Robin Wijaya
384 Halaman
Gagas Media, 2013 (cetakan pertama)
Rp. 53.000,-
Pembaca tersayang,
Banyak jalan menuju Roma. Banyak cerita berujung cinta. Robin Wijaya, penulis novel Before Us dan Menunggu mempersembahkan cerita cinta dari Kota Tujuh Bukit.
Leonardo Halim, pelukis muda berbakat Indonesia, menyaksikan perempuan itu hadir. Sosok yang datang bersama cahaya dari balik sela-sela kaca gereja Saint Agnes. Hangatnya menorehkan warna, seperti senja yang merekah merah di langit Kota Roma. Namun, bagaimana jika ia juga membawa luka?
Leo hanya ingin menjadi cahaya, mengantar perempuan itu menembus gelap masa lalu. Mungkinkah ia percaya? Sementara sore itu, di luar ruang yang dipenuhi easel, palet, dan kanvas, seseorang hadir untuk rindu yang telah menunggu.
Setiap tempat punya cerita. Roma seperti sebuah lukisan yang bicara tanpa kata-kata.
Enjoy the journey,
EDITOR
Banyak jalan menuju Roma. Banyak cerita berujung cinta. Robin Wijaya, penulis novel Before Us dan Menunggu mempersembahkan cerita cinta dari Kota Tujuh Bukit.
Leonardo Halim, pelukis muda berbakat Indonesia, menyaksikan perempuan itu hadir. Sosok yang datang bersama cahaya dari balik sela-sela kaca gereja Saint Agnes. Hangatnya menorehkan warna, seperti senja yang merekah merah di langit Kota Roma. Namun, bagaimana jika ia juga membawa luka?
Leo hanya ingin menjadi cahaya, mengantar perempuan itu menembus gelap masa lalu. Mungkinkah ia percaya? Sementara sore itu, di luar ruang yang dipenuhi easel, palet, dan kanvas, seseorang hadir untuk rindu yang telah menunggu.
Setiap tempat punya cerita. Roma seperti sebuah lukisan yang bicara tanpa kata-kata.
Enjoy the journey,
EDITOR
Roma: Con Amore adalah seri kedua dari Setiap Tempat Punya Cerita
keluaran Gagas Media (Fyi, Bukune yang masih bersaudara dengan Gagas
mengeluarkan seri yang sama). Menarik dan unik. Itu pendapatku untuk ide ini.
Selain mengeksplor tempat-tempat menarik dan cerita romantis dibaliknya, Gagas
sepertinya juga ingin mengembangkan bakat para penulis dibawah naungannya.
Lihat saja nama-nama yang ada adalah orang-orang yang sebelumnya pernah
menerbitkan karyanya di Gagas dan bahkan ikut bagian seri sebelumnya, Gagas
Media.
Seri Setiap Tempat Punya Cerita (STPC)
dari Gagas Media adalah Paris: Aline
karya Prisca Primasari (baca reviewnya disini) dan yang kedua adalah Roma: Con Amore karya Robin Wijaya.
Karya Robin Wijaya sebelumnya yang pernah aku baca adalah Menunggu yang berduet dengan Dahlian. Robin menyajikan sebuah
cerita sederhana tapi punya efek galau yang maksimal. Hal itu membuatku yakin
untuk membeli seri kedua ini. Aku mau lihat sebetapa galau dan ‘ROMA’ntisnya
cerita Robin kali ini. Aku juga memutuskan untuk mengikuti seri STPC
berikutnya. Selain karena penasaran dengan tempat apa lagi yang akan diangkat,
aku juga senang dengan sinopsisnya yang sudah memberikan sedikit pencerahan
tentang isinya :p
Sebelum ke cerita, mari lihat
package Roma: Con Amore yang unik.
Aku nggak begitu familiar dengan
bangunan yang ada di kartu pos yang menjadi bonus dan ilustrasinya cuma ada
enam. Tapi idenya tetap saja unik dan membuat novel ini terasa sangat beda dari
yang lain.
Untuk isi ceritanya, Roma: Con Amore mengisahkan tentang
pertemuan seorang pelukis muda asal Indonesia, Leonardo Halim dengan seorang
pegawai KBRI, Felice Patricia di sebuah galeri lukisan di Roma. Mereka bertemu
karena kecerobohan Felice yang membuat lukisan Leo terkirim ke tempat yang
salah. Setelah itu mereka tak sengaja bertemu di Bali. Mereka mulai berteman
dan menghabiskan waktu tanpa rencana. Ketika mereka bertemu lagi di Roma dan
menghabiskan waktu bersama, hubungan pertemanan mereka terasa lain. Mereka tak
pernah mengakui satu sama salin karena masing-masing sudah punya pasangan. Leo
punya Marla, seorang pengrajin hiasan kaca patri yang selalu setia dan telaten
mengurus Leo dan rumahnya. Felice punya Franco, pesepakbola Itali yang super romantis.
Setelah membaca sinopsisnya
diatas, udah kebayangkan betapa romantis dan besarnya potensi kegalauan yang
dihasilkan hehehe. Hal lain yang bikin galau maksimal adalah isi bab yang
cenderung pendek-pendek dan hanya menceritakan satu peristiwa, contohnya bab
khusus membahas pekerjaan sehari-hari Leo, kisah percomblangan Leo dan Marla,
isu keluarga Felice dan lainnya. Siapa sih yang suka dikasih dikit-dikit?
Makanya aku jadi pengen baca terus dan secara tidak langsung meningkatkan
kegalauan. Apalagi sebelum bab baru dimulai, sebuah quote muncul di bawah judul
bab tersebut. Ini adalah beberapa quotes yang aku suka ;)
“Aku bersembunyi di
balik keangkuhan. Diam-diam menjadi pengagummu.” – bab 5
“Cinta adalah
penerimaan tanpa ada penolakan.” – bab 14
“Setiap orang punya
ruang dan tempat tersendiri. Mereka yang pergi dan datang, tak akan pernah bisa
saling menggantikan.” – bab 18
“Kamu menjadi alasan
aku kembali. Tak perlu tanya, tak perlu kata untuk menjelaskan.” – bab 22
“Ada perbedaan tipis
antara benci dan cinta. Dan yang menyekatkan keduanya, hanyalah perasaan tak
mau memaafkan.” – bab 33
Tapi sayangnya, cara penceritaan
yang dikit-dikit dan dosis galau yang semakin besar seperti itu membuat alurnya
terasa lambat dan hambar. Cara tersebut juga tidak maksimal untuk menceritakan
masalah utama masing-masing karakter. Butuh berbab-bab untuk tahu status
hubungan yang dimiliki Leo dan Marla dan juga untuk mengerti kenapa Felice
begitu marah dengan keputusan Mamanya berhubungan dengan Benny.
Entah kenapa, aku menemukan bahwa
deskripsi dan narasi di novel ini lebih berperan daripada dialog antar
karakternya. Setiap bab atau paragrap ini dimulai dengan deskripsi tempat lalu
narasi tentang kegundahan hati karakter yang terlibat. Semua itu terasa begitu
indah dan mendayu-dayu. Tapi ketika karakter tersebut bercakap-cakap dengan
karakter lain, mereka terdengar kaku dan geje banget.
Itu membuat konflik yang ada (yang
semula sangat galau) jadi biasa-biasa saja. Ke-Roma-annya juga kurang kerasa
disaat kedua tokoh malah mulai menjadi teman di Bali dan adanya menggunaan
Bahasa Inggris yang efektif ketimbang Bahasa Itali.
Mau sedikit berkomentar tentang
cinta segitiga Marla – Leo – Feline. Bagi yang belum baca, bisa lanjut ke
kesimpulan setelah tanda alert merah
kedua untuk menghindari spoiler :)
ALERT!
Leo adalah seorang pelukis dan
dia sangat butuh mood dan inspirasi untuk menghasilkan setiap lukisan. Entah
dihalaman berapa, Marla membahas bahwa Leo selalu mengerjakan setiap lukisannya
dengan perasaan (cinta?) dan dengan begitulah lukisan dibuatnya akan hidup.
Marla yang selama ini menemani Leo, sebelum akhirnya Felice yang berbeda dengan
Marla datang dan menyiptakan inspirasi baru buat Leo. Jadi apakah rasa cinta
yang Leo rasakan nyata atau sekedar membutuhkan muse untuk lukisannya? Jadi
keingetan dengan Gossip Girl, Serena van der Woodsen pacaran dengan seorang
seniman yang merupakan teman masa kecilnya. GG berkomentar diakhir, "Looks like B's prophecy came true. One day you're a muse. The next day you're old news."
Felice menolak hubungan Mamanya
dengan Benny, seorang pria beristri yang berjanji akan bercerai secepatnya.
Alasannya karena Benny jelas milik orang lain dan Felice tidak mau seorangpun
menggantikan Papanya. Tapi lihatlah hubungannya dengan Leo. Leo jelas tidak
sendiri walaupun dia tidak mengakuinya sebelumnya. Felice tidak sempat
menanyakan hal tersebut karena terlalu mabuk oleh cinta. Bukankan itu sama saja
dengan Mamanya yang mementingkan perasaannya kepada Benny dan tutup mata atas
kejelasan status Benny. Like mother like
daughter. Lalu bagaimana dengan ‘pengganti’? Felice dengan mudahkan
menggantikan Marla di hati Leo. So
Felice, there is no reason to forbin your mother, at least when she is dating
the right man.
ALERT!
At last, Roma: Con Amore
dan segala kegalauannya was quite good.
But I realized the doses is just not my
cup of coffee. Terlalu banyak buat aku, sampe tidak mempan lagi. Untuk
Robin Wijaya, aku tetap menantikan karya selanjutnya, sebuah cerita yang tidak
terlalu galau mungkin? :D
Good Review :))
ReplyDeleteBTW, entah kenapa aku enggak begitu suka sama novel karya kak Robin Wijaya kali ini u,u
Mungkin gara-gara dari awal udah sebel aja sama si tokoh utama cewek (Felice). Kesannya itu kayak dia ngerebut cowok orang -,-
Jadi kasihan sama Marla, mungkin bagiku agak sulit jadi cewek sekuat Marla yang rela ngelepasin sesorang yang sangat berarti ke orang lain u,u
Dear Ila, aku juga sebel sama Felice :(
ReplyDelete