Robert Galbraith
536 Halaman
PT. Gramedia Pustaka Utama, Oktober 2014
Rp. 119.000,-
Seorang novelis bernama Owen Quine menghilang. Sang istri mengira
suaminya hanya pergi tanpa pamit selama beberapa hari—seperti yang sering dia
lakukan sebelumnya— lalu meminta Cormoran Strike untuk menemukan dan membawanya
pulang.
Namun, ketika Strike memulai penyelidikan, dia mendapati bahwa perihal menghilangnya Quine tidak sesederhana yang disangka istrinya. Novelis itu baru saja menyelesaikan naskah yang menghujat orang banyak—yang berarti ada banyak orang yang ingin Quine dilenyapkan.
Kemudian mayat Quine ditemukan dalam kondisi ganjil dengan bukti-bukti telah dibunuh secara brutal. Kali ini Strike berhadapan dengan pembunuh keji, yang mendedikasikan waktu dan pikiran untuk merancang pembunuhan yang biadab tak terkira.
Detektif partikelir Cormoran Strike beraksi kembali bersama asistennya, Robin Ellacott, dalam novel misteri kedua karya Robert Galbraith, pengarang bestseller nomor 1 internasional The Cuckoo’s Calling. Robert Galbraith adalah nama alias J.K. Rowling.
“Kisah yang memikat, bukan hanya karena kejutan dan pelintirannya, tapi juga karena kerja tim yang seru... tokoh-tokoh yang ingin kita ketahui kelanjutan ceritanya.”
— Time
Namun, ketika Strike memulai penyelidikan, dia mendapati bahwa perihal menghilangnya Quine tidak sesederhana yang disangka istrinya. Novelis itu baru saja menyelesaikan naskah yang menghujat orang banyak—yang berarti ada banyak orang yang ingin Quine dilenyapkan.
Kemudian mayat Quine ditemukan dalam kondisi ganjil dengan bukti-bukti telah dibunuh secara brutal. Kali ini Strike berhadapan dengan pembunuh keji, yang mendedikasikan waktu dan pikiran untuk merancang pembunuhan yang biadab tak terkira.
Detektif partikelir Cormoran Strike beraksi kembali bersama asistennya, Robin Ellacott, dalam novel misteri kedua karya Robert Galbraith, pengarang bestseller nomor 1 internasional The Cuckoo’s Calling. Robert Galbraith adalah nama alias J.K. Rowling.
“Kisah yang memikat, bukan hanya karena kejutan dan pelintirannya, tapi juga karena kerja tim yang seru... tokoh-tokoh yang ingin kita ketahui kelanjutan ceritanya.”
— Time
Aku sama sekali tidak tertarik
dengan kelanjutan aksi Cormoran Strike di The
Silkworm - Ulat Sutra. Ketidaktertarikan itu sedikit pudar setelah
gembar-gembor acara launching-nya
yang diadakan di Gramedia di kotaku. Sabtu siang, sekitar delapan jam sebelum
acara tersebut, aku melihat tumpukan The
Silkworm - Ulat Sutra di Rumah Buku. Koq bisa, ya? Aku coba ambil satu dan membaca
sinopsis singkat di bagian belakangnya. Sangat menarik! Lalu ada dorongan yang
sangat kuat untuk membawanya ke kasir. Tarikan berat tasku, yang telah diisi
buku tebal tersebut, tidak terasa menyiksa sama sekali. Karena aku sangat puas,
‘penuh’ dan ‘lengkap’! Buku ini selesai dibaca kurang dari 48 jam saja. Now, let’s review it! :)
"Strike
tak mampu menahan perasaan hangat terhadap Robin, yang tetap berdiri bersamanya
ketika dia berada pada titik terendah hidupnya dan membantu mengubah peruntungannya;
selain itu, dengan penglihatannya yang normal, Strike juga tidak dapat
mengingkari bahwa Robin adalah wanita yang sangat enak dipandang." –
halaman 37
Delapan bulan setelah terungkapnya
kasus Lula Landry, bisnis detektif Cormoran Strike berkembang pesat. Setiap
hari dia sibuk mengurus kasus dari para kliennya, yang rata-rata menyangkut dugaan
perselingkuhan dan aset berharga. Robin Ellacort masih setia menjadi
asistennya. Dia bersikeras mempertemukan bosnya dengan tunangannya, Matthew.
Hubungan buruk tanpa sebab antara kedua lelaki itu menyulitkan Robin untuk
menikmati pekerjaannya. Dia juga mulai kesal dengan Strike yang
memperlakukannya sebagai asisten biasa setelah apa yang dia hasilkan untuk
kasus sebelumnya.
Suatu hari Loenora Quine datang ke
kantor Strike dan meminta bantuannya untuk mencari dan membawa pulang suaminya,
Owen, yang merupakan penulis novel. Suaminya itu memang mempunyai kebiasaan pergi
tanpa pamit dan menghilang selama beberapa hari. Tetapi Leonora ingin dia
segera pulang karena anak perempuan mereka membutuhkannya. Dia juga merasa
dirinya dibuntuti oleh seseorang yang tak dikenal.
"Lagi
pula, mengapa sebenarnya dia
membuang-buang waktu untuk kasus Owen Quine? Dia bertanya pada diri sendiri
sambil menunduk menghindari empasan hujan yang mengigit. Rasa penasaran,
jawabnya dalam hati setelah merenungkannya sejenak, dan barangkali sesuatu yang
tidak semudah itu diungkap." – halaman 58
Mengacu pada keterangan yang diberikan
Leonora, Strike menghubungi orang-orang yang berkaitan dengan Owen. Lalu diketahuilah
Owen baru menyelesaikan novel terbarunya berjudul Bombyx Mori - nama Latin untuk ulat sutra. Dalam novel tersebut, Owen
menciptakan tokoh-tokoh yang mirip dengan orang-orang terdekatnya, baik pribadi
dan profesional, dan secara simbolik mengungkapkan rahasia buruk mereka. Owen
sendiri ada di sana sebagai tokoh utama yang akhirnya dimasak dan dilahap
tokoh-tokoh lain.
Pencarian Owen membawa Strike ke
sebuah rumah tua, yang diwariskan kepada Owen serta teman sesama penulisnya.
Keadaan di dalam rumah itu sangat buruk. Di lantai atas, Strike menemukan Owen
yang sudah mati dengan kondisi yang mengenaskan. Keadaan mayat tersebut sama
persis dengan penggambaran terbunuhnya tokoh utama di akhir novel Bombyx Mori. Setelah penyelidikan yang
sangat rumit, polisi menemukan semua bukti-bukti mengarah kepada sang istri, Leonora.
"Kita
tidak saling mencintai; kita mencintai gagasan
yang kita miliki tentang yang lain. Hanya sedikit manusia yang memahaminya
ataupun sanggup merenungkannya. Mereka buta terhadap kemampuan imajinasi mereka
sendiri. Semua bentuk cinta, pada akhirnya, adalah cinta kepada diri sendiri."
– halaman 348
Kesadisan, kerumitan dan ketegangan
kasus di The Silkworm - Ulat Sutra ini
bikin nagih!
Sulit rasanya menutup buku ini. Setelah selesai membaca pun, aku kembali
membuka-buka bagian tertentu untuk menikmati ‘sensasi’-nya lagi. Seperti
tertulis di atas, kasus kali ini adalah pembunuhan sadis. Semakin terasa sadis jika
mengingat kaitannya dengan sastra. Lalu kerumitannya muncul dari teka-teki
kondisi mayat Owen yang parah. Kondisinya membuat sulit menentukan waktu
kematiannya dan detail lain. Perbuatan pelaku tersebut menjadi tanda tanya
sendiri, siapa yang begitu kejam sekaligus pandai melakukan kejahatan seperti
ini dan apa motifnya? Setiap bukti-bukti dan percakapan wawancara Strike dengan
orang yang kemungkinan adalah pelakunya sangat membuatku deg-degan. Setiap
penemuan hal baru mengarah pada satu orang, lalu orang lain, kembali ke dia,
lalu orang lain, orang lain dan seterusnya. Saat Strike sudah punya teori tentang
pelakunya, dengan liciknya dia (Strike atau penulisnya, nih?) merahasiakannya
dan tidak mengungkapkannya dalam bentuk tulisan. Aku jadi geregetan sendiri. Siapa
sih? Siapa pelakunya? Tapi aku tidak mau gampang dikendalikan oleh cerita
seperti ini. Not anymore. Aku memilih
satu orang dan berpegang teguh sampai akhir cerita. Berat rasanya, apalagi
orang yang aku pilih tidak sering muncul. Hasilnya? Salah besar! Aku terkecoh
lagi, but big applause for the writer
:D
Saking sadis dan tegangnya menyimak
kasus ini, aku sampai ketakutan sendiri dan mendadak ogah ke kamar mandi
malam-malam. Aku harus menyakinkan diri dulu, ‘ini kan cerita detektif, bukan horor, Dhyn!’
Serem banget, sumpah. Aku terus membayangkan kondisi mayat Owen dan kaitannya
dengan Bombyx Mori. Hal yang
mengalihkan perhatianku sejenak adalah hubungan Strike, Robin dan Matthew.
Tidak bisa dibilang cinta segitiga sih, karena Robin jelas-jelas mencintai
tunangannya dan Strike masih saja belum move
on dari mantan tunangannya. Tapi mereka tidak bisa menyangkal ada chemistry atau semacam ketertarikan gitu.
Terbaca jelas di pikiran-pikiran mereka yang tertulis dalam tanda kurung. Entah
bagaimana hubungan Strike dan Robin nantinya. Yang jelas aku suka Robin punya
porsi banyak di sini. Dia tidak hanya ‘tak tik tuk’ di depan komputer, menelepon
narasumber atau menyeduh teh sekarang. Kehidupan pribadinya, hubungannya dengan
Matthew, ketertarikan dengan tugas penyelidikan dan kemampuannya menyetir juga
diceritakan. She is definitely my
favorite character in this book! :D
Emma
Watson was mentioned in it! XD
Aku menilai, ketenaran seri
Cormoran Strike ini dibaca sangat pandai oleh pihak penerbit. Belum setahun
setelah buku pertamanya, The Cuckoo’s Calling – Dekut Burung Kukut, diterjemahkan,
buku keduanya sudah keluar lagi. Memang sih itu juga tergantung pada cetakan
aslinya di luar sana. Tapi munculnya seri lanjutan ini termasuk cepat. Terjemahankannya
sangat enak dibaca. Ini sangat membantu sekali pembaca memahami kasus yang
diceritakan. Hanya saja aku menemukan kosakata yang asing. Entah kosakata yang
memang jarang dipakai atau padanan bahasa Indonesia terbaru yang belum aku tahu
or simply just a typo. Untungnya itu sama sekali tidak mengganggu jalan ceritanya :)
At last, The Silkworm - Ulat
Sutra ini sekuel yang sangat memuaskan. Kasus pembunuhan sadis nan umit itu
mengubur rasa ganjil yang kudapatkan dari buku sebelumnya. Aku gak sabar untuk
merasa tegang dan ketakutan lagi saat membaca aksi Cormoran Strike dan Robin di
buku selanjutnya. Recommended! :D
Tebakan saya siapa pelakunya ternyata salah loh pas baca buku ini heheee... Di luar dugaan.
ReplyDelete@ Uniek: penulisnya pinter banget ngecoh pembacanya ya :))
ReplyDelete