Arumi E.
316 Halaman
GagasMedia, 2014
Rp 55.000.-
Pembaca tersayang,
Monako menawarkan kemewahan yang berkilau. Lewat jemarinya, Arumi E.
akan mengajak kita berkeliling di Monte Carlo dengan cerita cinta penuh
kejutan.
Kiara Almira ingin menjauh dari seremoni membosankan pekerjaannya di
Cannes. Ia nekat membeli tiket kereta menuju Kota Nice dan melarikan diri.
Seoang lelaki asing yang dijumpainya di kereta membawanya ke Monte Carlo,
menjelajah tiap sudut Old Town yang memukau. Kala Kiara ingin mengenalnya lebih
dekat, lelaki itu menghilang di tengah senja di Kafe Le Portrait, menyisakan
rasa penasaran yang tidak bisa dihapusnya.
Obsesi yang tidak masuk akal terhadap lelaki asing itu membuatnya sulit
menemukan kekasih hati, sampai ia bertemu Alaric Kanigara. Meski sang Sutradara
mampu membuat perasaannya melambung tinggi, hati kecil Kiara masih
bertanya-tanya, ke mana pria yang tiba-tiba meninggalkannya di Monte Carlo?
Setiap
tempat punya cerita.
Dari
negeri Ratu Grace Kelly, scenario kisah cinta hadir terduga.
Salam,
Editor
Monte Carlo:
Skenario adalah novel ketiga sekaligus terakhir dari seri Setiap Tempat
Punya Cerita (STPC) musim kedua dari GagasMedia. Aku bersemangat untuk
menikmati novel ini. Faktanya aku selalu menyambut setiap novel STPC dengan
optimis. Kota yang menjadi setting
utamanya lumayan aku kenal dari film dibintangi Selena Gomez, Leighton Meester
dan Cassidy yang mempunyai judul yang sama. Cover-nya
yang mempunyai warna menarik dan design yang diberi ilustrasi salah satu
bangunan khas, agak berbeda dengan cover
novel-novel sebelumnya. Lalu, sinopsis dibagian belakang cover menggambarkan
garis besar cerita cukup bagus dan jelas. Jarang-jarang nih penerbit ini tidak
menggunakan blurb yang puitis dan
‘mengecoh’. Sayang sekali, novel ini tidak kunjung tersedia di toko buku diskon
langgananku (ehem,
RB). Penampakannya di toko buku biasa, seperti Gramedia, sudah susah.
Aku akhirnya memilih meminjamnya saja di Pitimoss. Now, let’s review it :D
"Monte
Carlo adalah tempat yang indah untuk menyaksikan matahari tenggelam. Ayolah,
itu tidak jauh dari sini. Dengan kereta, kita bisa cepat sampai. Setelah itu
mungkin kita bisa makan malam sebentar, lalu kembali lagi ke Nice, atau bisa
juga langsung ke Cannes. Dari Monte Carlo ada kereta yang langsung menuju
Cannes, hanya satu setengah jam perjalanan." – halaman 4-5
Kiara Almari, seorang aktris Indonesia
yang sedang naik daun, melakukan perjalanan kerja ke Cannes sebagai duta sebuah
produk kecantikan. Kegiatannya padat dan membosankan. Itu membuat Kiara berani
kabur ke Nice, sendirian, meninggalkan Livia, asisten pribadi dan sahabat
baiknya kelimpungan. Di kereta menuju Nice, Kiara berkenalan dengan Bertrand
LaForce, fotografer lepas yang sukarela menjadi pemandunya dan menantangnya ke
Monte Carlo. Tapi lelaki itu meninggalkan Kiara tanpa pamit atau alasan di
sebuah kafe di mana mereka menikmati makan malam. Di hari selanjutnya, dia
bertemu dengan Alaric Kanigara, sutradara kelahiran Indonesia yang bermukim di
Paris. Lelaki itu menarik tapi pengalaman Kiara dengan Bertrand membuatnya
sangat berhati-hati.
Setahun kemudian, Kiara mendapatkan
peran utama di sebuah film yang menggunakan Monte Carlo sebagai salah satu setting-nya. Kiara ingin memanfaatkan
kesempatan ini untuk mencari jawaban atas kepergian Bertrand yang misterius.
Namun Kiara malah bertemu dengan Alaric, yang didapuk menjadi sutradara film
tersebut. Baik Kiara dan Alaric sempat kaget dengan pertemuan kedua itu. Kiara
menemukan sisi menyebalkan dari Alaric saat mereka mulai menjalani syuting di
Monte Carlo. Kiara memutuskan untuk kabur sejenak. Dia memutuskan untuk mengunjungi
kafe yang dia kunjungi bersama Bertrand.
"Jangan
tanya kenapa, sering kali perasaan cinta datang tanpa kita tahu apa sebabnya.
Aku hanya bisa merasakannya. Perasaan suka tiap kali berada di dekatmu." –
halaman 257
Aku beruntung sekali tidak
memaksakan diri membeli novel ini karena
Monte Carlo: Skenario ternyata sangat,
sangat mengecewakan! Aku memang sudah baca banyak review
penuh kekecewaan di Goodreads. Semua itu sedikit kuabaikan karena aku ingin
mencobanya sendiri. Siapa tahu ini hanya masalah perbedaan selera. Ternyata aku
salah besar. Semua yang tertulis di laman Goodreads itu mewakili apa yang
kudapat dari novel ini, ceritanya datar, setting
Monte Carlo-nya tidak terasa, ditambah
beberapa hal lain yang tak kalah mengecewakan dan menyebalkan seperti
mengulangan informasi yang berlebihan dan kadang malah saling berlawanan,
perubahan perasaan para karakter yang tidak mengundang simpati pembaca dan
sangat drastis. Padahal ceritanya menarik dan saat membaca bab-bab pertama, aku
tidak merasakan ada yang salah. Premis Kiara yang pertama kali berkunjung ke
kota asing dan dipandu lelaki asing sedikit mengingatkanku pada Just One Day.
Lalu kemunculan Alaric yang gampang dikaitkan dengan pengalaman Kiara dan
Bertrand membuatku sedikit menebak alur selanjutnya. Tebakan itu adalah tebakan
yang udah umum seperti Alaric ini sepertinya akan jadi rebound-nya Kiara, seperti yang sinopsis di atas gambarkan, atau
Bertrand akan muncul lagi, menjadi penghalang dua orang atau dia tidak akan
muncul sama sekali. Semuanya salah. Yang terjadi malah Kiara dengan gampang
‘terpuaskan’ dengan alasan sederhana Bertrand dan tidak sedikitpun punya minat
untuk melanjutkan atau membangun kembali hubungan singkat mereka sebelumnya.
Aneh, terus kenapa Kiara bisa begitu penasaran selama setahun lamanya? Hubungan
Kiara dan Alaric juga tidak begitu baik. Sampai halaman 200an, tidak ada tuh
adegan yang menunjukan bahwa ‘sang
Sutradara mampu membuat perasaan [Kiara] melambung tinggi’ dalam
artian yang positif. Yang ada mereka bertengkar karena hal-hal sepele yang
kadang menggelikan.
Masalah setting, kekhasan Monte Carlo yang disajikan tidak jauh berbeda
dengan pengalaman memandangi kartu pos bergambarkan gedung-gedung unik. Hanya
melihat bagian luarnya saja. Tidak ada pengalaman emosional yang berdampak pada
karakternya, kecuali bagian di kafe itu. Tempat-tempat yang ditunjukan juga
termasuk sangat umum. Deskripsinya pun berputar-putar pada ‘mewah’, ‘megah’ dan
‘indah’ tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Tidak ada, misalnya, tempat wisata
untuk kalangan menengah atau sederhana, gitu. Ruang untuk penjelasan penting
itu malah dipakai untuk mengulang informasi dan penjelasan yang sudah ditulis
di awal. Ada bagian di mana Livia menyebutkan prestasi Kiara di industri
perfilman Indonesia, pengakuan Alaric soal pemilihan peran utama, keterlambatan
Oliver Antolin. Tak sampai dua halaman berikutnya, semua informasi itu diulang
secara detail, hanya saja menggunakan pilihan kata yang berbeda. Lucunya,
beberapa malah saling berlawanan. Ada bagian Alaric mengaku tidak mengenali
wajah Kiara dalam foto yang diajukan produser film dan baru sadar saat mereka
bertemu langsung. Di penjelasan selanjutnya yang merupakan sedikit pengulangan,
Alaric mengaku sangat kaget dengan foto tersebut dan bilang dia masih ingat
jelas Kiara dari pertemuan mereka dulu. Koq bisa gitu, ya? Aku bertanya-tanya
bagaimana pihak yang mengurus novel ini bisa melewatkan semua itu.
Ilustrasi isi yang menjadi ciri khas seri STPC
Para karakter tidak membantu aku, sebagai
pembaca, menikmati jalan ‘skenario’ mereka. Detail tentang kepribadian mereka
tidak konsisten, membuatku sulit untuk simpati. Kiara seperti yang punya dua
kepribadian, tergantung di mana dia berada. Di Jakarta, dia enggan dinilai
sukses dan terkenal karena prestasinya di kontes kecantikan. Dia juga menolak
disebut selebriti. Dia ingin dinilai dari kerja kerasnya dalam bidang akting.
Berbeda dengan dirinya di Monte Carlo, di mana dia dengan gampang kabur dari
jadwal, langsung tersinggung saat dikritik sutradara dan berperilaku seperti ‘diva’. Kemana semua prinsip kerja
kerasnya? Nah, di sini ada yang lucu juga. Alaric sedikit membentak Kiara
karena Kiara tidak bisa memerankan tokoh yang sedang jatuh cinta. Lalu Alaric
menanyakan pengalaman jatuh cinta Kiara. Di pikiranku sih, Alaric menyuruh
Kiara untuk membangkitkan emosi jatuh cinta itu agar aktingnya lebih nyata. Eh,
Kiara malah marah dan mangkir dari jadwal syuting, hahahaha. Kiara juga tidak
terima dibentak secara kasar. Ini membuatku berpikir, emangnya syuting di
Jakarta kemaren-kemaren yang dilakukan sebelum terbang ke Monte Carlo selalu
berjalan super mulus, ya? Koq Kiara kayak yang pertama kali diarahkan Alaric?
Di sini aku merasa cerita ‘dipaksakan’ hanya dan harus berlangsung di Monte
Carlo, sebagai penekanan terhadap judulnya. Kejadian lain yang terjadi di
Paris, Nice dan Jakarta berlangsung singkat dan dirancang agar ‘melemparkan’
para karakter kembali ke Monte Carlo. Oh, iya, perubahan emosi para karakter
juga sangat drastis. Menjelang bagian akhir, Alaric jadi cinta setengah mati
sama Kiara. Sebelumnya Alaric memang menunjukan bahwa dia tertarik dengan
Kiara. Tapi hanya sedikit-sedikit. Tidak ada kejadian istimewa atau life-changing, dia tiba-tiba saja berani
mengajak Kiara berkencan dan menebar rayuan gombal. Iiihhh, hilang sudah Alaric
yang tegas dan dingin. Kiara juga begitu. Dia tiba-tiba sangat ngebet pengen
nikah dan melakukan apa aja buat deket sama Alaric -.-
Aku ogah membahas ending, typo dan segala teknis yang masih kurang baik. Aku mau minta maaf
saja dengan semua kritikan pedas di review
Monte Carlo:
Skenario ini. Aku hanya kecewa seri STPC ditutup dengan cara seperti ini. Aku
sebenarnya suka dengan premisnya, tapi pilihan penulis yang sepertinya ingin
membuat jalan ceritanya berbeda dan tidak tertebak, tidak tepat. Bagi yang
penasaran, bisa coba baca sendiri. Bagi yang ogah, aku saranin nonton film
Monte Carlo-nya Selena Gomez aja ;)
Akhirnyaa kamu bikin review novel ini juga :)
ReplyDeleteKurang ngena sih kalo aku bilang. Kurang kerasa "Monte Carlo"-nya. Untung aku udah nonton duluan filmnya Selena Gomez.