Sekitar tahun 2010, aku ketemuan
dengan Farida Susanti dan Gabby Laupa di Reading Lights. Itu menjadi pertemuan
kami setelah berbulan-bulan sebelumnya berkomunikasi lewat Twitter dan Yahoo!
Messager sebagai tim di balik Writing Session. Farida jadi yang pertama datang,
lalu aku, dan Gabby tentunya. Dia membuka buku menu untuk memesan minuman dan
bertanya jika aku tertarik juga. Sekilas aku melihat daftar minuman yang
tersedia didominasi berbagai jenis kopi. Harganya kurang bersahabat pada budget-ku waktu itu hahaha. Tapi yang
membuatku urung untuk memesan adalah efek kopi. Kopi bikin aku ngantuk. Farida tentunya
tertawa karena kopi biasanya diminum agar bisa melek lebih lama dan konsentrasi.
Tapi yang terjadi padaku malah sebaliknya. Kopi membuat kepalaku berat, pusing,
dan inginnya bersentuhan dengan bantal empuk.
Sewaktu kecil, aku menganggap
kopi adalah minuman orang dewasa, khususnya laki-laki. Mereka suka minum cairan
gelap yang kental itu saat berdiskusi serius dan ditemani sebatang rokok. Ampas
yang tersisa di dasar gelas membuat kegiatan mencuci piring agak sulit. Tak hanya
aromanya yang kuat, sisa kehitamannya kadang tidak bisa hilang. Lalu muncul
kopi sachet-an yang tidak
meninggalkan ampas. Tidak hanya kopi hitam, ada varian yang dilengkapi susu,
krim, dan tambahan lainnya. Warna bungkusnya juga menarik, sepertinya pasarnya
ditujukan untuk kaum muda. Runtunyan
bungkus itu tersampir berdampingan di salah satu warung populer di SMP-ku. Pemesan
kebanyakan memilih kopi itu diseduh dengan air biasa, diberi es batu yang
banyak dan di-blender. Aku ikut
memesannya. Kesukaanku Good Day Mocacchino karena bungkusnya yang berwarna
merah tua terlihat ‘aman’ dibandingkan dengan varian lain.
Efek ngantuk, yang sebelumnya
belum aku sadari, tidak terlalu terasa karena es batunya perlahan mencair dan
mengencerkan kandungan kafeinnya itu. Dari sana, aku merasa kopi aman untuk
dikonsumsi, asalkan disajikan dengan es batu. Kadang aku mengkonsuminya tanpa
air, karena meniru kebiasaan nenekku. Kesibukan akademis dan ekskul di sekolah
juga menuntutku untuk tidur lebih malam dan membuatku perlu meminum kopi. Tapi
pengalaman pertamaku minum kopi agar tetap melek bukan karena pekerjaan rumah
apapun, melainkan untuk bisa nonton pertandingan bola timnas Jerman di Piala
Dunia 2006 yang tayang hampir tengah malam. Dalam hitungan jam juga, usiaku
bertambah (atau
harusnya berkurang) satu. Dua kejadian penting dalam satu malam yang tidak mau
aku lewatkan. Kopi pun kupersiapkan. Kali ini diseduh dengan air panas.
Kesan pertama, cairan panas itu
menyengat lidahku, meninggalkan rasa baal
yang menganggu. Lalu sakit kepala pun mulai terasa. Aku jadi merasa tak enak
badan, inginnya berbaring saja. Aku masih terbangun di tengah malam untuk
merasa pergantian hari dan Jerman pun menang, yang kuketahui dari siaran berita
paginya. Setelah itu aku kapok minum kopi panas. Selanjutnya kopi itu harus
tersaji dalam keadaan dingin. Pernah aku agak kesal sekaligus kelimpungan saat
memesan kopi di warnet dan disuguhkan gelas mengepul. Namun kesan ‘dewasa’ saat
meminum kopi masih lekat dibenakku.
Kalau tidak terpaksa atau penasaran,
aku tidak akan minum kopi. Aku percaya kopi tidak ‘mempan’ padaku karena efek
yang berjadi malah sebaliknya. Aku tidak tahu istilah pastinya, yang jelas kopi
membuatku mengantuk. Aku tidak pernah berusaha mencari alasan yang lebih logis
sampai mendengar tawa Farida. Kalau dipikir-pikir, dulu aku meminumnnya dengan
cara yang salah. Bukan soal panas dinginnya, tapi waktunya. Di tahun 2006 itu,
aku meminumnya menjelang tengah malam. Padahal kopi itu seperti tidur siang
yang untuk mendapatkan manfaatnya, harus dilakukan jauh sebelumnya. Menurut
dosenku, tidur siang selama satu jam bisa membuat kita kuat bergadang sekitar
dua jam di malam hari. Begitu pula dengan kopi. Agar pikiran fokus, kopi lebih
efektif diminum saat pagi hari, tepatnya jam setengah 10an. Bisa juga diminum
lagi di siang hari, lebih baiknya sekitar jam 12an. Aku mendapatkan info itu
dari situs ini [LINK MANA LINK].
Aku ngeri mendengar banyak orang minum
kopi sebagai sarapan mereka dan bergelas-gelas sampai siangnya. Tak
terbayangkan mengalami sakit kepala hebat di pagi hari dan bad mood selama seharian penuh. Satu lagi yang aku sadari, aku
tidak bisa minum kopi ketika perut kosong. Kalau nekat, selamat nyut-nyutan deh
itu kepala ditambah perut mual-mual. Aku pernah dan pikiranku jadi keruan. Tidak
jelas mana yang pusing, mana yang mual. Alhasil aku menulis status, ‘kepala
mual, perut pusing’.
Dengan berbagai efek negatif itu, aku
tidak serta merta berhenti minum kopi. Aku memang menghindarinya, tapi kadang
aku mengerjarnya. Ini terjadi kalau aku sedang merasa stres atau bad mood. Tak peduli disajikan panas,
belum makan, dan lewat waktu ideal (yang belum aku ketahui dulu), aku bisa saja
meminumnya. Efek sakit kepala itu malah yang kucari. Yaaa, namanya juga stres. Itu
mungkin jadi salah satu pelampiasannya. Tak hanya kopi, minuman berkafein lain
seperti minuman bersoda dan teh kemasan juga punya efek yang sama. Jadi kalau
kamu bertemu atau mendengar aku dengan salah satu jenis minuman itu, ada yang
membuatku bad mood.
Belakangan aku menemukan efek lain
yang tak kalah aneh, kopi membuatku sedikit maceuh
(aktif). Kafeinnya sepertinya menekan satu syaraf di otak yang membuat
adrenalin terpacu dan jantung berdetak lebih kencang. Tiba-tiba ada keberanian
atau dorongan untuk melakukan sesuatu yang bukan
aku, seperti nge-tweet hal-hal
nggak jelas. Padahal aku selalu memikirkan isi tweet yang ku-posting.
Aku tak segan menghapusnya jika berubah pikiran dan beranggapan tweet itu memberi image aneh pada diriku. Aku seperti mabuk, tapi bukan karena
alkohol. By the way, saat menulis
postingan ini aku baru menghabiskan segelas Nesface Mochacchino panas. Untungnya
aku sempat sarapan dulu, nasi, tumis kangkung dan rolade, tapi sepertinya waktunya
sudah lewat dari jam ideal. Tweet nggak jelas dan tak terencana sudah
terposting beberapa. Tapi untuk postingan ini, aku memang sudah berencana untuk
menulisnya di sini. Cuma butuh niat dan usaha, yang thank God akhirnya datang (lewat segelas kopi panas).
Nah, itu sedikit cerita pribadi dariku
tentang kopi. Ternyata efek kopi yang tidak biasa ini bisa bermanfaat juga,
asalkan aku salurkan ke hal-hal positif dan produktif. Aku harus coba
mengendalikannya seperti Nathan dan anugerah sihirnya (maaf, aku belum bisa move on dari novel Half Wild dan ini
semua efek kopi!). Terima kasih sudah membaca postingan ini sampai akhir. Tolong
tinggalkan komentar jika kamu juga merasakan efek aneh sepertiku, karena aku
tidak mungkin satu-satunya yang mengalami ini. Atau kamu bisa kasih saran agar
aku bisa mengatasi efek ini sehingga tidak akan melakukan hal aneh yang lebih
gila.
Good
day (mocacchino), guys XD
~DH
August 29
2.42 PM
Was listening to Girls’ Generation – ‘You Think’, ‘Fire Alarm’, ‘Green
Light’, ‘Paradise’, ‘Check’, and ‘Sign’ from ‘Lion Heart’ album
Efek aneh dari kopi ya? bukan aku sih, tapi mamah, beliau selalu sakit perut setiap minum kopi. Tapi alih-alih berhenti minum kopi, beliau malah suka sekali kopi, 'biar pencernaan lancar' katanya.
ReplyDeleteGak pernah suka kopi ^^ pahitnya gak kuat, enakan pahitnya coklat panas ^^
ReplyDelete