Vira Safitri
304 Halaman
PT. Gramedia Pustaka Utama, Desember 2014
Rp. 63.000,-
Dunia Cecilia Rodin jungkir-balik ketika ia mengalami kecelakaan di
kota Paris. Selain merenggut sahabatnya, peristiwa itu juga membuat Cecilia
kehilangan sebagian memori di otaknya.
Dengan gamang ia mencoba melanjutkan hidup di Marseille, berusaha
mengingat kenangan menyakitkan yang muncul satu per satu, termasuk ingatan
tentang Ethel Black, sosok yang diingat Cecilia harus ditemuinya di Kilometer
Nol, Paris, tepat sebelum kecelakaan itu. Sosok yang diyakininya sebagai cinta
pertamanya.
Namun, dr. Fernand-Joseph Carlotti yang teramat setia merawat,
mendukung, kemudian mencintainya, membuat Cecilia terombang-ambing. Terlebih
saat ia menemukan kotak musik di loteng rumahnya di Bandung yang menyimpan
petunjuk dari serangkaian misteri. Dan ketika kotak Pandora menguakkan
kebenaran, siapakah yang layak Cecilia cintai?
Ada tiga alasan yang cukup
pribadi dan aneh yang membuatku tertarik membaca Somewhere In Paris. Judulnya yang menyantumkan kata ‘Paris’, cover-nya yang menampilkan menara Eiffel
dan premis cerita tentang amnesia. Tapi tidak berhasil mendorongku untuk membelinya.
Hanya berani meminjamnya di Pittimos. Nama penulisnya masih asing dan
satu-satunya ulasan di laman Goodreads mengatakan ceritanya mengecewakan. Aku coba
baca sendiri untuk membuktikannya. Let’s
review it now :D
"Lihat
ke sekelilingmu. Ketulusan orang yang mencintaimu seperti Fernand, seharusnya
bisa membuka matamu bahwa cinta sejati memang ada. Nyata dan berwujud. Hanya saja
keberadaannya jadi tak terlihat karena tertutup egomu." – halaman 162
Cecillia Rodin mengalami kecelakaan di
Paris. Kecelakaan itu menghilangkan sebagian ingatannya dan merenggut nyawa
teman baiknya, Mina. Setahun setelah kecelakaan tersebut, Cecillia bekerja
sebagai guru bahasa Inggris di Sekolah Dasar Saint Lazare, Marseille, Prancis.
Tapi dia belum bisa mengingat apa yang hilang itu. Mimpi-mimpinya kerap membawanya
ke Paris dan bertemu dengan seorang anak laki-laki bernama Ethel Black. Hal di
sekelilingnya pun selalu berkaitan dengan Paris sampai kepala sekolah, Madame
Morgenthaler memintanya menjadi guru pengganti di Paris. Cecillia akhirnya
meneguhkan diri untuk pergi ke kota itu.
Kepindahan Cecillia ke Paris disambut
hangat oleh Fernand-Joseph Carlotti, dokter yang merawatnya setelah kecelakaan.
Setelah perawatan selesai, mereka jadi akrab. Fernand bahkan menyatakan
perasaannya dan serius melamarnya. Cecillia benar-benar terbantu dengan
kehadiran Fernand, tapi dia masih terbayangi oleh misteri ingatannya. Dia menemukan
kotak musik yang menceritakan tentang Ethel, mengunjungi Kilometer Nol dan
bertemu dengan orang-orang yang punya hubungan dengan Edgar Réault.
"Terkadang
orang yang mendampingi kita melihat pelangi tidak selalu sama dengan sosok yang
menemani kita saat hujan dan petir." – halaman 295
Somewhere In Paris ini sangat mengecewakan. Ceritanya datar, alurnya
lambat, konfliknya kurang gereget, pergantian POV yang membuat pusing, deskripsi
kota-kota Prancisnya sangat miskin dan ending
yang tidak berhasil menjawab semua misteri tentang ingatan Cecillia. Di bab-bab
pertama, aku masih bisa menikmatinya. Aku dengan serius menyerap semua
informasi tentang para tokoh dan setting.
Menginjak halaman 60an, aku mulai lelah dan hampir mau berhenti meneruskannya.
Tapi aku nggak tega dan masih optimis. Menginjak halaman 100, aku sadar
ceritanya hanya berputar-putar pada Cecillia dan kebingungannya dengan Paris.
Saat Cecillia akhirnya sampai di Paris, ceritanya semakin tidak menarik. Cecillia
lebih banyak mengurusi murid-muridnya dan bertemu banyak orang baru dari
berbagai latar belakang dan profesi, yang anehnya begitu cepat dekat dan akrab
dengannya. Lalu aku membaca sisa halaman secara scanning, sesuatu yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Aku
tidak peduli lagi dengan setting-nya,
karena tidak ada deskripsi yang bisa mendekatkan dan membuatku merasa di tempat
tersebut atau nama-nama tokoh pembantu, yang sulit diingat dan dilafalkan. Beberapa
saat kemudian, aku sampai ke halaman terakhir dan semakin kecewa saja dengan ending-nya.
Setelah di pikir-pikir, alur
ceritanya dan ending yang berbeda ini
menarik. Cecillia yang terlalu fokus kepada kenangan masa lalu dan menganggap sekaligus
mengharapkan sesuatu yang spesial di Paris, sehingga dia jadi buta dengan cinta
tulus Fernand. Sayang eksekusinya gagal. Coba saja dari awal setting-nya langsung di Paris, coba saja
Cecillia lebih cepat sadar dengan perasaannya kepada Fernand, coba saja
Cecillia tidak hanya bertemu relasi Edgar tapi bertemu dan berbicara langsung
dengan Edgarnya, coba saja Edgar berusaha lebih banyak untuk bertemu Cecillia dan
membangkitkan apapun kenangan mereka berdua dulu (Btw, aku masih nggak tahu apa
itu. Mungkin kelewat), coba saja kehadiran Edgar dijadikan konflik hubungan
Cecillia dan Fernand dan coba saja ada kejelasan siapa itu Ethel Black (kalau
ternyata ada, mungkin kelewat lagi). Cerita dan konflik juga sepertinya
akan tersampaikan dengan baik kalau menggunakan sudut pandang orang pertama dan
tokoh sentral, seperti Cecllia, Fernand dan Edgar, punya bagian tersendiri dan
bercerita dari mata mereka masing-masing.
At last, cerita Somewhere In
Paris tidak seindah yang aku lihat di judul dan cover-nya. Sebenarnya premis amnesia dan setting Paris itu sangat berpotensi, tapi gagal disampaikan dengan
baik. Jika penulis yang bersangkutan membaca review ini, aku harap tidak mengambil kritikan ini secara personal
dan tetap berkarya untuk menghasilkan cerita yang lebih baik. Good day y’all ;D
Baru mampir udah suka sama tulisannya :)
ReplyDeletewww.fikrimaulanaa.com