Eka Kurniawan
252 halaman
PT. Gramedia Pustaka Utama, Mei 2014
Rp. 58.000,-
Di puncak rezim yang penuh kekerasan, kisah ini bermula dari satu
peristiwa: dua orang polisi memerkosa seorang perempuan gila, dan dua bocah
melihatnya melalui lubang di jendela. Dan seekor burung memutuskan untuk tidur
panjang. Di tengah kehidupan yang keras dan brutal, si burung tidur merupakan
alegori tentang kehidupan yang tenang dan damai, meskipun semua orang berusaha
membangunkannya.
"Eka
Kurniawan: an unconventional writer."
– Weekender, The Jakarta Post
Aku mengenal karya Eka Kurniawan
sebelumnya, Cantik Itu Luka, dari seorang guru bimbingan belajar. Novel yang
menarik, walaupun penuh dengan hal-hal yang mengangetkan dan banyak ketelanjangan.
Tapi anehnya setelah itu aku tidak berusaha mencari karya Eka Kurniawan yang
lain. Padahal aku nggak merasa trauma atau kapok, loh. Dua tahun kemudian, sampul
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar
Tuntas muncul di salah satu foto yang diunggah Bernad Batubara di Instagram.
Hmm, judulnya menarik dan tak disangka
premis ceritanya agak nyeleneh. Maka kumasukan novel ini ke dalam my early birthday gift. Let’s review it now ;)
Ajo Kawir kecil diajak teman
baiknya, Si Tokek untuk mengintip perempuan gila yang sangat mengagumkan jika
sedang telanjang. Dalam beberapa waktu dalam sebulan, Rona Merah, begitulah dia
dipanggil, diperkosa oleh dua orang polisi. Sialnya, kedua polisi itu memergoki
Ajo Kawir dan memaksanya menonton mereka menuntaskan hasratnya dari dekat.
Sejak saat itu, kemaluan Ajo Kawir tidak bisa ‘bangun’. Ajo Kawir dibantu Si
Tokek dan orang-orang terdekat sudah berusaha membuatnya ‘sembuh’. Tapi tidak
ada yang berhasil. Si Tokek merasa sangat bersalah. Dia bersumpah tidak akan
menyentuh perempuan sebelum Ajo Kawir kembali ‘normal’.
"Si
Tokek berpikir, kita tak bisa menghentikan seseorang dari jatuh cinta. Bahkan orang
yang jatuh cinta itu sendiri. Jatuh cinta seperti penyakit. Ia bisa datang
kapan saja, seperti kilat dan geledek, dan bisa tanpa sebab apa pun. Bahkan ketika
ada alasan untuk tidak jatuh cinta, seperti dialami Ajo Kawir, cinta merupakan
sesuatu yang tak terelakan." – halaman 64
Kekurangan yang dimiliki Ajo
Kawir membuatnya tidak takut apapun. Masa remajanya diisi dengan berkelahi,
dengan atau tanpa alasan yang khusus. Pada suatu waktu dia bertemu dengan
Iteung, gadis menawan yang jago berkelahi dan berhasil membuatnya babak belur.
Mereka jelas tertarik satu sama lain. Namun, Ajo Kawir memutuskan untuk mundur.
Dia tidak yakin dirinya bisa memenuhi kebutuhan biologis Iteung. Untuk
melampiaskan rasa sedihnya, Ajo Kawir menerima tawaran untuk membunuh orang
yang dikenal dengan sebutan Si Macan.
Agak susah menyelesaikan novel Seperti
Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
ini. Isinya memang tidak terlalu tebal. Cerita cuma dibagi dalam delapan bab.
Tapi tiap babnya menghabiskan 30 halaman. Lalu temanya yang mengelitik juga
seringkali bikin aku menahan nafas. Dan kesulitan terakhir adalah bulan puasa saat itu sudah di depan mata. Setelah
hampir tiga minggu, dengan jeda seminggu lebih, aku akhirnya berhasil
menyelesaikannya. What I thought about
the story? I loooooooove it!
"Kemaluan bisa menggerakan orang dengan biadab. Kemaluan merupakan otak kedua manusia, seringkali lebih banyak mengatur kita daripada yang bisa dilakukan kepala. Itu yang kupelajari dari milikku selama bertahun-tahun ini. Tapi kemaluan juga bisa memberimu kebijaksanaan. Itu juga kupelajari dari milikku." – halaman 126
Cerita Ajo Kawir ini super
blak-blakan. Dari tema, gaya bercerita dan pilihan kata-katanya. Tapi yang
dibahas tidak hanya masalah kejantanannya saja. Tapi lebih mengarah ke masalah
yang ditimbulkan karena dia tidak bisa ‘bangun’. Contohnya masalah dia dengan
Iteung yang sempet bikin aku galau berhari-hari. Seriusan!
Kisah cinta mereka itu sederhana, manis dan bikin nangis. Ada satu bagian yang
paling kusuka di mana Iteung memohon Ajo Kawir menjadi pacarnya di bawah hujan
lebat. Ajo Kawir bukannya ngomong jujur malah mengelengkan kepala saja. Siaaaal
kau Ajo Kawiiiir! Aku puas Si Tokek mewakiliku untuk memukul Ajo Kawir. Masalah
ini membuatnya terjebak dalam masalah-masalah lain, yang sayangkan tidak bisa
aku sebutkan karena semua itu termasuk spoiler,
hehehehe.
Selain tema cerita, hal yang
menarik dari novel ini adalah gaya berceritanya. Entah mengapa dan untuk alasan
apa, satu cerita dalam sebuah bab diceritakan dalam pola yang tidak berurutan.
Contohnya saat Ajo Kawir mencari si Macan untuk menghindari dirinya mencari
Iteung. Cerita perjalanan, pencarian dan penantian akan kehadiran si Macan itu
diselingi keinginan Ajo Kawir melihat Iteung. Kadang setelah satu paragraf pendek,
cerita tentang satu hal tersebut ditutup, dengan tanda garis. Lalu di paragraf
selanjutnya, yang tak kalah singkat, membahas hal lain. Kekurangannya sih gaya
bercerita ini akan membuat kebingungan yang sementara. Namun, kelebihannya adalah
membuat pembaca penasaran dan sibuk menerka-nerka hubungan antara kedua cerita
tersebut. Namun, sebenarnya kebingungan dalam menyerap cerita terpotong-potong
itu tidak terlalu kentara karena gaya bahasa dan pilihan katanya dan enak
dibaca. Coba kamu baca dua kutipan panjang di atas. Pilihan katanya sederhana
saja, tapi ngena banget, kan? Itu dia yang bikin aku balik lagi dan
menghabiskan novel ini :)
"Mengetahui lebih banyak, hanya akan memberimu masalah lebih banyak." – halaman 239
Tapi aku tetap saja punya
kekecewaan dengan novel ini. Kurang panjang. Di pertengahan novel, cerita
terasa terburu-buru dan tidak mendetail. Beda dengan bab-bab awal. Aku juga
masih penasaran dengan cerita dan latar belakang karakter lain selain Ajo
Kawir. Walaupun Si Tokek, Iteung, Mono Ompong bahkan Rona Merah punya bagian
khusus untuk menceritakan kisah mereka, kisahnya terlalu singkat. Kisah Jelita
malah masih misterius. Dia begitu cepat datang dan pergi. Padahal aku sempet
kesel dengan kemunculan namanya di antara Ajo Kawir dan Iteung. Namanya juga
sedikit mengingatkanku kepada si Cantik di Cantik itu Luka. Mungkinkan
ceritanya saling berkaitan? I want some answers!
At last, Seperti Dendam,
Rindu Harus Dibayar Tuntas pantas untuk dibeli, dibaca dan dikoleksi. Harus
mungkin. Jangan buru-buru menyerah karena membaca tentang tema menyelenehnya.
Cobaaaa dulu. Sekali-kali boleh lah baca buku yang bertema agak berat dan agak
nyastra, hehehe. But make sure you’re over 21. Because the back-cover said so. Recommended!
:D
No comments:
Post a Comment
Thanks for leave your comment :D