Windry Ramadhina
368 Halaman
Gagas Media, 2013 (cetakan kedua)
Rp. 49.000,-
Aku berharap tak pernah bertemu denganmu.
Supaya aku tak perlu menginginkanmu, memikirkanmu dalam lamunku.
Supaya aku tak mencarimu setiap kali aku rindu.
Supaya aku tak punya alasan untuk mencintaimu.
Dan terpuruk ketika akhirnya kau meninggalkanku.
Tapi...,
kalau aku benar-benar tak pernah bertemu denganmu, mungkin aku tak akan pernah tahu seperti apa rasanya berdua saja denganmu. Menikmati waktu bergulir tanpa terasa.
Aku juga tak mungkin bisa tahu seperti apa rasanya sungguh-sungguh mencintai...
dan dicintai sosok seindah sakura seperti dirimu.
Supaya aku tak perlu menginginkanmu, memikirkanmu dalam lamunku.
Supaya aku tak mencarimu setiap kali aku rindu.
Supaya aku tak punya alasan untuk mencintaimu.
Dan terpuruk ketika akhirnya kau meninggalkanku.
Tapi...,
kalau aku benar-benar tak pernah bertemu denganmu, mungkin aku tak akan pernah tahu seperti apa rasanya berdua saja denganmu. Menikmati waktu bergulir tanpa terasa.
Aku juga tak mungkin bisa tahu seperti apa rasanya sungguh-sungguh mencintai...
dan dicintai sosok seindah sakura seperti dirimu.
If you remember, aku pernah bilang kalo aku gak bakal beli atau
baca novel-novel dengan judul dan sinopsis yang ‘misterius’. Tapi kenapa buku
ini bisa ada disini ya? Don’t get me
wrong, aku beli (tepatnya dihadiahi) buku ini jauh sebelum beli Hujan dan
Teduh ataupun Menunggu. Awal April lalu saat aku tiba-tiba gak enak badan, aku bener-bener
butuh ‘teman’ di tempat tidur. It was definitely
not an internship paper, so I chose this ;)
Montase menceritakan Rayyi
Karnaya mahasiswa Institut Kesenian Jakarta yang masuk ke kelas Peminatan
Produksi, tapi sebenarnya lebih tertarik ke Peminatan Dokumenter. Semua cerita ‘salah
jurusan’ itu dikarenakan ayahnya adalah seorang produser film terkenal dan
Rayyi terpaksa mengikuti jejaknya.
Rayyi mempunyai tiga teman dekat,
Bev, Sube dan Andre. Pada suatu saat, mereka berempat menjadi penyusup di kelas
Dokumenter karena dosen tamunya adalah Samuel Hardi. Saat itu pula Rayyi harus
berada dekat dengan Haru Enomoto, mahasiswi kiriman dari Jepang. Tingkah laku
Haru kikuk, agak ceroboh, kadang mengesalkan tapi manis dan menggemaskan
seperti anak kecil. Tapi itulah yang membuat Rayyi tertarik untuk menjadikannya
sebagai objek di tugasnya.
Perlahan-lahan Rayyi dapat
menerima Haru dan segala tingkah lakunya yang uniknya. Gadis itu juga masuk
menjadi anggota kelima geng dan dekat dengan Bev. Kehadiran Haru benar-benar
berubah hidup Rayyi Haru juga lah yang membuat Rayyi mengutarakan keinginan
terdalamnya kepada papanya yang keras. Tapi kemudian Haru harus kembali ke
Jepang sebelum kuliahnya selesai. Dia ternyata mengidap leukimia.
“Kita tidak hidup selamanya,
Rayyi. Karena itu, jangan buang-buang waktu untuk sesuatu yang tidak kita
inginkan.” – halaman 250
Montase mematahkan janji konyol
aku untuk tidak membeli atau membaca novel-novel dengan judul dan sinopsis yang
‘misterius’, karena novel ini keren banget! Pertemanan yang memunculkan bunga-bunga
Sakura, eh cinta antara cowok yang mempunyai impian tapi kurang percaya diri
dengan cewek yang mengidap penyakit keras tapi masih mensyukuri hidup itu
disajikan dengan cara yang manis. Aku (dan kita semua) pasti sudah tak asing lagi
dengan penyakit leukimia yang sudah berulang kali dijadikan senjata untuk
memisahkan muda mudi yang saling jatuh cinta. Untungnya leukimia disini tidak
terlalu dibesar-besarkan, tapi tetap mempengaruhi ceritanya.
Rayyi yang menjadi tokoh utama (I was kinda surprise! The synopsis was very
sweet, like a girl) mencerminkan tipe cowok pada umumnya, cuek, tapi
perhatian dan gak lebay saat jatuh cinta, tapi bisa galau juga. Aku paling suka
kalo dia ngomong atau berpikir satu kata.
Bohong.
Sinting.
Menggemaskan.
Indah
Dan kata-kata simpel lainnya yang
cukup ngena dan kadang bikin ketawa. Nggak nyangka bakal menemukan tokoh utama
cowok yang begitu menarik ;)
Dunia perfilman menjadi latar
belakang cerita ini dan sangat membuka wawasan aku. Riset yang penulis bikin rapi
banget. Setiap penjelasan tentang dunia perfilman sekarang dan rutinitas kuliah
IKJ tidak terkesan mengurui sama sekali. Jadi pengen kuliah di IKJ juga nih :p Novel
ini juga mengajak kita jalan-jalan ke berbagai tempat di Jakarta, contohnya
Kota Tua. Aku pernah ke Kota Tua dan liat Café Batavia, tapi tidak pernah
mengalami ‘kencan’ manis seperti Rayyi dan Haru. Jalanan macet Jakarta disulap
menjadi tempat yang menarik untuk dijelajahi lagi.
Hal lain yang menarik adalah beberapa
hal yang ada di real life, contoh
internet (indomie telur kornet), nama-nama sineas film Indonesia, judul-judul
film menarik, yang dimention dalam alurnya menjadikan cerita fiksi ini sama realnya dengan real life. Banyak merk yang harus berterima kasih sama novel ini :p
Tapi aku kurang setuju dengan
judulnya. Aku emang kurang tau arti dari Montase dan judul itu awalnya bikin
penasaran. Tapi setelah membaca keseluruhan cerita, aku rasa ‘Sakura di Bulan
April’, yang merupakan judul cerpen sebelum diperpanjang menjadi novel, lebih
cocok. Judul itu lebih menonjolkan hubungan Rayyi dan Haru. Sinopsisnya juga tidak
cocok (no need some explanation about it).
Aku juga tidak merasakan bagian
klimaks di novel ini. Adegan klimaksnya ada sih, tapi kurang gimana gitu.
Mungkin karena setiap bab, yang rata-rata berjumlah lima belas halaman, terlalu
rapi dan tidak menimbulkan efek penasaran dan klimaks yang memuaskan buat aku.
But at last, Montase menyegarkanku dan benar-benar menghibur masa
kesakitanku. Ternyata ada novel yang benar-benar bagus dan memuaskan dibalik
judul dan sinopsis yang absurd itu. Aku hanya perlu memilih dengan cermat dan
nama Windry Ramadhina bisa dijadikan sebagai jaminan. Recommended!
setiap ke toko buku, selalu melirik ke buku ini. tapi karena ragu-ragu, selalu beralih ke lain buku. setelah baca review dari kamu, rasanya jadi penasaran ikut baca juga :)
ReplyDeleteAyoo coba di baca. Bisa jadi 'pemanasan' sebelum baca London: Angel ;)
ReplyDeleteKira-kira dua bulan yang lalu, aku sempat bingung milih beli antara novel ini atau novel Rahasia Sunyi. Beneran, bimbang banget. Tapi karena mikir aku emang butuh narasi dari genre non romance, jadi aku milih Rahasia Sunyi.
ReplyDeleteDan review kita kurang lebih sama. Aku pas baca kilat di toko buku, aku juga mikir ini klimaksnya mana ya? Trus dari topik ceritanya. Aku takut kurang menikmati bagian pembahasan produksi film dsb karena pengetahuan aku cetek banget ttg itu. Tapi kalau baca review ini, kalau emang detailnya bagus, aku jadi tertarik beli (atau minjem ke temen yg punya xD)
Klimaksnya terkesan gak ada ya? Hmm, tapi aku coba dulu deh baca, biar gak penasaran sama si tokoh Rayyi yg katanya menarik ini :D
thanks for reviewing, Dhyn! :D
sekitar beberapa bulan lalu baca novel ini, bisa dibilag telat juga dari temen" yang udah baca duluan, setuju dengan klimaks yang kurang, tapi aku suka pesan dalam novel ini gimana rayyi bersusah payah meraih apa yg diinginkannya. Juga Haru yang sangat sayang sama orang tuanya, sampai dia ngambil jurusan yang awalnya ga disukain. Recomended.. ^_^
ReplyDeleteDear dhila_kudou, nggak suka khawatir nggak ngerti bagian pembahasan produksi film karena penulisnya, Windry, oke banget. Bahkan bikin aku tertarik untuk nyari tau lebih banyak tentang jurusan itu. Aku juga agak ngerti alasan kenapa perfilman Indonesia gitu-gitu aja :p
ReplyDeleteDear Risa Nuraini, Rayyi dan Haru emang oke banget ya ;')
Well, aku juga sudah baca Montase. Secara umum, novel ini bagus. Setting yang nggak biasa (perfilman & IKJ), gaya bercerita yang mengalir, alur yg mudah dimengerti. Namun, ada catatan yang menurutku mengurangi nilai Montase.
ReplyDelete1. Dialog Rayyi malah mengesankan dia cowok yg cengeng, cemen. Membaca kalimat tutur Rayyi dalam Montase seperti omongan cewek yang lagi jatuh cinta. Padahal, dia kan anak IKJ, brani menentang ayahnya, berani motong jalan masa depannya dgn mengambil peminatan dokumenter.
2. Ayah Rayyi, mending digambarkan seorang produser film layar lebar biar kelihatan garang & komersil untuk dihadapkan pada Rayyi yg lebih berminat pd dokumenter yg kesannya kurang mengejar profit.
Selain catatan di atas, aku jg punya catatan lain yang lebih ke arah positif.
1. Biarpun penyakit "leukimia" kesannya pasaran, tapi di tangan Windry, leukimia digambarkan secara elegan. Nggak bikin orang memandang penderita leukimia harus dikasihani melainkan terlihat kuat dan bisa berkarya sampai akhir hidupnya. Keren!
2. Tokoh Haru digambarkan seperti perempuan Jepang pada umumnya: halus dan menarik.
3. Settingnya detail
Udah, itu aja :)
Memang jangan diragukan lagi. Kak Windry Ramadhina memang punya daya ketertarikan sendiri dalam gaya penulisan. Namun sayang aku belum punya novelnya yang ini :(
ReplyDeleteAku juga sekarang lagi ngincer novelnya yang baru "Interlude" kayaknya keren.
Bdw, aku suka gaya review kaka yang simple dan to the point dalam menyampaikan pendapat. Good Job :) :)