John Green
424 Halaman
Penerbit Qanita, April 2013 (cetakan kedua)
Rp. 49.000,-
Mengidap kanker pada umur 16 tahun pastilah terasa sebagai nasib sial,
seolah bintang-bintang serta takdirlah yang patut disalahkan. Itulah yang
dialami oleh Hazel Grace. Sudah begitu, ibunya terus memaksanya bergabung
dengan kelompok penyemangat penderita kanker. Padahal, Hazel malas sekali.
Tapi, kelompok itu toh tak buruk-buruk amat. Di sana ada pasien bernama Augustus Waters. Cowok cakep, pintar, yang naksir Hazel dan menawarinya pergi ke Amsterdam untuk bertemu penulis pujaannya. Bersama Augustus, Hazel mendapatkan pengalaman yang sangat menarik dan tak terlupakan.
Tetap saja, rasa nyeri selalu menuntut untuk dirasakan, seperti halnya kepedihan. Bisakah Augustus dan Hazel tetap optimistis menghadapi penyakit mereka, meskipun waktu yang mereka miliki semakin sedikit setiap harinya?
Novel ini membawa kita ke dunia para karakternya, yang sanggup menghadapi kesulitan dengan humor-humor dan kecerdasan. Di balik semua itu, terdapat renungan mengenai berharganya hidup dan bagaimana kita harus melewatinya.
Tapi, kelompok itu toh tak buruk-buruk amat. Di sana ada pasien bernama Augustus Waters. Cowok cakep, pintar, yang naksir Hazel dan menawarinya pergi ke Amsterdam untuk bertemu penulis pujaannya. Bersama Augustus, Hazel mendapatkan pengalaman yang sangat menarik dan tak terlupakan.
Tetap saja, rasa nyeri selalu menuntut untuk dirasakan, seperti halnya kepedihan. Bisakah Augustus dan Hazel tetap optimistis menghadapi penyakit mereka, meskipun waktu yang mereka miliki semakin sedikit setiap harinya?
Novel ini membawa kita ke dunia para karakternya, yang sanggup menghadapi kesulitan dengan humor-humor dan kecerdasan. Di balik semua itu, terdapat renungan mengenai berharganya hidup dan bagaimana kita harus melewatinya.
Ada alasan kenapa aku mau beli The Fault in Our Stars – Salahkan Bintang-Bintang
ini. Banyak sih sebenarnya. Salah satunya adalah ke-book hangover-an akan Divergent trilogy
yang masih aku rasakan. Gimana bisa sembuh coba kalo mendadak ada adegan film
tersebut yang muncul di timeline
Twitter? Oleh karena itu aku mencoba melakukan sesuatu yang berbeda untuk
menyembuhkan sakit ini. Daripada terus menghindar dan jadinya galau sendiri,
aku lebih memilih terus-terusan liat hal-hal yang terkait dengan Divergent
dengan harapan aku bakal kebal dengan sendirinya. Jadi sebenernya apa hubungan The Fault in Our Stars dengan
Divergent? Well, Shailene Woodley
yang mendapat peran sebagai Tris Prior ternyata mendapat peran utama juga untuk
menjadi Hazel Grace. She’s going to be a
big star! Alasan kedua adalah kultwit
Clara Ng yang membahas tema novel young
adult di Indonesia yang gitu-gitu aja. Dalam salah satu twitnya, Clara
menyebutkan novel ini sebagai contoh novel YA yang berbeda dan berani. Alasan
terakhir, aku penasaran dengan karya John Green. Novel ini dan novel-novel lain
karya Green selalu berseliweran di Goodreads. Makin penasaran, kan? Sebeda dan
seberani apa sih novel yang mengangkat kisah gadis penderita kanker ini? Let’s review it now :)
Sebelum ke review, bahas covernya dulu ya. The Fault in Our Stars diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
menjadi Salahkan Bintang-Bintang ini
memiliki cover yang sangat berbeda
dengan versi aslinya. Design cover
yang dipilih Penerbit Qanita ini menampilkan seorang anak perempuan yang
menegadah melihat bintang. Dia duduk disamping seekor kelinci (?) di hamparan
rumput dan pepohonan di halaman sebuah rumah. Berbeda dengan design cover versi asli. Hanya warna
biru yang menjadi kesamaan diantara kedua cover
itu. Saat melihatnya, aku pikir ini adalah buku yang berisi kisah nyata seorang
penderita kanker yang mengharukan, bukan
sebuah buku fiksi. Tapi begitu aku tau ini adalah buku fiksi dan akan di
angkat menjadi film, aku selalu memandang buku ini berbeda dan berharap bisa
membelinya suatu hari. Keinginan itu terwujud saat aku berulang tahun bulan
lalu. Yap, buku ini menjadi hadiah ulang tahun untukku daru diriku sendiri
hehehe
The Fault in Our Stars – Salahkan Bintang-Bintang menceritakan Hazel
Grace Lancaster, gadis enam belas tahun yang menderita kanker paru-paru. Dia
bisa bertahan lebih lama karena obat yang dirancang untuk mengobati kanker
bekerja dengan baik pada tubuhnya. Tapi Hazel tetap saja harus membawa tangki
oksigen kemana-mana untuk membantunya bernafas dan juga mengeluarkan cairan di
paru-parunya secara berkala. Hazel mengikuti sebuah kelompok penyemangat
penderita kanker dengan dorongan dari ibunya. Hazel lalu bertemu dengan
Augustus Waters yang pernah menderita kanker sampai sebelah kakinya harus
diamputasi. Mereka mulai berteman, bertukar buku bacaan, bermain games, saling
mengunjungi rumah masing-masing dan juga berusaha mewujudkan
keinginan-keinginan sebelum kanker merenggut hidup mereka. Salah satunya adalah
bertemu dengan penulis kesukaannya yang saat ini menetap di Amsterdam. Mereka
berusaha untuk terbang ke kota itu walaupun sadar dengan ancaman kesehatan mereka
yang bisa setiap saat menurun.
The Fault in Our Stars – Salahkan Bintang-Bintang menyajikan sebuah
kisah Hazel Grace dan Augustus Waters yang mengharukan, memilukan tapi tetap
manis dan romantis seperti remaja kebanyakan saat mengenal cinta untuk pertama
kalinya. Hubungan pertemanan dan percintaan mereka mulai dan berjalan dengan
cara yang terbilang unik dan aneh. Hal itu terlihat dari percakapan mereka.
Entah akunya yang tidak tahu tentang topik itu atau entah karena bahasa
terjemahannya yang kadang membingungkan, percakapan itu agak aneh dan
membosankan hahahaha. Tapi kemudian itu menjadi ciri khas sendiri dalam
hubungan Grace dan Augustus. Sulit membayangkan percakapan itu keluar dari
sepasang remaja.
Dari percakapan dan juga buku dan
film yang keduanya nikmati bersama, pandangan tentang hidup dari penderita
kanker terlihat. Mereka tidak ingin dikasihani karena kondisinya dan ingin
hidup, sehidup-hidupnya yang mereka mampu dengan kanker tersebut. Mereka
tentunya ketakutan dengan sejarah kanker belum bisa disembuhkan. Itu berarti
kesehatan mereka bisa memburuk dan mereka bisa meninggal kapan saja. Tapi
bukankan kematian itu memang tidak bisa ditebak? Setiap orang, sesehat apapun
akan meninggal tanpa ada peringatan sedikitpun. Tapi kanker yang mereka derita dan
pandangan orang-orang seakan-akan selalu mengingatkan mereka akan kematian. Namun
Grace dan Augustus bereaksi lain dengan keadaan itu. Kanker dianggap sebagai
bagian dari tubuh mereka sendiri. Mereka
juga sebenarnya takut tapi mereka berusaha bersenang-senang sampai waktu itu
tiba. Banyak hal lainnya yang berbeda mengenai apa yang penderita kanker
rasakan dari cerita Hazel dan Augustus. Aku tahu ini hanya fiksi tapi ini bisa
membantu para penderita kanker dan kita sendiri untuk tidak meremehkan mereka,
penyakit dan perasaannya.
Selain tema kanker di usia
remaja, aku tidak bisa berkomentar banyak, terutama gaya bahasa. Susah rasanya
menilai gaya bahasa yang sudah diterjemahkan ke bahasa lain. Walaupun isi dan
maksudnya sama, perbedaan pilihan kata, struktur dan juga penjelasan tambahan
yang diselipkan mengaburkan gaya bahasa yang asli, IMO. Namun aku mengagumi
proses penulisan yang dilakukan oleh John Green. Di bagian catatan dari penulis
dan juga ucapan terima kasih ada beberapa penjelasan tentang novel ini. Penulis
mengungkapkan bahwa novel ini fiktif secara keseluruhan. Dia bahkan mengarang
sebuah obat agar Hazel bisa bertahan lebih lama sehingga lebih banyak cerita
yang bisa di kembangkan. Hal itu membuat aku sadar bahwa penulis bisa menulis
apa saja sampai mengarang obat fiktif sekalipun. Itu tidak berarti penulis
pandai mengarang dan mengada-gada, tapi itu adalah proses yang cukup kreatif
dan jangan lupa menaruh catatan penjelasan itu sebelum cerita fiktif itu
dimulai. Lalu penulis mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada sebuah yayasan
yang mengizinkannya untuk menulis di Amsterdam. Hmm, Amsterdam adalah salah satu
lokasi yang diceritakan dalam novel ini dan dia terbang kesana untuk merasakan dan
menulis tentang kota itu. Ini berbeda sekali dengan pilihan penulis-penulis
lokal. Mereka memilih untuk observasi lewat internet. Hasilnya tulisannya sih
terasa seakan-akan mereka pernah kesana tapi ada juga yang sampai terkena kasus
plagiat. Tapi ya penulis luar dan lokal jelas sangat berbeda, khususnya soal royalti.
Rasanya rugi kalo jauh-jauh ke luar negeri untuk menulis tentang kota tertentu
tapi tidak sebanding dengan penjualan dan royaltinya kelak.
Well, review yang cukup panjang ya. The Fault in Our Stars – Salahkan Bintang-Bintang benar-benar
memberi kesan tersendiri tentang penderita kanker, apalagi saat salah satu dari
mereka pergi. Lucunya banyak yang ngewanti-wanti aku di Goodreads soal bagian
sedih itu. Sehingga aku kebal dengan sendirinya. Tapi ya aku nangis dikit sih
hehehe. Baca deh, seriusan. Very
recommended!