Monday, January 19, 2015

Walking After You

Windry Ramadhina
320 halaman
GagasMedia, Desember 2014 (cetakan pertama)
Rp. 50.000,-

Masa lalu akan tetap ada. Kau tak perlu terlalu lama terjebak di dalamnya.

Pada kisah ini, kau akan bertemu An. Perempuan dengan tawa renyah itu sudah lama tak bisa keluar dari masa lalu. Ia menyimpan rindu, yang membuatnya semakin kehilangan tawa setiap waktu. Membuatnya menyalahkan doa-doa yang terbang ke langit. Doa-doa yang lupa kembali kepadanya.

An tahu, seharusnya ia tinggalkan kisah sedih itu sejak berhari-hari lalu. Namun, ia masih saja di tempat yang sama. Bersama impian yang ternyata tak mampu ia jalani sendiri, tetapi tak bisa pula ia lepaskan.

Pernahkah kau merasa seperti itu? tak bisa menyalahkan siapa-siapa, kecuali hatimu yang tak lagi bahagia. Pernahkah kau merasa seperti itu? saat cinta menyapa, kau memilih berpaling karena terlalu takut bertemu luka?

Mungkin, kisah An seperti kisahmu. Diam-diam, doa yang sama masih kau tunggu.

Sebelum meminjam Walking After You, aku agak ragu untuk membacanya. Bukan karena aku tidak yakin dengan ceritanya, aku hanya merasa takut. Aku takut dengan ceritanya yang pasti bisa menghanyutkanku. Ini juga yang bikin aku tidak memasukannya ke daftar belanja buku, membaca sneak peak-nya atau pre-order. Tapi aku nggak bisa menyangkal kalau aku penasaran dengan ceritanya. Lagian aku sudah membuat self reading challenge yang berfokus pada karya Windry Ramadhina. Jadi cepat atau lambat, aku akan membacanya juga. Now, let’s review it :D

"Kalau dipikir-pikir, ini ironis. Setiap kali suasana hatiku berubah buruk karena Julian, aku memakan kue buatan lelaki itu untuk menghibur diri." – halaman 28

Anise, yang biasa dipanggil An, mulai bekerja di Afternoon Tea, toko kue milik sepupunya, Galuh. Dia mendapat posisi sebagai asisten koki untuk membantu Julian, koki utama dan Gen, penghias kue. Berbeda dengan Gen, Julian tidak menunjukan sikap ramah sama sekali. Dia berkali-kali memarahi An karena sering mengacaukan dapur dan kue-kuenya. An menanggapi semua itu dengan ringan dan tetap teguh. Dia mengakui dia memang tidak pandai memanggang kue, dia sebenarnya lebih pandai memasak pasta dan menu Italia lainnya. Bekerja di toko kue adalah impian saudari kembarnya, Arlet.

Salah satu pelanggan setia Afternoon Tea, Ayu, sedikit banyak mengingatkan An kepada dirinya sendiri. Perempuan yang selalu membawa hujan dan memesan Soufflé cokelat tanpa memakannya sama sekali, hampir mirip dengan perjuangan An untuk meneruskan impian Arlet. An jadi penasaran dengan Ayu dan memperhatikan segala detail tentang perempuan itu. Selain itu, saat Julian mulai menerimanya di dapur, An bertemu kembali dengan Jinendra, bosnya saat masih bekerja di restoran La Spezia. Jinendra berharap An kembali ke restorannya dan menerima cintanya lagi.

"Hatiku pedih, tetapi juga geram. Demi Tuhan, ini tidak masuk akal. Bagaimana mungkin manusia bisa menyukai seseorang dan membenci orang itu sekaligus pada saat yang sama?" – halaman 224

Cerita Walking After You ini sangat manis sekaligus sedikit sendu dan seperti yang kuduga aku ‘tenggelam’ di dalamnya. Seperti novel-novel sebelumnya, ceritanya punya topik(, tema atau aku tidak tahu tepatnya) yang terhubung langsung dengan profesi dan kehidupan para tokohnya. Kali ini tentang makanan, khususnya kue dan menu Italia. Karena tidak terlalu suka makanan manis, apalagi kue dengan banyak krim, aku kesulitan menikmati bab-bab yang membahas kue. Giung. Namun aku benar-benar ‘tergugah’ dengan deskripsi menu Italia-nya. Aku malah berniat mencari tahu lebih banyak, mungkin mulai membeli buku resep dan coba memasaknya :9

Selain makanan, deskripsi tentang setting dan tempat cerita berlangsung tertulis dengan begitu baik dan tidak berlebihan. Penjelaskannya memang hanya mencakup bentuk dan posisi barang-barang yang ada, tapi porsinya begitu tepat sehingga gampang dibayangkan dan masih ada ruang untuk imajinasi pribadi. Ini nih yang paling aku suka dari penulis ini! Aku juga suka dengan penggunaan bahasa baku yang tidak terasa kaku dan tidak ada typo! Kemudian, bagi yang sudah membaca London: Angel, pasti senang dengan selipan cerita mengenai Ayu dan Gilang. Tidak terlalu banyak sih karena ceritanya melebur dengan hidup An. Tapi porsinya cukup untuk menjelaskan apa yang terjadi setelah mereka kembali di Indonesia. Menurutku, karena London Angel akan diangkat menjadi film layar lebar (seperti halnya novel Angel in the Rain ;p), novel ini harus diadaptasi juga untuk menjadi semacam closure. XD

Walaupun berhasil ‘menghanyutkan’ ke dalam ceritanya, aku merasa novel ini terlalu indah. Dari awal aku tahu akan ada konflik yang rumit tapi pada akhirnya semuanya akan baik-baik saja, happy ending. Happy ending memang jadi kesukaan semua orang, termasuk aku. Entah mengapa happy ending di sini terjadi bukan karena tokoh-tokohnya berusaha mendapatkannya akhir tersebut, tapi mereka mendapatkannya begitu saja. Momen hitting rock bottom-nya kurang menurutku sehingga aku tidak benar-benar merasakan ‘jatuh’nya. Kalo kalian tidak merasakan hal yang sama, berarti ini sepertinya masalah seleraku saja. And thanks to Her Fearful Symmetry and Fangirl, aku bisa langsung menebak apa yang terjadi antara saudari kembar ini. Kekecewaanku juga tertuju pada cerita tentang Ayu dan Gilang. Meskipun senang mendengar kabar mereka, aku ingin mereka dibuatkan novel tersendiri. Penulis juga pernah menjanjikan hal itu. Apa setelah mereka ‘nempel’ ke cerita tokoh lain, rencana itu akan tetap dilaksanakan atau batal total? :o


At last, Walking After You memberikan cerita super manis tentang pahitnya masa lalu dengan gaya bahasa dan deskripsi yang pas. Ada beberapa bagian dan elemen yang kurang sreg buatku. Tapi itu hanya masalah selera saja. Bagi yang sudah London: Angel, harus baca novel ini juga. Bagi yang belum, ayo baca dan nantikan film adaptasinya. Recommended! ;D

No comments:

Post a Comment

Thanks for leave your comment :D