Moemoe Rizal
436 Halaman
Gagas Media, 2013
Rp. 57.000,-
Pembaca tersayang,
Siapkan paspormu dan biarkan cerita bergulir. BANGKOK mengantar sepasang kakak dan adik pada teka-teki yang ditebar sang ibu di kota itu. Betapa perjalanan tidak hanya mempertemukan keduanya dengan hal-hal baru, tetapi juga jejak diri di masa lalu.
Di kota ini, Moemoe Rizal (penulis Jump dan Fly to The Sky) membawa Edvan dan adiknya bertemu dengan takdirnya masing-masing. Lewat kisah yang tersemat di sela-sela candi Budha Wat Mahathat, di antara perahu-perahu kayu yang mengapung di sekujur sungai Chao Phraya, juga di tengah dentuman musik serta cahaya neonyang menyala di Nana Plaza, Bangkok mengajak pembaca memaknai persaudaraan, persahabatan, dan cinta.
เที่ยวให้สนุก, tîeow hâi sà-nùk, selamat jalan,
EDITOR
Siapkan paspormu dan biarkan cerita bergulir. BANGKOK mengantar sepasang kakak dan adik pada teka-teki yang ditebar sang ibu di kota itu. Betapa perjalanan tidak hanya mempertemukan keduanya dengan hal-hal baru, tetapi juga jejak diri di masa lalu.
Di kota ini, Moemoe Rizal (penulis Jump dan Fly to The Sky) membawa Edvan dan adiknya bertemu dengan takdirnya masing-masing. Lewat kisah yang tersemat di sela-sela candi Budha Wat Mahathat, di antara perahu-perahu kayu yang mengapung di sekujur sungai Chao Phraya, juga di tengah dentuman musik serta cahaya neonyang menyala di Nana Plaza, Bangkok mengajak pembaca memaknai persaudaraan, persahabatan, dan cinta.
เที่ยวให้สนุก, tîeow hâi sà-nùk, selamat jalan,
EDITOR
Bangkok: The Journal adalah seri ketiga dari Setiap Tempat Punya Cerita
(STPC) dari Gagas Media. Aku butuh usaha yang cukup besar buat bisa ngebaca
novel berwarna ungu yang bagus ini. Aku sering banget kehabisan novel ini (di
toko buku diskon hehehe). Aku menunggu beberapa bulan sambil mengecek twitter
dan toko fisiknya Rumah Buku. Penulisnya sendiri sampe protes hehehe. Akhirnya
minggu kemaren ada update di twitter yang bilang novel ini udah tersedia. Aku
sempat galau karena saat itu bukan lah jadwalnya aku belanja buku. Tapi aku
nggak mau kehabisan lagi. Di hari Minggu pagi kemaren aku langsung ke sana dan
memboyong Bangkok: The Journal ke
rumah hehehe
Bangkok: The Journal menceritakan tentang Edvan, seorang arsitek
sukses asal Indonesia. Di hari pembukaan gedung baru rancangannya di Singapura,
Edvan mendapatkan SMS dari Edvin, adiknya. Edvin menyampaikan sebuah berita
duka, Ibu mereka meninggal dunia. Edvan ogah-ogahan datang ke pemakaman Ibunya
karena dia masih marah dengan pertengkaran mereka sepuluh tahun yang lalu. Kini,
Ibunya sudah pergi, meninggalkan sebuah wasiat untuk mencari jurnal-jurnal dari
tahun 1980an yang tersebar di Bangkok. Edvan tadinya tidak mau menurutinya,
apalagi melihat adiknya kini menjadi transgender
dan berganti nama menjadi Edvina. Tapi karena rasa penyesalannya yang tidak mau
diakui, Edvan bersama Edvina mau terbang ke Bangkok. Di sana, Edvina mengikuti
sebuah kontes kecantikan khusus transgender
sedangkan Edvan menyewa penduduk lokal bernama Charm menjadi pemandu untuk
membantu mencari jurnal tersebut. Adik Charm, Max, kadang ikut membantu dan
memberikan kenyamanan yang tidak terduga.
““Khun melamun lagi?
Jangan terlalu banyak melamun. Di Bangkok banyak hantu. Nanti Khun kerasukan.”
Aku udah kerasukan,
kok. Dirimu ada di hatiku. Itu sudah satu kerasukan yang kualami.”
– halaman 249
Ada satu kata yang jarang aku
gunakan untuk mereview buku, tapi entah kenapa cocok banget untuk Bangkok: The Journal ini. Kata itu
adalah . . GOKIL! Pertama, cerita yang diceritakan dengan gaya jujur
ceplas-ceplos itu tidak gampang ditebak. Awalnya, aku kira ceritanya akan
berputar pada pengalaman si tokoh utama di Bangkok dalam bentuk sebuah jurnal.
Perkiraan aku itu tidak begitu meleset sih. Cuma ternyata jurnalnya bukan punya
si tokoh utama tapi ibunya. Tapi aku agak bingung dengan bab dimana mereka
berada *SPOILER* di ruang persidangan. Siapa
menuntut siapa dan apa tuntutan mereka tidak jelas. Beberapa kalimat dan
orang-orang yang hadir sebenarnya menjelaskan maksud mereka. Tapi aku masih
penasaran aja :O
Kedua, beberapa hal yang khas
dengan Thailand, khususnya Bangkok juga dikaitkan dengan cerita utamanya. Hal
itu seperti bahasa Thai yang terdengar melengking, muaythai sampai transgender.
Bahasa Thai banyak ditemukan disini, tapi aku belum tau artinya. Nggak ada footnotes yang menjelaskan semua itu. Karena
alih-alih menjelaskan bahasa Thai yang semerawut, footnotes yang ada itu malah menjelaskan pikiran Edvan yang narsis.
Footnotes itu selalu sukses bikin aku
ketawa 5555555. Bahasa Thai yang tidak jelas artinya itu didiamkan begitu saja.
Aku harus repot-repot buka Google Translate deh :p
beberapa bab di kasih judul sama dengan judul novel Moemoe Rizal lainnya ;)
Ketiga, ceritanya tidak terasa
dipaksakan, tidak seperti seri STPC sebelumnya. Biasanya si tokoh utama yang
merupakan orang Indonesia sudah lama atau sering bolak-balik ke kota tersebut,
lalu dia bertemu dengan orang Indonesia lagi dan dilengkapi deskripsi-deskripsi
yang kaku dan mirip brosur, cerita mereka terbentuk disana. Tapi disini si
orang Indonesia baru pertama kali mengunjungi kota yang bersangkutan, bertemu
dan dekat dengan orang lokal sana dan Bangkok lah yang membentuk cerita mereka.
Pengalaman pertama si tokoh utama ini membuatnya sangat dekat dengan pembaca
yang sebagian besar belum pernah ke Bangkok. Apalagi pendapat pertamanya
terhadap Bangkok dan kadang membandingkannya dengan beberapa tempat di Indonesia.
Ceritanya jadi lebih real and intimate. This
is the best STPC so far :D
At last, tidak sia-sia aku
menunggu beberapa bulan untuk bisa membaca Bangkok:
The Journal. Ceritanya memuaskan, tidak gampang ditebak dan memberikan
wawasan baru tentang Bangkok. Aku jadi penasaran dengan karya Moemoe Rizal yang
lainnya nih. Very recommended! :D
Aku baca yang Paris, jadi mupeng ingin baca ini, makasih yaaa reviewnya :)
ReplyDeleteMakasih juga udah baca :D
ReplyDeleteaku sudah baca buku ini, dan menurut aku cerita yang disampaikan dibuku ini cukup menarik dan banyak tau tempat wisata di Bangkok
ReplyDelete@UliKerenza