya. Sedih deh kalau membandingkannya dengan kotaku, Bandung. Punya julukan Paris van Java tapi tidak bisa seperti Paris asli yang punya prinsip kuat soal pengelolaan tata kota dan bangunan bersejarah, hiks.

Dalam cerita-ceritanya, banyak ungkapan bahasa Prancis yang diselipkan, lengkap dengan arti perkata dan secara keseluruhan. Diselipin foto-foto, walaupun dalam keadaan hitam putih, yang cukup menangkap keadaan yang dialami penulis. Tetapi filter yang digunakan agak aneh, membuat beberapa foto terkesan seram apalagi bagian kunjungan ke Catacombes de Paris, hiiiiii! Lalu banyak pembahasan yang diulang secara tidak sengaja. Pengulangan itu terjadi untuk menyembatani pembaca untuk mengerti pembahasan lain yang bersangkutan. Tapi pengulangan itu membuat ceritanya merasa berputar-putar pada hal yang sama dan cukup menganggu juga. Setiap cerita terasa ditulis secara terpisah. Benang merah yang menyatukan mereka sepertinya kusut ditengah-tengah. Namun cukup bagus untuk mengingatkan lagi pada istilah bahasa Prancis yang memang tidak mudah.

At last, sesuai judulnya, Paris – C’est Ma Vie memperlihatkan berjuangan penulis hidup di negeri orang. Banyak yang bikin deg-degan tapi semuanya menjadi pengalaman yang berkesan. Dengan membagi cerita-cerita tersebut dalam sebuah buku, penulis sangat membantuku melihat kota impian itu dari sudut berbeda. Buku ini cukup langka di pasaran. Jadi kalau tertarik bisa baca buku sekuelnya, Viola la France, yang tak kalah menarik. Recommended! :D

No comments:

Post a Comment

Thanks for leave your comment :D