Edge of
Tomorrow
Genre:
Action/Sci-Fi
Director:
Doug Liman
Cast:
Tom Cruise,
Emily Blunt, Bill Paxton, Brendan Gleeson, Kick Gurry, Dragomir Mrsic, Charlotte
Riley, Jonas Armstrong, Franz Drameh, Masayoshi Haneda, Tony Way, and Noah
Taylor
Major William Cage yang biasa bekerja
di belakang meja tiba-tiba ditugaskan di garis paling depan dalam pertempuran
melawan alien, yang disebut sebagai Mimics, yang tengah menghantui beberapa wilayah Eropa. Dia harus
menyesuaikan diri sebagai prajurit, berlatih dalam sebuah tim dan menggunakan
teknologi baju besi. Beberapa menit setelah mendarat di medan tempur, dia
diserang mahkluk alien yang agak berbeda dan tersiram darahnya. Saat dia terbangun,
penugasan dirinya ke perkemahan prajurit terjadi lagi seperti mimpi. Hal itu terus terjadi jika dia mati terbunuh.
Saat mati untuk kesekian kalinya, dia bertemu dan diberi sebuah pesan aneh oleh
Sergeant Rita Vrataski.
Setelah bangun dan kembali ke waktu
sebelum terjun ke medan perang, Cage langsung mencari Vrataski. Vrataski
ternyata pernah mengalami hal yang sama dengan Cage. Lalu dia merancang sebuah
rencana untuk menemukan titik pusat alien tersebut. Sedikit demi sedikit, Cage
dan Vrataski mendekati tujuan mereka. Cage harus berlatih dan mati berkali-kali
untuk mencapai kemajuan tersebut. Cage akhirnya berjuang sendiri setelah sadar,
seberapapun dia berusaha, apapun yang dicoba, Vrataski tetap akan mati di
tengah jalan.
Edge
of Tomorrow ini adalah film action
yang menegangkan, memacu adrenalin, memeras otak sekaligus bisa bikin ketawa
ngakak. Kenapa bisa begitu? Film ini menegangkan dan memacu adrenalin karena
ini bercerita tentang pertarungan manusia dan mahkluk alien. Tentunya banyak
adegan pertempuran seperti saling menembak, membunuh, bertahan hidup dan korban
berjatuhan. Ketika elemen memutar waktu ditambahkan, otak kita jadi otomatis
berpikir. Bagian ini agak membingungkan, memang. Apalagi perputaran waktu
berpengaruh besar pada kesimpulan akhir filmnya. Ah, sudahlah, itu bisa
dipikirin nanti atau baca di Wikipedia. Aku lebih suka ngeliat dan ngetawain ekspresi
Tom Cruise yang memerankan Cage. Di sini tokoh yang Cruise perankan berbeda
dengan peran-peran jagoan yang hebat dan serba bisa. Jadi Cruise keliatan lucu
banget hahahaha. Oh, jangan lupa sama Emily Blunt yang memerankan Vrataski. She’s looking good as always, tapi aksen
British-nya masih terdengar jelas di telingaku.
My favorite scene: Wajah
bengong nan polos Cage saat dia bangun dan mengulang hari untuk kesekian
kalinya hahahaha
***
The Fault
in Our Stars
Genre:
Drama/Comedy
Director:
Josh Boone
Cast:
Shailene
Woodley, Ansel Elgort, Nat Wolff, Laura Dern, Sam Trammell, Willem Dafoe, Lotte
Verbeek and Mike Birbiglia
Hazel Grace Lancaster, seorang remaja
yang mengidap kanker paru-paru stadium 4, menghadiri sebuah grup penyemangat
bagi penderita kanker. Di sana dia bertemu dengan Issac, remaja yang akan
melakukan operasi mata dan temannya, Agustus ‘Gus’ Waters, remaja yang dinyatakan
sembuh dari kanker tulang setelah kehilangan sebagian kakinya. Gus
terang-terangan mengungkapkan bahwa dia tertarik dengan Hazel. Hazel tidak
menanggapinya sungguh-sungguh karena dia merasa dirinya dan kanker seperti bom
waktu yang akan meledak setiap saat. Tetapi Hazel dan Gus banyak menghabiskan
waktu bersama dan menyukai sebuah novel berjudul An Imperial Affliction. Novel itu mempunyai akhir
cerita yang ganjil. Hazel ingin sekali bertemu dengan penulisnya, Peter van Houten yang
mengasingkan diri di Amsterdam. Dengan segala upaya, Hazel, ibu Hazel dan Gus
berhasil pergi ke sana. Sayangnya, sikap sang penulis tidak seperti yang Hazel
selama ini bayangkan.
The
Fault in Our Stars is the
best! Ceritanya manis, mengharukan dan terasa remajanya. Walaupun kanker
hidup di badan masing-masing karakter, ini bukan film tentang kanker. Ini film
tentang dua remaja yang saling jatuh cinta. Hanya saja waktu yang mereka punya
sangat terbatas, dan mereka tahu itu. Oh, iya, jalan ceritanya setia loh sama
novelnya. Sebenernya banyak sih yang detail nggak dibahas, seperti apa isi
cerita buku atau minimnya cerita tentang keluarga Gus. But it was good, very good. Bagian-bagian penting dan memorable-nya ada koq. Hal lain yang
menyenangkan dari film adaptasi ini adalah hebatnya Elgoft membawa Gus menjadi
nyata. Ah, pokoknya pas banget. Eits, Woodley juga berhasil koq membawakan tokoh
Hazel. Tapi tetep aku lebih suka Gus di sini. Senyumnya bikin aku tersipu-sipu
sendiri.
Banyak pengalaman menarik saat akan,
sedang dan selesai menonton film ini. Mengantri panjang dan bersaing dengan
calon penonton yang sebagian memilih Transformers 4 (they didn’t know what they missed), lupa mempersiapkan tisu yang
bikin aku menahan tangis sepanjang film, dan dikomentari pacar penonton sebelah
karena mataku tidak basah. Uggh, dia nggak tau apa aku udah nangis-nangis saat
baca bukunya. So, kalian harus nonton. Jangan lupa bawa tisu dan kalo bisa
jangan ngajak pacar yang nggak sensitive hehehehe.
My
favorite scene: saat Gus mengangkat kedua alisnya, bersamaan
dan dua kali, kepada Hazel di acara makan malam di Amsterdam. Soo cute!
***
Step Up
All In
Genre:
Drama
Director:
Trish Sie
Cast:
Ryan
Guzman, Briana Evigan, Misha Gabriel, Adam Sevani, Alyson Stoner, Izabella Miko,
Mari Koda, MartÃn Lombard, Christopher Scott, Stephen "tWitch" Boss, Luis
Rosado, Chadd Smith, Parris Goebel, Stephen "Stevo" Jones, David
"Kid David" Shreibman, Celestina Aladekoba and Freddy HS
Setelah membintangi sebuah iklan, Sean
dan The Mob pergi ke LA dan mengikuti banyak audisi menari. Karena tidak
kunjung mendapatkan pekerjaan, sisa anggota The Mob memilih untuk pulang ke
Miami, sedangkan Sean tetap bertahan. Sean melihat info audisi The Vortex,
sebuah kompetisi menari yang berhadiah kontrak pertunjukan sendiri selama tiga
tahun di Las Vegas. Sean mengajak Moose untuk membentuk sebuah tim dan
mendaftarkan diri. Moose setuju dan tak susah untuknya mengumpulkan teman-teman
penarinya, termasuk Andie, yang sempat berhenti karena cedera. Masalah tidak
hanya dari lawan terberat mereka, The Grim Knights, tapi juga dari dalam tim.
Contohnya, Sean dan Andie seringkali mengalami ketidakcocokan saat berlatih dan
bersikeras memimpin tim dengan caranya masing-masing. Tapi keduanya punya satu
hal yang sama, mereka belum bisa melupakan mantan kekasih mereka yang sama-sama
penari.
Step
Up All In ini masih sama dengan tiga film Step Up sebelumnya. Ceritanya masih berputar pada sekelompok penari, entah dari jalanan
atau sudah terkenal dan kompetisi atau sesuatu yang harus dicapai dengan tarian.
Yang membedakannya adalah banyak wajah familiar yang kembali seperti Andie dari
Step Up: The Street, Sean dari Step Up Revolution dan Moose yang seringkali
muncul sebentar di banyak sekuel Step Up. Ini menarik! Apalagi mereka juga
membahas sedikit tentang kisah cinta Andie dan Sean yang kandas karena hubungan
jarak jauh. Dan sudah ditebak, Andie dan Sean jadi lebih dekat dengan nasib
yang serupa itu.
Sayangnya, cerita cinta baru itu tidak
begitu dieksplor. Mungkin karena ini film tentang tarian, ya tarian lah yang
paling banyak mendominasi durasi. Cerita sih nggak begitu penting. Untuk segi
tarian, seperti biasa keren dan bikin menganga. Banyak elemen baru yang
menantang dan tak biasa hadir di sini, seperti api dan pasir. Tapi aku merasa musiknya
tidak sesuai. Musiknya terlalu keras, beat-nya
gak sesuai dengan gerakan, kurang enak aja liatnya.
You
know what, aku nonton trailer-nya
lagi setelah pulang dari bioskop. Ternyata adegan-adegan penting dan paling
hebat itu udah ada di sana semua. Tapi aku beneran suka dengan kembalinya Andie
dan pemain lain dari film Step Up sebelumnya. So, for Step Up’s produsers, kalo mau bikin film terusannya lagi (pasti
kayaknya) coba ajak pemain lama, terutama Channing Tatum dan Jenna Dewan-Tatum
yaaaa.
My favorite (dancing) scene: Sean dan
Andie jalan-jalan berdua, menemukan taman bermain tak terpakai lalu menari
bersama. Nah, di sini lagu dan gerakannya cocok.
No comments:
Post a Comment
Thanks for leave your comment :D