Tahun lalu, GagasMedia dan Bukune
mengeluarkan seri novel bertema traveling
yang diberi nama Setiap Tempat Punya
Cerita (STPC). 12 cerita
berlatar kota di luar negeri, seperti Paris, Bangkok dan New York, disajikan
bersama sampul yang eye catching, ilustrasi
menarik dan bonus kartu post unik. Untuk
lebih lengkapnya, kamu bisa baca recap
post seri pertama STPC di sini. Kesuksesan seri tersebut membuat GagasMedia
mengeluarkan seri keduanya. Aku yang sangat menyukai seri ini excited menyambut cerita-cerita
selanjutnya. Mari kita lihat tiga kota yang sudah aku ‘jelajahi’ ;D
***
Erlin Natawiria
374 Halaman
GagasMedia, Desember 2014
Rp. 56.000,-
Widha nekat berlibur
sendirian ke tempat impiannya, Athena. Perjalanan Widha ini juga membawa misi
dan secuil harapan akan mantan kekasihnya, Wafi, yang dia ketahui sedang berada
di sana juga. Sebelum berhasil bertatap muka dengan mantannya yang sudah punya
kekasih seorang penulis, Keira, Widha berkenalan dengan Nathan, wisatawan dari
Perth yang bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Bersama-sama, mereka
merasakan teriknya Athena, mencicipi makanan asli (walaupun akhirnya kembali ke
mie goreng instan) dan berbagi sedikit kisah pribadi. Tanpa Widha bercerita,
Nathan tahu gadis itu sedang gelisah, memikirkan seseorang. Tapi dia tidak
menyangka orang itu adalah lawannya di masa lalu.
“Hei, cinta itu kayak
rinai hujan. Jatuh tanpa melihat-lihat siapa yang akan tertimpa. Jatuh tanpa
memperhatikan secepat apa mereka sampai ke bawah. Tahu-tahu, kamu merasa basah.
Tahu-tahu, kamu merasakan desiran-desiran itu lagi.” – halaman 218
Mungkin karena ekspetasiku yang
tinggi akan kesuksesan STPC musim
sebelumnya, maka Athena: Eureka ini tidak terasa begitu memuaskan.
Aku bahkan sempat membanding-bandingkannya dengan Melbourne: Rewind, karena sama-sama menggunakan lirik
lagu sebagai judul bab (so sorry).
Aku tidak paham jelas konflik utamanya di sini karena ada tiga karakter yang
terlibat, Widha, Wafi dan Nathan. Apakah ini tentang gadis yang belum bisa move
on? Apa ini cerita dendam karena pemberebutkan seorang gadis? Apa malahan ini
cerita tentang sesuatu yang serba kebetulan? Iya, ‘kebetulan’ menjadi hal yang
lumrah di cerita ini. Aku nggak terlalu keganggu sih tapi membaca halaman thanks
to dari sang penulis yang mengaku overdosis jurus ‘kebetulan’ sebelumnya
membuatku bertanya, separah apa porsi ‘kebetulan’ muncul di naskah draft pertama? Ketiga karakter itu juga
membuat penjelasan tentang tempat wisata jadi berulang-ulang. Mungkin maksudnya
ingin mengambarkan tempat tersebut dari tiga kacamata berbeda tapi ternyata
penjelasannya tidak jauh berbeda. Baca review
selengkapnya di sini :)
***
Dahlian
336 Halaman
GagasMedia, Mei 2014
Rp. 57.000,-
Vanda Cahyanto kabur dari segala persiapan pernikahannya dan pergi ke
Casablanca sendirian. Dia merasa pernikahan ini tidak seharusnya terjadi. Dia
masih ragu untuk menikahi tunangannya, Rommy. Mungkin itu karena dia masih
memikirkan cinta pertamanya, Ardi. Tapi dia mendapat tekanan dari keluarganya,
yang menyuruhnya untuk cepat menikah atau dia akan dilangkahi adiknya Vanessa,
yang sudah ingin menikah dengan pacarnya.
Di lobi hotel tempat dia menginap, Vanda dihampiri seorang warga
Indonesia, Laz. Laki-laki itu sangat menyebalkan dengan mengikuti dan ikut
campur semua kegiatan Vanda. Vanda sampai memberinya julukan ‘ulat bulu’. Tapi
dia harus mengakui Laz punya penampilan yang memikat dan membuat hatinya
berdesir. Diam-diam, Laz juga mengalami keterarikan yang sama dengan Vanda. Dia
sedikit terhibur dengan keberadaan Vanda dan rasa sakit hati karena ditinggal
Nadia, mantan pacarnya yang memilih menikah dengan laki-laki lain, terlupakan.
Namun dia menahan perasaan itu demi sebuah rencana. Untuk melancarkan rencana
itu, Laz terus mendesak Vanda untuk membatalkan pernikahannya dengan Rommy.
“Well,
semua orang pasti punya ketakutan saat akan menghadapi perubahan besar dalam hidup.
Kecemasan pada sanggup atau tidaknya kita menjalani, itu soal biasa. Tapi,
membayangkan kita akan menjalani hidup bersama orang yang kita cintai, biasanya
membuat kita bisa melawan ketakuran itu.” – halaman 182
Secara keseluruhan, aku suka
cerita Casablanca: Forget Me Not ini.
Premis ceritanya, agak sedikit klise dan ketebak sih, menarik, gaya bahasa enak
dibaca, POV orang ketiga terbatas yang berganti begitu cepat (di
review-review sebelumnya, aku ngaku nggak suka. Sekarang juga masih nggak suka
sih, tapi oke lah, terima aja) dan banyak pengetahuan baru tentang
Casablanca (Timur
Tengah? Afrika? Baru tau looh). Namun, ada beberapa hal yang agak
menganjel. Aku bahas per-seratus halaman, ya :)
Di 100 halaman pertama, aku kaget
membaca perubahan suasana hati Laz yang sangat cepat. Dari sakit hati, kecewa
dan marah-marah, Laz langsung tertarik dengan kemunculan Vanda dan
mendekatinya. Dalam waktu yang singkat pula, Laz juga langsung merancang dan
melancarkan sebuah rencana. Apa karena dia saking sakit hatinya, sampe agak
dendam dan mirip psikopat gitu? Mengerikan. Di 100 halaman pertama
ini cerita juga berputar-putar di lokasi, kejadian dan urutan yang hampir
mirip. Lokasinya di hotel, kejadiannya Laz ngejar-ngejar dan mencoba berteman
dengan Vanda, dan urutannya dari bangun cukup siang, makan siang dan makan
malam di restoran hotel dan nongkrong di sudut-sudut hotel yang punya ciri khas
Maroko. Baca review selengkapnya
di sini :)
***
Arumi E.
316 Halaman
GagasMedia, 2014
Rp. 55.000,-
Kiara
Almari, seorang aktris Indonesia yang sedang naik daun, melakukan perjalanan
kerja ke Cannes sebagai duta sebuah produk kecantikan. Kegiatannya padat dan
membosankan. Itu membuat Kiara berani kabur ke Nice, sendirian, meninggalkan
Livia, asisten pribadi dan sahabat baiknya kelimpungan. Di kereta menuju Nice,
Kiara berkenalan dengan Bertrand LaForce, fotografer lepas yang sukarela
menjadi pemandunya dan menantangnya ke Monte Carlo. Tapi lelaki itu
meninggalkan Kiara tanpa pamit atau alasan di sebuah kafe di mana mereka
menikmati makan malam. Di hari selanjutnya, dia bertemu dengan Alaric Kanigara,
sutradara kelahiran Indonesia yang bermukim di Paris. Lelaki itu menarik tapi
pengalaman Kiara dengan Bertrand membuatnya sangat berhati-hati.
Setahun
kemudian, Kiara mendapatkan peran utama di sebuah film yang menggunakan Monte
Carlo sebagai salah satu setting-nya.
Kiara ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari jawaban atas kepergian
Bertrand yang misterius. Namun Kiara malah bertemu dengan Alaric, yang didapuk
menjadi sutradara film tersebut. Baik Kiara dan Alaric sempat kaget dengan
pertemuan kedua itu. Kiara menemukan sisi menyebalkan dari Alaric saat mereka
mulai menjalani syuting di Monte Carlo. Kiara memutuskan untuk kabur sejenak.
Dia memutuskan untuk mengunjungi kafe yang dia kunjungi bersama Bertrand.
"Monte
Carlo adalah tempat yang indah untuk menyaksikan matahari tenggelam. Ayolah,
itu tidak jauh dari sini. Dengan kereta, kita bisa cepat sampai. Setelah itu
mungkin kita bisa makan malam sebentar, lalu kembali lagi ke Nice, atau bisa
juga langsung ke Cannes. Dari Monte Carlo ada kereta yang langsung menuju
Cannes, hanya satu setengah jam perjalanan." – halaman 4-5
Aku beruntung sekali tidak
memaksakan diri membeli novel ini karena
Monte Carlo: Skenario ternyata sangat,
sangat mengecewakan! Aku memang sudah baca banyak review
penuh kekecewaan di Goodreads. Semua itu sedikit kuabaikan karena aku ingin
mencobanya sendiri. Siapa tahu ini hanya masalah perbedaan selera. Ternyata aku
salah besar. Semua yang tertulis di laman Goodreads itu mewakili apa yang
kudapat dari novel ini, ceritanya datar, setting
Monte Carlo-nya tidak terasa, ditambah
beberapa hal lain yang tak kalah mengecewakan dan menyebalkan seperti
mengulangan informasi yang berlebihan dan kadang malah saling berlawanan,
perubahan perasaan para karakter yang tidak mengundang simpati pembaca dan
sangat drastis. Padahal awalnya ceritanya menarik dan aku tidak merasakan ada
yang salah. Premis Kiara yang pertama kali berkunjung ke kota asing dan dipandu
lelaki asing sedikit mengingatkanku pada Just One Day. Lalu kemunculan Alaric
yang gampang dikaitkan dengan pengalaman Kiara dan Bertrand membuatku menebak
alur selanjutnya. Mungkin Alaric ini akan jadi rebound-nya Kiara, seperti yang sinopsis di atas gambarkan, atau
Bertrand akan muncul lagi, menjadi penghalang dua orang atau dia tidak akan
muncul sama sekali. Semuanya salah. Baca review selengkapnya di sini :)
***
Yap, jumlah
novel di seri kedua STPC hanya setengah dari seri pertamanya. Tidak hanya soal
kuantitas, banyak yang menilai kualitas ceritanya menurun dan mengecewakan
pembaca yang sudah jatuh cinta dengan STPC sebelumnya. Aku adalah salah satu dari
pembaca tersebut. Tapi aku lumayan terhibur dan menikmati seri ini. Novel
kesukaanku adalah Casablanca. Novel itu bikin aku pengen baca dan mungkin
mengoleksi karya Dahlian lainnya ;D
How about you?
Ada yang suka juga dengan seri STPC ini? Atau ada yang baru mau mulai?
Semoga recap post ini bisa membantu
kamu memilih dan membaca novel yang sesuai dengan selera kamu. Have a good day y’all :)
Pengen yg montecarlo am casablanca. Di gramed sini gakada.hmm
ReplyDelete@ Sinta: mungkin bisa coba beli lewat toko buku online :)
ReplyDelete