Dahlian & Gielda Lafita
360 Halaman
GagasMedia, 2012 (cetakan keempat)
Rp. 30.000,-
Dan, suatu hari, kita bertemu lagi. Waktu berbeda, situasi yang berbeda
juga. Kalaupun ada yang tak berubah, hanyalah perasaanku kepadamu. Aku masih
tak punya alasan untuk membalas perasaanmu.
Namun, kau terlalu keras kepala untuk mengakui ketidakcocokan kita. Kau
berjudi dengan perasaan, seolah tak khawatir sewaktu-waktu aku bisa
menyakitimu. Kau menjanjikan cinta dan aku malah menertawakanmu.
Akhirnya, kau berhenti – menyerah atau balik membenciku, aku sendiri
tak tahu. Aku mencoba menghibur diri, berpikir kalau tanpamu aku pasti
baik-baik saja. Tetapi, kenapa dadaku sesak saat melihat punggungmu pelan-pelan
menjauh? Apakah ini artinya aku harus
balik mengejarmu?
Aku sebenarnya agar menghindari membaca
buku karya penulis yang sama secara berturut-turut. Belakangan aku agak
tertinggal dalam jadwal menulis review
dan kemungkinan kedua cerita itu nanti akan ‘campur aduk’ di otak. Alur ceritanya
memang berbeda tapi pasti ada ciri khas penulis. Tapi aku tidak ragu mengambil After Office Hours. Karya penulis
sebelumnya, Baby Proposal, yang juga merupakan duet, cukup kunikmati. Sedikit
klise sih, tapi justru itu bagian yang menyenangkannya. Bagaimana dengan yang
ini?
Let’s review it! :D
"Jadi
… semua ini hanya permainan lelaki itu! Kini, semua terasa masuk akal. Pekerjaan
yang tak penting itu tentu memang disengaja oleh Roy." – halaman 71
Athea tidak percaya dia menjadi
sekretaris Roy Kerthajaya, seorang playboy
yang sempat menjadi pacarnya saat SMA. Tetapi dia tidak bisa mengundurkan diri
begitu saja. Dia butuh pekerjaan ini untuk menghidupi keluarganya setelah
suaminya, Aditya, meninggal dalam kecelakaan. Gilang, anaknya, kini mendapatkan
kasih sayang seorang ayah dari sahabat Aditya, Nelson. Nelson juga cukup
perhatian dengan Athea. Namun, dia tidak mau terlalu berharap apalagi statusnya
kini adalah seorang janda.
Roy tidak pernah melupakan Athea,
apalagi dia adalah satu-satunya perempuan yang berani meninggalkannya. Roy
ingin memuaskan rasa penasarannya dan menaklukan Athea. Tetapi ego Roy terluka
sekali lagi saat Athea dengan dingin menolak setiap hadiah dan ajakan makan
berdua darinya. Athea sadar Roy punya fisik yang menarik dan karisma yang tak
bisa ditolak. Tetapi dia yakin itu hanya kebiasaan Roy. Lagian Athea merasa
dirinya mengkhianati Aditya. Lalu Roy melakukan sesuatu yang terduga yang
membuat Athea berhutang nyawa.
"Berkali-kali,
Athea mengingatkan dirinya pada statusnya, mengingatkan dirinya bahwa Aditya
baru setahun pergi, tetapi harapan di hatinya terus saja tumbuh dan berkembang.
Seolah tak memedulikan peringatan otaknya." – halaman 139
Sesuai dugaan, After Office Hours mempunyai cerita
romantis yang agak klise dengan dua tokoh utama yang tidak bisa menolak pesona
satu sama lain. Gaya penulisan masih enak dibaca dan membangun suasana romantis
dengan baik. Dari tokoh-tokohnya, Roy hadir dengan latar belakang yang cukup
pasaran:
tampan, memimpin perusahaan besar, dan playboy.
Sementara itu Athea hadir sebagai janda anak satu yang mantap menjadi tulang
punggung keluarga. Tapi bukan itu yang membuatku kecewa dengan cerita hubungan atasan
dan bawahan ini. Kegiatan mereka di luar kantor penuh dengan kejadian menarik,
tapi dibawah ekspetasiku. Konflik yang menghalangi mereka untuk bersama juga tidak
begitu jelas. Status Athea? Sifat playboy Roy? Kedua hal itu memang sempat dibawa
tapi eksekusinya tidak terlalu sukses. Ceritanya jadi datar dan membosankan.
Selain itu aku tidak simpati
dengan sang tokoh utama wanita. Athea ini sering banget kegeeran. Setiap
perhatian kecil dari Roy langsung dia anggap sebagai cinta. Terus dia gampang
cemas yang mengarah pada pemikiran negatif. Seperti saat sikap Roy berubah
drastis. Karena bingung sendiri, dia langsung mengaitkannya status jandanya,
berlanjut pada rasa bersalahnya kepada Adithya dan akhirnya rendah diri. Itu
terus yang dia pikirkan jika ada hal yang buruk terjadi. Dia agak pasif di
beberapa bagian, terutama di pertengahan cerita yang seharusnya lagi
rame-ramenya karena Roy dan Nelson sudah bertemu. Padahal sebelumnya dia selalu
punya sikap, apalagi untuk menghalau semua godaan dari Roy. Kenapa lama-lama
dia jadi pasrah gini? Sepertinya dia sudah terlalu lama sendiri *lalu
nyanyi*
Sementara itu Roy jadi tokoh kesukaanku.
Mengejutkan sekali karena di awal cerita aku menganggapnya sedikit kekanakan.
Hadiah-hadiah yang dia berikan untuk memikat Athea tidak kreatif dan terkesan
sombong karena semuanya hanya memerlukan uang banyak. Tapi seiring cerita
bergulir, ada sisi menarik darinya. Mulai dari kenangan masa kecil, pandangannya
tentang kehidupan wanita karir yang berubah, dan mengatasi ketakutannya untuk
jatuh cinta. Jadi Roy di akhir cerita sudah mengalami perkembang pesat dan
sangat berbeda dari Roy di bagian awal. Untuk Nelson, aku tidak bisa berkomentar
banyak. Aku cuma kasihan karena sikap baiknya sering kali jadi buruk di mata
Athea yang terlanjur buta dengan ‘cinta’-nya dengan Roy.
Kembali ke Athea, aku kira dia satu-satunya
perempuan yang terlepas dari jerat playboy
Roy. Tapi kemudian menjelang bagian akhir, Roy teringat wanita lain yang
mengkhianatinya dan membuat jatuh cinta jadi sulit. Bagian Athea juga ada yang
tidak nyambung. Diceritakan saat hujan lebat, Athea kelimpungan dan pulang
dengan taksi. Di bab berikutnya, dia malah berterimakasih kepada Nelson karena
bisa kebetulan bertemu dan akhirnya pulang bersama. Gimana nih? Aku
tidak menyangka ada kekurangan seperti ini. Energiku sudah habis untuk bersabar
dengan pilihan kata dalam setiap deskripsinya yang sering terulang.
At last, sebenarnya After
Office Hours menawarkan cerita cinta atasan dan bawahan yang cukup menarik.
Hanya saja bagaimana konfliknya bekerja tidak berhasil menghiburku. Apalagi tokoh
utama perempuannya sering kali larut dalam pikiran yang sama. Sementara kejutan
datang dari Roy. Tidak terduga sama sekali. Semoga novel Dahlian yang akan
kubaca selanjutnya bisa memberikan kesan yang serupa :)
No comments:
Post a Comment
Thanks for leave your comment :D