Windry Ramadhina
330 Halaman
Gagas Media, Juli 2013
Rp.52.000,-
Pembaca Tersayang,
Mari berjalan di sepanjang bantaran Sungai Thames, dalam rintik gerimis dan gemilang cahaya dari London Eye.
Windry Ramadhina, penulis novel Orange, Memori, dan Montase mengajak kita menemani seorang penulis bernama Gilang mengejar cinta Ning hingga ke Fitzrovia. Namun, ternyata tidak semudah itu menyatakan cinta. Kota London malah mengarahkannya kepada seorang gadis misterius berambut ikal. Dia selalu muncul ketika hujan turun dan menghilang begitu hujan reda. Sementara itu, cinta yang dikejarnya belum juga ditemukannya. Apakah perjalanannya ini sia-sia belaka?
Setiap tempat punya cerita.
Dalam dingin kabut Kota London, ada hangat cinta menyelusup.
Enjoy the journey,
EDITOR
Mari berjalan di sepanjang bantaran Sungai Thames, dalam rintik gerimis dan gemilang cahaya dari London Eye.
Windry Ramadhina, penulis novel Orange, Memori, dan Montase mengajak kita menemani seorang penulis bernama Gilang mengejar cinta Ning hingga ke Fitzrovia. Namun, ternyata tidak semudah itu menyatakan cinta. Kota London malah mengarahkannya kepada seorang gadis misterius berambut ikal. Dia selalu muncul ketika hujan turun dan menghilang begitu hujan reda. Sementara itu, cinta yang dikejarnya belum juga ditemukannya. Apakah perjalanannya ini sia-sia belaka?
Setiap tempat punya cerita.
Dalam dingin kabut Kota London, ada hangat cinta menyelusup.
Enjoy the journey,
EDITOR
Aku butuh waktu yang sangat lama
buat baca novel Setiap Tempat Punya Cerita seri kelima ini. Alasannya sama
dengan yang aku kemukakan di review Bangkok: The Journal, aku nunggu novel
London: Angel ada di toko buku diskon langganan aku. Aku banjiri terus akun
Twitternya dengan pertanyaan tersebut dan selalu mengecek toko fisiknya (dan
akhirnya beli novel lain). Usaha (menunggu) aku akhirnya berbuah. Suatu hari,
admin Twitter mengumumkan novel bersampul merah ini sudah terpajang di bagian
New Arrival. Besoknya aku langsung pergi ke sana dan membelinya :D
London mengisahkan tentang
Gilang, seorang penulis dan editor fiksi dan Ning, pengagum seni. Mereka sudah
bersahabat sejak kecil. Sayangnya Gilang baru menyadari dia jatuh cinta pada
Ning, saat gadis itu pergi untuk sekolah dan akhirnya berkerja di London. Atas
desakan teman-temannya, Gilang nekad terbang ke London untuk menyatakan cinta.
Ning sedang keluar kota saat Gilang sampai di sana. Sambil menunggu, Gilang
memanfaatkan waktunya dengan bersosialisasi dengan orang-orang di penginapannya
dan juga mengujungi tempat-tempat wisata di sana. Saat berada di depan London
Eye, hujan tiba-tiba turun. Hujan itu mempertemukan Gilang dengan seorang gadis
cantik berambut ikal keemasan.
London: Angel ini pertamanya
kerasa bosen. Belum keliatan geregetannya gitu. Aku juga sempet males-malesan
bacanya. Tapi aku coba ingat karya terakhir sang penulis, yaitu Montase.
Montase juga agak membosankan di bagian awalnya. Tapi bagian tengah dan
seterusnya begitu nonjok! Dan London: Angel juga kayak gitu. Bagian akhirnya
nggak ketebak dan bikin aku sempet nangis hehehe. Selain pola penceritaannya
itu, aku selalu kagum dengan cara penulis mendeskripsikan suatu tempat. Jadi
saat aku membacanya, aku bisa membayangkan tempat tersebut dengan jelas :D
London: Angel mengambil sudut
pandang orang pertama, yaitu Gilang. Dari kacamata Gilang lah, kita diajak
berhujan-hujanan di Fitzrovia, mengunjungi museum seni, theater dan kebiasaan
orang-orang disana. Hal ini agak bertentangan dengan logika ceritanya ya. Kan
Gilang ceritanya baru pertama kali ke London, tapi dia udah bisa beradaptasi
dan tau hal-hal tentang London. Aku tahu bahwa ada kemungkinan Gilang baca
brosur atau memang sudah tau (diakan penulis loh) sebelumnya. Tapi kurang cocok
aja buat aku.
Walaupun begitu, aku nggak bisa
boong kalo aku suka banget sama London: Angel. Novel ini telah memberikan
pengalaman ‘keliling’ London dan hal-hal manis tapi tidak cengeng di bawah
rintik-rintik hujan. Recommended!
No comments:
Post a Comment
Thanks for leave your comment :D