Monte Carlo: Skenario

by - 10:19 PM

Arumi E.
316 Halaman
GagasMedia, 2014
Rp 55.000.-

Pembaca tersayang,

Monako menawarkan kemewahan yang berkilau. Lewat jemarinya, Arumi E. akan mengajak kita berkeliling di Monte Carlo dengan cerita cinta penuh kejutan.

Kiara Almira ingin menjauh dari seremoni membosankan pekerjaannya di Cannes. Ia nekat membeli tiket kereta menuju Kota Nice dan melarikan diri. Seoang lelaki asing yang dijumpainya di kereta membawanya ke Monte Carlo, menjelajah tiap sudut Old Town yang memukau. Kala Kiara ingin mengenalnya lebih dekat, lelaki itu menghilang di tengah senja di Kafe Le Portrait, menyisakan rasa penasaran yang tidak bisa dihapusnya.

Obsesi yang tidak masuk akal terhadap lelaki asing itu membuatnya sulit menemukan kekasih hati, sampai ia bertemu Alaric Kanigara. Meski sang Sutradara mampu membuat perasaannya melambung tinggi, hati kecil Kiara masih bertanya-tanya, ke mana pria yang tiba-tiba meninggalkannya di Monte Carlo?

Setiap tempat punya cerita.

Dari negeri Ratu Grace Kelly, scenario kisah cinta hadir terduga.

Salam,
Editor

Monte Carlo: Skenario adalah novel ketiga sekaligus terakhir dari seri Setiap Tempat Punya Cerita (STPC) musim kedua dari GagasMedia. Aku bersemangat untuk menikmati novel ini. Faktanya aku selalu menyambut setiap novel STPC dengan optimis. Kota yang menjadi setting utamanya lumayan aku kenal dari film dibintangi Selena Gomez, Leighton Meester dan Cassidy yang mempunyai judul yang sama. Cover-nya yang mempunyai warna menarik dan design yang diberi ilustrasi salah satu bangunan khas, agak berbeda dengan cover novel-novel sebelumnya. Lalu, sinopsis dibagian belakang cover menggambarkan garis besar cerita cukup bagus dan jelas. Jarang-jarang nih penerbit ini tidak menggunakan blurb yang puitis dan ‘mengecoh’. Sayang sekali, novel ini tidak kunjung tersedia di toko buku diskon langgananku (ehem, RB). Penampakannya di toko buku biasa, seperti Gramedia, sudah susah. Aku akhirnya memilih meminjamnya saja di Pitimoss. Now, let’s review it :D

"Monte Carlo adalah tempat yang indah untuk menyaksikan matahari tenggelam. Ayolah, itu tidak jauh dari sini. Dengan kereta, kita bisa cepat sampai. Setelah itu mungkin kita bisa makan malam sebentar, lalu kembali lagi ke Nice, atau bisa juga langsung ke Cannes. Dari Monte Carlo ada kereta yang langsung menuju Cannes, hanya satu setengah jam perjalanan." – halaman 4-5

Kiara Almari, seorang aktris Indonesia yang sedang naik daun, melakukan perjalanan kerja ke Cannes sebagai duta sebuah produk kecantikan. Kegiatannya padat dan membosankan. Itu membuat Kiara berani kabur ke Nice, sendirian, meninggalkan Livia, asisten pribadi dan sahabat baiknya kelimpungan. Di kereta menuju Nice, Kiara berkenalan dengan Bertrand LaForce, fotografer lepas yang sukarela menjadi pemandunya dan menantangnya ke Monte Carlo. Tapi lelaki itu meninggalkan Kiara tanpa pamit atau alasan di sebuah kafe di mana mereka menikmati makan malam. Di hari selanjutnya, dia bertemu dengan Alaric Kanigara, sutradara kelahiran Indonesia yang bermukim di Paris. Lelaki itu menarik tapi pengalaman Kiara dengan Bertrand membuatnya sangat berhati-hati.

Setahun kemudian, Kiara mendapatkan peran utama di sebuah film yang menggunakan Monte Carlo sebagai salah satu setting-nya. Kiara ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari jawaban atas kepergian Bertrand yang misterius. Namun Kiara malah bertemu dengan Alaric, yang didapuk menjadi sutradara film tersebut. Baik Kiara dan Alaric sempat kaget dengan pertemuan kedua itu. Kiara menemukan sisi menyebalkan dari Alaric saat mereka mulai menjalani syuting di Monte Carlo. Kiara memutuskan untuk kabur sejenak. Dia memutuskan untuk mengunjungi kafe yang dia kunjungi bersama Bertrand.

"Jangan tanya kenapa, sering kali perasaan cinta datang tanpa kita tahu apa sebabnya. Aku hanya bisa merasakannya. Perasaan suka tiap kali berada di dekatmu." – halaman 257

Aku beruntung sekali tidak memaksakan diri membeli novel ini karena Monte Carlo: Skenario ternyata sangat, sangat mengecewakan! Aku memang sudah baca banyak review penuh kekecewaan di Goodreads. Semua itu sedikit kuabaikan karena aku ingin mencobanya sendiri. Siapa tahu ini hanya masalah perbedaan selera. Ternyata aku salah besar. Semua yang tertulis di laman Goodreads itu mewakili apa yang kudapat dari novel ini, ceritanya datar, setting Monte Carlo-nya tidak terasa,  ditambah beberapa hal lain yang tak kalah mengecewakan dan menyebalkan seperti mengulangan informasi yang berlebihan dan kadang malah saling berlawanan, perubahan perasaan para karakter yang tidak mengundang simpati pembaca dan sangat drastis. Padahal ceritanya menarik dan saat membaca bab-bab pertama, aku tidak merasakan ada yang salah. Premis Kiara yang pertama kali berkunjung ke kota asing dan dipandu lelaki asing sedikit mengingatkanku pada Just One Day. Lalu kemunculan Alaric yang gampang dikaitkan dengan pengalaman Kiara dan Bertrand membuatku sedikit menebak alur selanjutnya. Tebakan itu adalah tebakan yang udah umum seperti Alaric ini sepertinya akan jadi rebound-nya Kiara, seperti yang sinopsis di atas gambarkan, atau Bertrand akan muncul lagi, menjadi penghalang dua orang atau dia tidak akan muncul sama sekali. Semuanya salah. Yang terjadi malah Kiara dengan gampang ‘terpuaskan’ dengan alasan sederhana Bertrand dan tidak sedikitpun punya minat untuk melanjutkan atau membangun kembali hubungan singkat mereka sebelumnya. Aneh, terus kenapa Kiara bisa begitu penasaran selama setahun lamanya? Hubungan Kiara dan Alaric juga tidak begitu baik. Sampai halaman 200an, tidak ada tuh adegan yang menunjukan bahwa ‘sang Sutradara mampu membuat perasaan [Kiara] melambung tinggi’ dalam artian yang positif. Yang ada mereka bertengkar karena hal-hal sepele yang kadang menggelikan.

Masalah setting, kekhasan Monte Carlo yang disajikan tidak jauh berbeda dengan pengalaman memandangi kartu pos bergambarkan gedung-gedung unik. Hanya melihat bagian luarnya saja. Tidak ada pengalaman emosional yang berdampak pada karakternya, kecuali bagian di kafe itu. Tempat-tempat yang ditunjukan juga termasuk sangat umum. Deskripsinya pun berputar-putar pada ‘mewah’, ‘megah’ dan ‘indah’ tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Tidak ada, misalnya, tempat wisata untuk kalangan menengah atau sederhana, gitu. Ruang untuk penjelasan penting itu malah dipakai untuk mengulang informasi dan penjelasan yang sudah ditulis di awal. Ada bagian di mana Livia menyebutkan prestasi Kiara di industri perfilman Indonesia, pengakuan Alaric soal pemilihan peran utama, keterlambatan Oliver Antolin. Tak sampai dua halaman berikutnya, semua informasi itu diulang secara detail, hanya saja menggunakan pilihan kata yang berbeda. Lucunya, beberapa malah saling berlawanan. Ada bagian Alaric mengaku tidak mengenali wajah Kiara dalam foto yang diajukan produser film dan baru sadar saat mereka bertemu langsung. Di penjelasan selanjutnya yang merupakan sedikit pengulangan, Alaric mengaku sangat kaget dengan foto tersebut dan bilang dia masih ingat jelas Kiara dari pertemuan mereka dulu. Koq bisa gitu, ya? Aku bertanya-tanya bagaimana pihak yang mengurus novel ini bisa melewatkan semua itu.

Ilustrasi isi yang menjadi ciri khas seri STPC

Para karakter tidak membantu aku, sebagai pembaca, menikmati jalan ‘skenario’ mereka. Detail tentang kepribadian mereka tidak konsisten, membuatku sulit untuk simpati. Kiara seperti yang punya dua kepribadian, tergantung di mana dia berada. Di Jakarta, dia enggan dinilai sukses dan terkenal karena prestasinya di kontes kecantikan. Dia juga menolak disebut selebriti. Dia ingin dinilai dari kerja kerasnya dalam bidang akting. Berbeda dengan dirinya di Monte Carlo, di mana dia dengan gampang kabur dari jadwal, langsung tersinggung saat dikritik sutradara dan berperilaku seperti ‘diva’. Kemana semua prinsip kerja kerasnya? Nah, di sini ada yang lucu juga. Alaric sedikit membentak Kiara karena Kiara tidak bisa memerankan tokoh yang sedang jatuh cinta. Lalu Alaric menanyakan pengalaman jatuh cinta Kiara. Di pikiranku sih, Alaric menyuruh Kiara untuk membangkitkan emosi jatuh cinta itu agar aktingnya lebih nyata. Eh, Kiara malah marah dan mangkir dari jadwal syuting, hahahaha. Kiara juga tidak terima dibentak secara kasar. Ini membuatku berpikir, emangnya syuting di Jakarta kemaren-kemaren yang dilakukan sebelum terbang ke Monte Carlo selalu berjalan super mulus, ya? Koq Kiara kayak yang pertama kali diarahkan Alaric? Di sini aku merasa cerita ‘dipaksakan’ hanya dan harus berlangsung di Monte Carlo, sebagai penekanan terhadap judulnya. Kejadian lain yang terjadi di Paris, Nice dan Jakarta berlangsung singkat dan dirancang agar ‘melemparkan’ para karakter kembali ke Monte Carlo. Oh, iya, perubahan emosi para karakter juga sangat drastis. Menjelang bagian akhir, Alaric jadi cinta setengah mati sama Kiara. Sebelumnya Alaric memang menunjukan bahwa dia tertarik dengan Kiara. Tapi hanya sedikit-sedikit. Tidak ada kejadian istimewa atau life-changing, dia tiba-tiba saja berani mengajak Kiara berkencan dan menebar rayuan gombal. Iiihhh, hilang sudah Alaric yang tegas dan dingin. Kiara juga begitu. Dia tiba-tiba sangat ngebet pengen nikah dan melakukan apa aja buat deket sama Alaric -.-

Aku ogah membahas ending, typo dan segala teknis yang masih kurang baik. Aku mau minta maaf saja dengan semua kritikan pedas di review Monte Carlo: Skenario ini. Aku hanya kecewa seri STPC ditutup dengan cara seperti ini. Aku sebenarnya suka dengan premisnya, tapi pilihan penulis yang sepertinya ingin membuat jalan ceritanya berbeda dan tidak tertebak, tidak tepat. Bagi yang penasaran, bisa coba baca sendiri. Bagi yang ogah, aku saranin nonton film Monte Carlo-nya Selena Gomez aja ;)

You May Also Like

1 comment(s)

  1. Akhirnyaa kamu bikin review novel ini juga :)

    Kurang ngena sih kalo aku bilang. Kurang kerasa "Monte Carlo"-nya. Untung aku udah nonton duluan filmnya Selena Gomez.

    ReplyDelete

Thanks for leave your comment :D