Look at Me, Please – Review

by - 12:00 PM

Sofi Meloni
Editor: Afrianty P. Pardede
295 Halaman
Elex Media Komputindo, Mei 2016

Mencintai berarti merelakan orang yang kita cintai bahagia bersama orang lain?

Omong kosong!

Cinta itu tidak melulu soal merelakan, namun juga soal perjuangan.

Bodoh namanya jika aku merelakan kamu – yang jelas-jelas pernah mencintaiku – demi wanita yang diam-diam sudah menusukku dari belakang.

Delapan tahun aku hidup dalam sebuah kebohongan yang mengatasnamakan persahabatan.

Aku bukan malaikat.

Aku juga bukan orang suci yang bisa pasrah dan menerima begitu saja apa yang telah terjadi sebelumnya.

Kini tiba saatnya untuk aku memperjuangkan kembali kelanjutan cerita di antara kita.
Kamu harus sadar bahwa aku juga ada di sini menunggumu sadar, bahwa ada akhir bahagia untuk cerita kita.

We can have our happy ending, so look at me, please.

Laras

Look at Me, Please sudah berada di tanganku sejak bulan Mei akhir. Aku excited banget dengan karya terbaru penulis ini. Aku bahkan memesannya lewat promo pre-order. Sayangnya, kesibukan di bulan Juni tidak mengizinkanku membaca buku ini dengan segera. Tapi setelah itu, malah ada tawaran dari penulisnya untuk me-review dan mengadakan giveaway. Pengen baca novel ini juga? But first, let’s review it! :D

"Gerry melanggar janjinya lagi. Tanpa disadarinya, ia sudah berulang kali menjadi alasan utama setiap tangisku." – halaman 46

Dari SMA, Laras menyukai Gerry dan perasaan itu tidak bertepuk sebelah tangan. Teman baiknya, Lily, juga menyukai Gerry. Dialah yang berakhir menjadi pacar Gerry karena mereka kuliah di universitas yang sama. Mereka bertiga bertemu lagi karena sama-sama bekerja di Jakarta. Laras dan Lily malahan mengontrak rumah dan tinggal bersama. Setiap Gerry datang untuk Lily, Laras sulit mengendalikan perasaan terpendamnya. Dia lalu memutuskan untuk berjuang untuk hal yang seharusnya menjadi miliknya dari dulu. Hal ini menganggu pekerjaannya di kantor. Menyebabkan dia dan rekan kerjanya, Remy, sampai kehilangan klien penting.

"’Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu, Ras. Apa sebenarnya yang kamu harapkan dari semua ini?
‘Aku hanya ingin mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku.’’– halaman 88

Look at Me, Please menceritakan cinta segitiga yang berbeda karena tokoh-tokohnya yang berada di daerah abu-abu. Ditulis dengan gaya bahasa yang enak dibaca dan cukup lugas. Gaya tulisannya itu membuatku tidak mengira ceritanya akan penuh drama. Karena kan biasanya gaya tulisan yang digunakan untuk cerita seperti itu adalah yang penuh kalimat puitis yang memakan waktu untuk dicerna. Untungnya yang ini kepuitisannya masih bisa di batas normal sehingga aku langsung bisa menyelami tokoh-tokoh dan karakternya masing-masing. Aku juga tidak tahu kalau ini cerita segitiga sampai selesai membaca bagian prolognya. Damn, mataku langsung terbuka lebar di bagian tersebut. Aku sampai membolak-balik ke halaman pertama untuk sekedar memastikan kalau yang kubaca itu benar adanya.

Cerita segitiga yang orang-orangnya saling bersahabat sebenarnya sudah cukup sering kutemukan di novel lain, terutama yang setting-nya di Jepang. Semula aku berpikir cerita ini akan berujung pada pola yang sama. Tapi ternyata tidak. Kalau melihat sinopsisnya, Laras seperti mencoba merusak hubungan Gerry dan Lily. Dalam cerita pun, Laras bersikeras dengan perasaannya, sampai berani menyembunyikan kabar penting. Lama-lama dia seperti terobsesi dengan ide kebahagian tertundanya dengan Gerry. Serem, kan, kedengerannya. Setelah tahu apa yang membuatnya begitu teguh dengan keinginannya itu, aku bisa mengerti. Move on memang sulit apalagi dari orang mungkin saja ditakdirkan untukmu.

Tapi tokoh-tokoh lain tidak polos-polos amat sampai bisa disebut sebagai korban. Gerry memang pria idaman dengan sikapnya yang baik dan perhatian. Namun sisi positifnya itu membuatnya terkesan plin plan dan memberi harapan palsu. Lily sendiri digambarkan sebagai sosok sempurna nan manja yang mendapatkan semua keinginannya. Kedengarannya begitu rapuh dan lembut tapi sebuah rahasia kecil dari masa lalu mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya. Untung ada Remy yang cukup mencolok dengan sikap playboy-nya. Setiap dia muncul dengan gurauannya dan kehidupannya yang tidak penuh drama, ketegangan ceritanya berkurang. Dia menjadi tokoh yang cukup penting menjelang akhir cerita, memberi keseksiannya sebagai pengalih perhatian, dan aku suka itu!

Kisah tiga sahabat ini sangat rumit karena dari awalnya juga sudah rumit. Awal persahabatan mereka disajikan dalam adegan flashback yang cukup panjang dan sering muncul. Tulisannya hadir dalam jenis huruf yang berbeda untuk memberi tahu bahwa itu adalah kejadian di masa lalu. Setiap aku menemukan pergantian jenis huruf itu, aku tidak terlalu tertarik, malah jadi malas. Karena isinya itu menyajikan kejadian tertentu terlalu detail. Sebenernya flashback itu membantu menjelaskan kenangan-kenangan Laras, terutama jika menyangkut kedekatannya dengan Gerry. Kedetailan deskripsinya mungkin untuk menunjukan betapa pentingnya kejadian itu untuk Laras. Hanya saja kemunculannya seringkali di tengah-tengah perdebatan Laras, Lily, dan Gerry. Di saat-saat yang memuncak, flashback itu mengalihkan perhatian dan isinya pun tidak jauh berbeda dari narasi dari masa sekarang, hanya saja lebih detail. Untung aja aku masih bertahan membaca semua bagian flashback itu, karena di salah satunya memuat informasi penting yang menjadi bumbu tersendiri untuk drama cinta segitiganya.

Dibandingkan dengan dua novel karya Sofi Meloni sebelumnya, novel ini seperti campuran dari keduanya, Stay With Me Tonight yang mengangkat kisah cinta complicated ditambah Peek a Boo, Love yang memperlihatkan sedikit sisi kota besar. Sebenarnya aku berharap ceritanya lebih menonjolkan sisi metropolitannya, apalagi melihat label City Lite-nya. Namun, perjuangan Laras sebenarnya sudah memperlihatkan bagaimana wanita kini lebih modern dan inisiatif tentang perasaannya. Sisi nekat dan gilanya terus saja membuatku berharap ini adalah cerita romance thriller hahahaha.

At last, cinta segitiga dalam Look at Me, Please ini tampil berbeda dengan tokoh-tokoh yang menarik. Mereka tidak sepenuhnya hitam, tidak juga putih. Kisah seperti ini memperlihatkan setiap sisi dan perasaan yang dirasakan setiap orang yang terlibat. Walaupun label City Lite-nya sedikit di bawah ekspetasiku, aku suka dengan gaya bahasanya yang tidak berlebihan dan membuatku lebih fokus pada ceritanya :D



Menangkan satu buah novel Look at Me, Please di sini. Sudah baca novelnya duluan? Ikutan kompetisi review-nya yang berhadiah paket buku. Kompetisi review berakhir akhir Agustus 2016. Jangan sampe ketinggalan :)

You May Also Like

2 comment(s)

  1. Ini tema klise sebenarnya, tapi setelah tahu gaya cerita Mbak Sofi di Stay with Me Tonight dan Peek A Boo, Love tetap penasaran dengan kisah ini. Apalagi diceritakan Laras yang tetap berjuang untuk Gerry walaupun pria itu sudah jadi pacar Lily. Bagaimana itu nasib persahabatan mereka??

    ReplyDelete
  2. Ga kebayang ya, dulu sama-sama mencintai tapi tidak ada yang berbicara. Lalu si sahabat yang tau sama-sama suka pula dan malah jadian, karena si cowok sudah pindah perasaannya.

    ReplyDelete

Thanks for leave your comment :D