Sunmi Lee
440 Halaman
Qanita/Mizan
Publishing House, November 2012 (cetakan kesatu)
Rp. 55.000,-
Beginilah kalau berpenampilan mirip cowok.
Tapi ada untungnya juga, sih. Aku jadi bisa bekerja sebagai guru taekwondo dan
pelayan di Coffee Prince, kafe yang hanya menerima cowok-cowok cakep sebagai
karyawan. Meskipun aku harus menyamar jadi cowok ....
Eh, tapi kenapa pria pemilik kafe itu jadi
suka sekali memandangiku? Bukannya di matanya aku ini cowok, ya? Jangan-jangan
dia ....
Han
Gyeol
Kenapa aku jadi merasa akrab dengan karyawan
baru itu? Dia kan laki-laki! Sama sepertiku! Lebih baik aku mencari cara
menghindari perjodohan yang diatur orangtuaku. Aku tidak mau cepat-cepat
menikah—mengurus kafe ini jauh lebih penting. Apalagi di sana ada ....
Ya ampun, kenapa aku jadi teringat Eun Chan
terus, sih? Tapi aku merasa ada yang aneh dengan orang itu. Kalau dia memang
laki-laki, kenapa garis wajahnya lembut sekali? Dan kenapa gerak-geriknya
sangat feminin? Jangan-jangan dia ....
Coffee Prince telah difilmkan dengan
bintang utama Yoon Eun-hye pada 2007. Drama serinya mendapat berbagai macam
penghargaan, di antaranya Best TV Drama dalam 20thKorean Producers'
Award, serta 44th Baeksang Arts Awards untuk kategori Best
Actress dan Best New Producer.
Jangan heran jika kamu menemukan banyak novel asal Korea atau yang
bertema Korea di toko buku langganan kamu. Karena, ya, demam Korea tidak lagi
diam di batas drama romantis, lagu-lagu catchy ataupun gerakan dance yang
energik, demam Korea juga mulai melanda daerah sastra. Banyak novel Korea yang
sudah wara-wiri tapi tak satupun yang membuat aku mau mengeluarkan dompet.
Mungkin karena aku nggak mau terlihat bahwa aku ‘tertular’ demam ini, mungkin
masih banyak novel yang lebih menarik, atau mungkin harganya emang mahal
hahahaha. Semua kemungkinan itu berakhir saat aku melihat novel Coffee Prince ini.
Ya, ini Coffee Prince yang sama dengan drama Coffee Prince yang pernah tayang
di salah satu stasiun televisi Indonesia pada tahun 2008 atau 2009, which I love it so much! I even re-watch it on YouTube J Kalo kamu bertanya, ‘Lalu
kenapa mau beli, kan udah nonton dramanya dan jalan ceritanya udah ketauan, apa
ramenya?’ Ramenya? Novel dan drama jelas-jelas dua hal yang berbeda. Pasti ada
beberapa atau banyak hal yang berbeda, bagus atau jelek. Nah karena itulah aku
bela-belain beli novel ini J
Setelah mengalami “asyik-akhirnya-aku-beli-novel-Korea-for-the-first-time”
moment, aku mulai bisa melihat dan menyadari satu hal yang aku lupakan saat
membeli novel ini. Bukan berarti aku nyesel ya, tapi ngerasa aneh aja begitu
sadar bahwa novel ini mempunyai cover yang . . tidak menjual? Cover novel yang
berwarna orange cerah ini memperlihatkan sepasang (mungkin) kekasih sedang
meminum kopi hangat di sebuah kafe yang mempunyai jendela berbentuk hati (which is lame). Keterangan bahwa Coffee
Prince ini ada Coffee Prince yang sudah diangkat menjadi sebuah drama ada di cover
bagian belakang. Keterangan yang cukup bagus tapi bukankan calon pembaca akan
lebih ngeh kalo novel ini menjadikan poster drama tersebut menjadi cover?
Itulah yang buku-buku yang sudah diadaptasi ke film lakukan, menjadikan poster
sebagai covernya. Tapi kenapa novel ini tidak melakukan hal yang sama? It’s a big and mysterious questions on my mind :O
Kemudian aku kubur pertanyaan itu dalam-dalam karena aku mau terjun ke
cerita yang ada dibalik cover tersebut. Seperti dugaanku, ceritanya masih sama
dan tidak ada perbedaan yang begitu drastis. Hanya saja, karena aku sudah
menonton versi dramanya, satu tidak bisa tidak membandingkan keduanya. Both the
novel and the drama were good. Tapi dalam versi drama mereka menambahkan beberapa
konflik yang tak hanya datang dari sisi Eun Chan dan Han Gyeol, tapi secara
tidak langsung mempengaruhi kisah cinta mereka J
The story was fine, but the way it delivered in Indonesia is not that
fine. Paling tidak ada tiga hal ‘kecil’ yang mengganggu aku saat menikmati
Caffe Latte suguhan Eun Chan. Pertama adalah judul dari setiap bab. Novel ini
terbagi menjadi 22 bab (termasuk prolog dan epilog) dan mempunyai judul
yang . . cukup panjang? Oke, sangat
panjang. Contohnya saja, ‘Espresso – Kopi yang Dapat Memberikan Kekuatan untuk
Sajangnim’ atau ‘Cinta Adalah Rahasia yang Tidak Dapat Disembunyikan’. Judul-judul
itu sebenarnya tidak mengganggu kalau setiap bab tidak diakhiri dengan
peristiwa atau sebuah pernyataan yang dipaksakan untuk nyambung dengan judul
tersebut. Kinda tired of it. Kayaknya
lebih baik kalo bab-bab itu dihilangkan saja L
Kedua adalah catatan kaki yang menjelaskan istilah tentang hal-hal ciri khas
Korea. Contohnya adalah . .
*Kimchi: Makanan dari sayuran fermentasi dengan berbagai
macam bumbu (Sumber:Wikipedia)
*Seonji: Darah lembu beku (Sumber:Wikipedia)
*Kang Ho Dong adalah pembawa acara dan komedian terkenal yang
dulunya seorang pegulat (Sumber Wikipedia)
Istilah yang dijelaskan tersebut mengambil semua sumbernya dari
Wikipedia. Wikipedia emang nggak dilarang sih karena tidak dipungkiri informasi
yang ada disana sangat berguna. Tapi aku lebih suka kalau si penerjemah mencari
informasinya dari sumber lain yang lebih kuat dan tidak punya potensi untuk
berubah sewaktu-waktu.
Ketiga adalah panggilan khusus yang ada di tata krama Korea. Semuanya
juga dijelaskan dalam footnote tapi tidak dicantumkan sumbernya. Wikipedia, perhaps? :p
*Ajussi: Paman, panggilan untuk pria yang jauh lebih tua
*Oppa: Panggilan untuk kakak laki-laki (diucapkan oleh
perempuan)
*Eonni: Panggilan untuk kakak perempuan (diucapkan oleh
perempuan)
Hal yang menganggu aku adalah kenapa penerjemah tetap menggunakan istilah
itu? kenapa tidak pake ‘kakak perempuan’, ‘tuan’, ‘paman’ atau istilah lain
dalam bahasa Indonesia? Apa karena ingin menunjukkan keKoreaan dalam novel ini?
Tapi kemudian aku sadar bahwa dua panggilan terakhir dalam tiga contoh diatas
ada gunanya dan itu sangat mempengaruhi cerita. Karena panggilan tersebut bisa
menyembunyikan dan juga membuka identitas asli Eun Chan. Jadi hal ini aku
maklumi lah J
At Last, walaupun ada beberapa
hal yang tidak sesuai dengan aku sebagai pembaca, Coffee Prince dalam bentuk
novel atau pun dramanya sama-sama mempunyai efek yang sama. Hangat, romantis,
dan membuka mata, sama halnya dengan segelas kopi. Tak heran ceritanya begitu
laris manis dan banyak disukai. Recommended
J
Sepertinya seruuu,. masuk wishlist baca aku,. btw mahasiswa UPI ya? Salam kenal, saya juga mahasiswa UPI,. ^_^
ReplyDeletehttp://review-siro.blogspot.com/