Friday, September 19, 2014

Ai

Winna Efendi
288 Halaman
GagasMedia, 2012 (cetakan kedelapan)
Rp. 31.000,-
(Beli di @23rdProject)

Cinta seperti sesuatu yang mengendap-endap di belakangmu. Suatu saat tiba-tiba kau baru sadar, cinta menyergapmu tanpa peringatan

-Sei-
Aku mencintai Ai. Tidak tahu sejak kapan - mungkin sejak pertama kali dia menggenggam tanganku - aku tidak tahu mengapa, dan aku tidak tahu bagaimana. Aku hanya mencintainya, dengan caraku sendiri. Sekarang, semuanya sudah terlambat. Tidak. Semuanya sudah terlambat jauh sebelum hari ini - mungkin sejak festival musim panas itu, atau mungkin sejak kedatangan Shin. Dia telah memilih, sadar maupun tidak, dan orang itu bukanlah aku.

-Ai-
Aku bersahabat dengan Sei sejak kami masih sangat kecil. Saat mulai tumbuh remaja, gadis-gadis mulai mengejarnya. Entah bagaimana, aku pun mulai jatuh cinta padanya, tetapi aku memilih untuk menyimpannya. Lalu, datang Shin ke dalam lingkaran persahabatan kami. Dia membuatku jatuh cinta dan merasa dicintai. Kami bahagia, tetapi suatu hari Shin pergi dan tak bisa kembali lagi.

Novel Ai ini aku baca untuk memenuhi Winna Efendi’s Books Reading Challenge. Aku baru baca tiga buku, termasuk yang satu ini, dari enam buku yang harus aku baca. Sementara itu 2014 tinggal beberapa bulan lagi. Huaaaa! Untuk aku pibadi, sulit rasanya memenuhi reading challenge yang spesifik pada satu penulis seperti ini. Karena satu hal, aku nggak mau beli novelnya, apalagi terbitan tahun-tahun lama. Sebenarnya bisa saja sih aku beli, tapi aku lebih tertarik membeli buku yang benar-benar baru ;p Untuk Ai ini aku sengaja beli karena harganya lebih murah dari harga asli dan cover lama ini menurutku lebih manis ketimbang edisi repackage-nya. Now, let’s review it now :D

Di sebuah desa kecil di Jepang, Ai dan Sei tinggal bersebelahan dan memulai pertemanan mereka sejak kecil. Saat itu hamster milik Sei mati dan Ai menghiburnya dengan membuat acara pemakaman sederhana. Setelah itu Ai sempat pindah ke Bali, mengikuti ibunya yang lahir di sana, namun kemudian kembali lagi dan tinggal dengan ayahnya. Sejak itu Ai dan Sei tidak perpisahkan. Pertemanan mereka seringkali membuat laki-laki dan perempuan yang naksir kepada salah satu mereka salah paham.

Di tingkat akhir sekolah, Shin, seorang laki-laki asal Tokyo pindah dan menjadi teman baru mereka. Kedatangan Shin membawa sesuatu yang baru sekaligus melengkapi pertemanan mereka. Saat memutuskan untuk masuk univesitas, Shin menyarankan mereka mendaftar di Univesitas Toudai di Tokyo. Mereka bisa tinggal bersama bertiga dan semakin tak terpisahkan. Sei agak ragu, tapi Ai begitu ingin masuk ke sana. Sementara itu Sei mulai menyadari ada sesuatu yang berbeda antara Ai dan Shin. Sei sebenarnya ikut senang jika Ai merasa demikian. Tetapi saat Shin mengambil satu langkah berani yang membuat dirinya lebih dekat dengan Ai dibandingkan dirinya, Sei merasa sedikit cemburu dan akhirnya menyadari kalau dia sebenarnya mencintai Ai.

"Aku pernah berkata pada Sei, mencintai, dalam bentuk apa pun memang menyakitkan. Kau tahu apa yang dia katakan? Dia bilang, tidak, mencintai adalah hal paling indah di dunia ini, terutama ketika kau melihat orang yang kau cintai bahagia." – halaman 263

Sebenarnya aku sadar kalau cerita di Ai ini bagus sekali. Kisah pertemanan jadi cinta yang sederhana sekaligus rumit, setting Jepang yang unik, gaya penceritaannya lancar dan mengalir, cerita yang tidak tertebak dan banyak bagian yang membuatku menarik nafas sejenak, saking jleb-nya hehehe. Tetapi secara keseluruhan, aku tidak terlalu suka. Tapi bukan berarti benci, ya. Hanya tidak suka. Entah kenapa. Padahal pembagian ceritanya menarik loh. Ceritanya ini dibagi menjadi dua bagian, Sei dan Ai. Bagian Sei menceritakan pertemanannya dengan Ai, kedatangan Shin, keputusan mereka tentang Tokyo dan selanjutnya sampai dia menyatakan cinta. Untuk bagian Ai, tidak dimulai dari bagian yang ditinggalkan oleh Sei. Ai lebih banyak menceritakan hal-hal yang terjadi tapi tidak atau belum diketahui oleh Sei. Jadi bagian Ai ini seperti pelengkapnya bagian Sei.

Lalu apa yang aku tidak sukai? Sudah kubilang, aku sendiri tidak tau. Mungkinkah ketidakhadiran ciri khas milik Winna Efendi yang kurasakan di Melbourne: Rewind dan Remember When? Atau bagian tinggal bersama yang dilakoni tiga sekawan ini? Di sini aku mencoba untuk nge-judge. Aku hanya merasa ganjil. Mereka, kecuali Shin, berasal dari desa sederhana. Tetapi bisa memutuskan untuk tinggal bersama dengan gampangnya. Aku kira gaya hidup seperti itu berasal dari daerah perkotaan yang lebih modern yang berpikiran terbuka. Apa sebenarnya hal itu memang wajar di seluruh Jepang? :o Untuk masalah teknis sih, tidak ada masalah. Mungkin hanya judul bab 24 dan 25 yang sama. Aku sempet mikir ngebaca ulang satu bab yang sama hehehe. Sengaja gak sih? Semoga sudah diperbaiki di edisi terbarunya.

At last, terlepas dari semua kebingunganku di atas, Ai ini punya cerita yang bagus dan sedikit bikin galau hehehe. Aku diam-diam berharap suatu hari novel ini akan diangkat menjadi film juga seperti karya Winna Efendi yang lain. Yay! :)

2 comments:

  1. Aku juga ngarep kalo buku ini diangkat ke layar lebar. Tapi kalo mengingat settingnya, kayaknya agak susah ya di visualisasikan :3

    ReplyDelete
  2. Sebenernya bisa aja. Sekarang kan banyak film Indonesia yang syutingnya di luar. Tinggal para produser film pintar-pintar ngatur stategi ;D

    ReplyDelete

Thanks for leave your comment :D