Friday, December 26, 2014

Somewhere In Paris

Vira Safitri
304 Halaman
PT. Gramedia Pustaka Utama, Desember 2014
Rp. 63.000,-

Dunia Cecilia Rodin jungkir-balik ketika ia mengalami kecelakaan di kota Paris. Selain merenggut sahabatnya, peristiwa itu juga membuat Cecilia kehilangan sebagian memori di otaknya.

Dengan gamang ia mencoba melanjutkan hidup di Marseille, berusaha mengingat kenangan menyakitkan yang muncul satu per satu, termasuk ingatan tentang Ethel Black, sosok yang diingat Cecilia harus ditemuinya di Kilometer Nol, Paris, tepat sebelum kecelakaan itu. Sosok yang diyakininya sebagai cinta pertamanya.

Namun, dr. Fernand-Joseph Carlotti yang teramat setia merawat, mendukung, kemudian mencintainya, membuat Cecilia terombang-ambing. Terlebih saat ia menemukan kotak musik di loteng rumahnya di Bandung yang menyimpan petunjuk dari serangkaian misteri. Dan ketika kotak Pandora menguakkan kebenaran, siapakah yang layak Cecilia cintai?

Ada tiga alasan yang cukup pribadi dan aneh yang membuatku tertarik membaca Somewhere In Paris. Judulnya yang menyantumkan kata ‘Paris’, cover-nya yang menampilkan menara Eiffel dan premis cerita tentang amnesia. Tapi tidak berhasil mendorongku untuk membelinya. Hanya berani meminjamnya di Pittimos. Nama penulisnya masih asing dan satu-satunya ulasan di laman Goodreads mengatakan ceritanya mengecewakan. Aku coba baca sendiri untuk membuktikannya. Let’s review it now :D

"Lihat ke sekelilingmu. Ketulusan orang yang mencintaimu seperti Fernand, seharusnya bisa membuka matamu bahwa cinta sejati memang ada. Nyata dan berwujud. Hanya saja keberadaannya jadi tak terlihat karena tertutup egomu." – halaman 162

Cecillia Rodin mengalami kecelakaan di Paris. Kecelakaan itu menghilangkan sebagian ingatannya dan merenggut nyawa teman baiknya, Mina. Setahun setelah kecelakaan tersebut, Cecillia bekerja sebagai guru bahasa Inggris di Sekolah Dasar Saint Lazare, Marseille, Prancis. Tapi dia belum bisa mengingat apa yang hilang itu. Mimpi-mimpinya kerap membawanya ke Paris dan bertemu dengan seorang anak laki-laki bernama Ethel Black. Hal di sekelilingnya pun selalu berkaitan dengan Paris sampai kepala sekolah, Madame Morgenthaler memintanya menjadi guru pengganti di Paris. Cecillia akhirnya meneguhkan diri untuk pergi ke kota itu.

Kepindahan Cecillia ke Paris disambut hangat oleh Fernand-Joseph Carlotti, dokter yang merawatnya setelah kecelakaan. Setelah perawatan selesai, mereka jadi akrab. Fernand bahkan menyatakan perasaannya dan serius melamarnya. Cecillia benar-benar terbantu dengan kehadiran Fernand, tapi dia masih terbayangi oleh misteri ingatannya. Dia menemukan kotak musik yang menceritakan tentang Ethel, mengunjungi Kilometer Nol dan bertemu dengan orang-orang yang punya hubungan dengan Edgar Réault.

"Terkadang orang yang mendampingi kita melihat pelangi tidak selalu sama dengan sosok yang menemani kita saat hujan dan petir." – halaman 295

Somewhere In Paris ini sangat mengecewakan. Ceritanya datar, alurnya lambat, konfliknya kurang gereget, pergantian POV yang membuat pusing, deskripsi kota-kota Prancisnya sangat miskin dan ending yang tidak berhasil menjawab semua misteri tentang ingatan Cecillia. Di bab-bab pertama, aku masih bisa menikmatinya. Aku dengan serius menyerap semua informasi tentang para tokoh dan setting. Menginjak halaman 60an, aku mulai lelah dan hampir mau berhenti meneruskannya. Tapi aku nggak tega dan masih optimis. Menginjak halaman 100, aku sadar ceritanya hanya berputar-putar pada Cecillia dan kebingungannya dengan Paris. Saat Cecillia akhirnya sampai di Paris, ceritanya semakin tidak menarik. Cecillia lebih banyak mengurusi murid-muridnya dan bertemu banyak orang baru dari berbagai latar belakang dan profesi, yang anehnya begitu cepat dekat dan akrab dengannya. Lalu aku membaca sisa halaman secara scanning, sesuatu yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Aku tidak peduli lagi dengan setting-nya, karena tidak ada deskripsi yang bisa mendekatkan dan membuatku merasa di tempat tersebut atau nama-nama tokoh pembantu, yang sulit diingat dan dilafalkan. Beberapa saat kemudian, aku sampai ke halaman terakhir dan semakin kecewa saja dengan ending-nya.

Setelah di pikir-pikir, alur ceritanya dan ending yang berbeda ini menarik. Cecillia yang terlalu fokus kepada kenangan masa lalu dan menganggap sekaligus mengharapkan sesuatu yang spesial di Paris, sehingga dia jadi buta dengan cinta tulus Fernand. Sayang eksekusinya gagal. Coba saja dari awal setting-nya langsung di Paris, coba saja Cecillia lebih cepat sadar dengan perasaannya kepada Fernand, coba saja Cecillia tidak hanya bertemu relasi Edgar tapi bertemu dan berbicara langsung dengan Edgarnya, coba saja Edgar berusaha lebih banyak untuk bertemu Cecillia dan membangkitkan apapun kenangan mereka berdua dulu (Btw, aku masih nggak tahu apa itu. Mungkin kelewat), coba saja kehadiran Edgar dijadikan konflik hubungan Cecillia dan Fernand dan coba saja ada kejelasan siapa itu Ethel Black (kalau ternyata ada, mungkin kelewat lagi). Cerita dan konflik juga sepertinya akan tersampaikan dengan baik kalau menggunakan sudut pandang orang pertama dan tokoh sentral, seperti Cecllia, Fernand dan Edgar, punya bagian tersendiri dan bercerita dari mata mereka masing-masing.

At last, cerita Somewhere In Paris tidak seindah yang aku lihat di judul dan cover-nya. Sebenarnya premis amnesia dan setting Paris itu sangat berpotensi, tapi gagal disampaikan dengan baik. Jika penulis yang bersangkutan membaca review ini, aku harap tidak mengambil kritikan ini secara personal dan tetap berkarya untuk menghasilkan cerita yang lebih baik. Good day y’all ;D

1 comment:

Thanks for leave your comment :D