Pantai Kupu-Kupu

by - 1:17 PM

Elia Bintang
169 halaman
Plotpoint, Mei 2014
Rp. 37.000,-

Aku ingin mencintai
sampai tak bisa mati,
sampai napas menolak berhenti.
Seperti bulan yang tak pergi
dari langit pagi.

Nina pergi ke Pantai Kupu-kupu untuk mencari tujuan hidupnya. Dia bertemu Sam, seorang musisi indie, yang sedang mendamba kekasih hidup. Sepanjang malam mereka jalan-jalan, mengobrol tentang musik, pemberontakan, impian yang gagal, hingga legenda Perempuan Kupu-kupu.

Pantai Kupu-kupu adalah tempat yang tiada namun ada. Tiada karena tak tercantum dalam peta mana pun. Ada karena beredar sebuah kisah tentang matahari yang terbit setiap pagi seraya menebarkan jutaan kupu-kupu.

Pantai Kupu-Kupu adalah salah satu buku dari early birthday gift dari aku sendiri hehehehe. Kenapa aku pilih novel ini? Aku suka cover-nya yang nggak biasa, warna yang dominan itu warna gelap, bukan cerah ceria seperti cover novel komersil lainnya. Lalu aku tertarik dengan sinopsisnya. Dari pendapat aku sih, petualangan dua tokoh utamanya akan mirip film Before Sunrise, Before Sunset dan Before Midnight gitu. Dan terakhir, aku liat tweet Rio Dewanto yang ngungkapin dia suka banget sama novel ini hihihihi. Let’s review the book now ;)

"Lucu, ya, bagaimana hal luar biasa bagi seseorang ternyata biasa bagi orang lain. Sebetulnya ‘biasa’ dan ‘luar biasa’ cuma masalah persepsi. Semua netral pada dasarnya." – halaman 23

Nina, gadis delapan belas tahun, mencari jati dirinya dengan pergi ke Pantai Kupu-Kupu. Dia mendengar ribuan kupu-kupu keluar saat matahari terbit dengan ajaib. Fenomena tersebut akan terjadi sekitar delapan jam lagi, maka dia mencari Penginapan Pelangi, penginapan di mana dia dan orang-orang asing yang dianggap saudara-saudari berkumpul. Dalam perjalanan, dia bertemu dengan Sam, penduduk lokal yang lebih tua enam tahun darinya. Sam menawarkan diri untuk mengantar Nina. Dia juga menawarkan diri untuk menemani Nina melihat kemunculan kupu-kupu tersebut. Dalam jam-jam menuju pagi, Nina dan Sam mengobrol tentang hidup mereka masing-masing, pandangan pribadi tentang isu-isu sosial dan juga legenda Perempuan Kupu-Kupu.

"Aku pernah sangat pesimistis. Percayalah, itu tak akan membawamu ke mana-mana. Itu hanya menyiksamu, membuatmu sulit menikmati hidup." – halaman 113

Saat membaca kalimat pertama Pantai Kupu-Kupu, aku ngerasa rada males. Soalnya kalimatnya sekilas kayak yang penuh kiasan, berbunga-bunga dan berpotensi bikin galau. Tapi ternyata tidak demikian. Aku terhanyut dalam ceritanya dengan cepat. Gaya bahasanya sederhana, mengalir dan enak dibaca. Sebenarnya, sih, aku rada bingung dengan point of view-nya yang banyak banget, ada Nina, Sam dan ‘kami’ (entah siapa ‘kami’ itu). POV itu berganti-ganti dengan cepat.  Di satu paragraf, menggunakan POV ‘kami’ (I guess), diceritakan lah bungalo Penginapan Pelangi berjumlah 20. Lalu di paragraf selanjutnya, dijelaskan Nina tidak tau jenis-jenis tanaman yang ada di dalam Penginapan Pelangi, ini pasti ganti ke POV Nina, kan? Lalu deskripsinya lumayan minim. Lebih banyak dialognya. Weirdly, I’m fine with that. Karena kekuatan cerita ini memang ada di dialog-dialognya :D

"Waktu remaja, kita semua ingin bebas. Tapi, saat dua puluhan, kita sadar kebebasan itu tidak gratis. Orang paling bebas di dunia pun, yang kerjanya cuma senang-senang dan tidur sepanjang hari, pasti bisa begitu karena ada orang lain yang menanggung hidupnya. Dengan kata lain, ada orang lain yang menanggung kebebasannya." – halaman 113-114

Obrolan ngalor-ngidul Nina dan Sam menarik, nggak ngebosenin dan bikin aku senyum-senyum sendiri. Persis seperti yang aku perkirakan. Topik-topik yang mereka bahas macem-macem, dari legenda Pantai Kupu-Kupu, pencarian jati diri, kisah cinta masing-masing yang tidak sempurna, pemikiran legalisasi ganja dan perkumpulan mereka yang unik sekaligus aneh. Semua itu mengalir aja, nggak menggurui sama sekali tapi tetep bikin mikir. Saat aku tau mereka hidup begitu bebas, aku langsung mikir mereka itu semacam gipsy atau hipster gitu. Memang benar, tapi nggak seperti yang aku kira. Mereka hanya pengen bebas, mandiri dan idealis. Hal-hal yang susah dijaga di kehidupan masa kini. Lalu ending-nya, ending-nya pas dan manis banget ;)

Tumben, pembatas bukunya biasa aja :o

At last, aku suka banget sama Pantai Kupu-Kupu ini. Ceritanya unik, suka gaya bahasanya dan dialog-dialognya asyik. Satu hal yang ngehambat aku ngasih bintang empat adalah POV-nya itu dan jumlah halamannya yang terlalu singkat. Gimana, ya, kehidupan Nina dan Sam setelah hari itu? Penulis mau bikin sekuel, gak? Atau untuk novel selanjutnya, tolong tulis cerita yang lebih panjang, ya, please :)

You May Also Like

7 comment(s)

  1. Kovernya sekilas kayak gak niat, tapi ternyata... Buku dgn kover nyeleneh justru menyimpan cerita dan ending yang manis. Iya setuju, Kak! Tp kayaknya cerita sekeren apapun bakalan terkesan kurang panjang deh :D hahaha

    ReplyDelete
  2. saya pernah melihat buku ini di gramedia namun belum sempat membelinya, sudah terlanjur beli buku yg lain.


    WAH, ceritanyaaaaaaaaaaa...nyesssh

    ReplyDelete
  3. "Aku pernah sangat pesimistis. Percayalah, itu tak akan membawamu ke mana-mana. Itu hanya menyiksamu, membuatmu sulit menikmati hidup."

    Sukaaa sekali sama kutipan di atas.
    Kayaknya novel ini sarat pesan moral.
    Worth to read lah. :))

    ReplyDelete
  4. Ini novel penulis sini? Aku suka baca novel yang banyak dialog berisi. Biasanya dari pengarang luar. Jarang dapet itu dari buku pengarang sini. Jadi tertarik. ehehe

    ReplyDelete
  5. aku suka sama cerita di novel ini. Sampai aku jadiin tugas kuliah analisis novel . :D heheh

    ReplyDelete
  6. aku senang sama cerita novel ini. pertamanya sih aku coba2 baca. Tapi stelah kubaca terus, menarik banget. dan novel ini aku pernah buat tugas kuliah analisis novel :D heheh

    ReplyDelete

Thanks for leave your comment :D