Friday, October 9, 2015

After Office Hours

Dahlian & Gielda Lafita
360 Halaman
GagasMedia, 2012 (cetakan keempat)
Rp. 30.000,-

Dan, suatu hari, kita bertemu lagi. Waktu berbeda, situasi yang berbeda juga. Kalaupun ada yang tak berubah, hanyalah perasaanku kepadamu. Aku masih tak punya alasan untuk membalas perasaanmu.

Namun, kau terlalu keras kepala untuk mengakui ketidakcocokan kita. Kau berjudi dengan perasaan, seolah tak khawatir sewaktu-waktu aku bisa menyakitimu. Kau menjanjikan cinta dan aku malah menertawakanmu.

Akhirnya, kau berhenti – menyerah atau balik membenciku, aku sendiri tak tahu. Aku mencoba menghibur diri, berpikir kalau tanpamu aku pasti baik-baik saja. Tetapi, kenapa dadaku sesak saat melihat punggungmu pelan-pelan menjauh? Apakah ini artinya aku harus balik mengejarmu?

Aku sebenarnya agar menghindari membaca buku karya penulis yang sama secara berturut-turut. Belakangan aku agak tertinggal dalam jadwal menulis review dan kemungkinan kedua cerita itu nanti akan ‘campur aduk’ di otak. Alur ceritanya memang berbeda tapi pasti ada ciri khas penulis. Tapi aku tidak ragu mengambil After Office Hours. Karya penulis sebelumnya, Baby Proposal, yang juga merupakan duet, cukup kunikmati. Sedikit klise sih, tapi justru itu bagian yang menyenangkannya. Bagaimana dengan yang ini? Let’s review it! :D

"Jadi … semua ini hanya permainan lelaki itu! Kini, semua terasa masuk akal. Pekerjaan yang tak penting itu tentu memang disengaja oleh Roy." – halaman 71

Athea tidak percaya dia menjadi sekretaris Roy Kerthajaya, seorang playboy yang sempat menjadi pacarnya saat SMA. Tetapi dia tidak bisa mengundurkan diri begitu saja. Dia butuh pekerjaan ini untuk menghidupi keluarganya setelah suaminya, Aditya, meninggal dalam kecelakaan. Gilang, anaknya, kini mendapatkan kasih sayang seorang ayah dari sahabat Aditya, Nelson. Nelson juga cukup perhatian dengan Athea. Namun, dia tidak mau terlalu berharap apalagi statusnya kini adalah seorang janda.

Roy tidak pernah melupakan Athea, apalagi dia adalah satu-satunya perempuan yang berani meninggalkannya. Roy ingin memuaskan rasa penasarannya dan menaklukan Athea. Tetapi ego Roy terluka sekali lagi saat Athea dengan dingin menolak setiap hadiah dan ajakan makan berdua darinya. Athea sadar Roy punya fisik yang menarik dan karisma yang tak bisa ditolak. Tetapi dia yakin itu hanya kebiasaan Roy. Lagian Athea merasa dirinya mengkhianati Aditya. Lalu Roy melakukan sesuatu yang terduga yang membuat Athea berhutang nyawa.

"Berkali-kali, Athea mengingatkan dirinya pada statusnya, mengingatkan dirinya bahwa Aditya baru setahun pergi, tetapi harapan di hatinya terus saja tumbuh dan berkembang. Seolah tak memedulikan peringatan otaknya." – halaman 139

Sesuai dugaan, After Office Hours mempunyai cerita romantis yang agak klise dengan dua tokoh utama yang tidak bisa menolak pesona satu sama lain. Gaya penulisan masih enak dibaca dan membangun suasana romantis dengan baik. Dari tokoh-tokohnya, Roy hadir dengan latar belakang yang cukup pasaran: tampan, memimpin perusahaan besar, dan playboy. Sementara itu Athea hadir sebagai janda anak satu yang mantap menjadi tulang punggung keluarga. Tapi bukan itu yang membuatku kecewa dengan cerita hubungan atasan dan bawahan ini. Kegiatan mereka di luar kantor penuh dengan kejadian menarik, tapi dibawah ekspetasiku. Konflik yang menghalangi mereka untuk bersama juga tidak begitu jelas. Status Athea? Sifat playboy Roy? Kedua hal itu memang sempat dibawa tapi eksekusinya tidak terlalu sukses. Ceritanya jadi datar dan membosankan.

Selain itu aku tidak simpati dengan sang tokoh utama wanita. Athea ini sering banget kegeeran. Setiap perhatian kecil dari Roy langsung dia anggap sebagai cinta. Terus dia gampang cemas yang mengarah pada pemikiran negatif. Seperti saat sikap Roy berubah drastis. Karena bingung sendiri, dia langsung mengaitkannya status jandanya, berlanjut pada rasa bersalahnya kepada Adithya dan akhirnya rendah diri. Itu terus yang dia pikirkan jika ada hal yang buruk terjadi. Dia agak pasif di beberapa bagian, terutama di pertengahan cerita yang seharusnya lagi rame-ramenya karena Roy dan Nelson sudah bertemu. Padahal sebelumnya dia selalu punya sikap, apalagi untuk menghalau semua godaan dari Roy. Kenapa lama-lama dia jadi pasrah gini? Sepertinya dia sudah terlalu lama sendiri *lalu nyanyi*

Sementara itu Roy jadi tokoh kesukaanku. Mengejutkan sekali karena di awal cerita aku menganggapnya sedikit kekanakan. Hadiah-hadiah yang dia berikan untuk memikat Athea tidak kreatif dan terkesan sombong karena semuanya hanya memerlukan uang banyak. Tapi seiring cerita bergulir, ada sisi menarik darinya. Mulai dari kenangan masa kecil, pandangannya tentang kehidupan wanita karir yang berubah, dan mengatasi ketakutannya untuk jatuh cinta. Jadi Roy di akhir cerita sudah mengalami perkembang pesat dan sangat berbeda dari Roy di bagian awal. Untuk Nelson, aku tidak bisa berkomentar banyak. Aku cuma kasihan karena sikap baiknya sering kali jadi buruk di mata Athea yang terlanjur buta dengan ‘cinta’-nya dengan Roy.

Kembali ke Athea, aku kira dia satu-satunya perempuan yang terlepas dari jerat playboy Roy. Tapi kemudian menjelang bagian akhir, Roy teringat wanita lain yang mengkhianatinya dan membuat jatuh cinta jadi sulit. Bagian Athea juga ada yang tidak nyambung. Diceritakan saat hujan lebat, Athea kelimpungan dan pulang dengan taksi. Di bab berikutnya, dia malah berterimakasih kepada Nelson karena bisa kebetulan bertemu dan akhirnya pulang bersama. Gimana nih? Aku tidak menyangka ada kekurangan seperti ini. Energiku sudah habis untuk bersabar dengan pilihan kata dalam setiap deskripsinya yang sering terulang.

At last, sebenarnya After Office Hours menawarkan cerita cinta atasan dan bawahan yang cukup menarik. Hanya saja bagaimana konfliknya bekerja tidak berhasil menghiburku. Apalagi tokoh utama perempuannya sering kali larut dalam pikiran yang sama. Sementara kejutan datang dari Roy. Tidak terduga sama sekali. Semoga novel Dahlian yang akan kubaca selanjutnya bisa memberikan kesan yang serupa :)

No comments:

Post a Comment

Thanks for leave your comment :D