Wednesday, October 3, 2012

Scones and Sensibility


Lindsay Eland
302 halaman. 13 x 20,5 cm
Penerbit Atria,  Maret 2011
Rp. 44.900,-

Polly Madassa mungkin gadis dua belas tahun paling romantis di dunia. Dia lebih suka lilin daripada lampu, memilih mesin tik daripada komputer, dan berbicara seperti tokoh-tokoh dalam buku klasik. Terlebih lagi, setelah berulang-ulang membaca Pride and Prejudice karya Jane Austen, Polly merasa dirinya paling paham urusan asmara dan bertekad untuk menjodohkan orang-orang di sekelilingnya.

Ada kakaknya sendiri, Clementine, yang menurut Polly menyia-nyiakan waktu dengan seorang pacar menyebalkan. Ada Mr. Nightquist yang kesepian setelah kematian istrinya. Ada Miss Wiskerton, perawan tua yang tak pernah mengenal cinta. Juga Mr. Fisk, ayah sahabatnya Fran, yang telah tiga tahun sendirian. Polly hendak mencarikan cinta sejati untuk mereka, karena yakin bahwa itu adalah takdirnya. 

Maka, musim panas kali ini dihabiskan Polly dengan merencanakan perjodohan paling romantis tanpa menyadari bahwa terkadang cinta punya cara sendiri untuk bersemi ...


Scones and Sensibility adalah novel keempat dari hadiah Lomba Resensi Novel Dunsa. Tiga novel sebelumnya, seperti Semburat Senyum Sore, My Ridiculous Romantic Obsessions, dan The Vampire Diaries: The Awakening sudah direview. Kenapa aku pilih novel ini? Aku punya ketertarikan khusus pada karya sastra Jane Austen dan salah satu novelnya di’pleset’kan menjadi judul novel ini. Well, aku belum sempet baca Sense and Sensibiliy because I’m too busy admiring Mr. Dancy and it makes me reading (and watching) Pride and Prejudice again and again :p Now I have a chance to, at least, get to know the main idea of Sense and Sensibility through this novel. Yaaa, aku yakin aja ada kesamaan antara novel beda generasi ini. Buat kamu yang sudah baca Sense and Sensibility, apa sinopsis diatas ada kemiripan nggak? *super penasaran*

Mari kita batasi obrolan tentang Jane Austen (and a super mysterious yet charming guy named Mr. Darcy), kita langsung aja bahas novel ini. Aku mengharapkan sesuatu yang ‘wah’ dari novel ini. Lihat saja judulnya dan covernya yang menarik (karya Lala Bohang lagi loh). Tapi sayangnya itu tidak sesuai dengan harapanku. Padahal aku nggak kesulitan saat membaca beberapa halaman pertama dari novel ini. Aneh kan. Ceritanya sih sederhana dan begitu polos. Seorang gadis yang baru mengenal cinta, dari novel-novel era Victorian, mencoba membuat orang lain merasakan cinta yang sama dengannya. Tapi cinta bukanlah sebuah hal yang kongrit, cinta itu abstrak dan setiap orang punya berbagai macam cara dan rasa berbeda bila berhadapan dengan hal ini. Polly mungkin saja merasakan hal yang sama dengan apa yang dialami tokoh-tokoh novel, tapi orang lain tidak mengerti. Bagaimana mereka bisa merasakan kedekatan dengan tokoh itu jika mereka tidak membaca novel itu dan hidup dalam era yang sangat berbeda? Ini menunjukan bahwa kita harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dalam bentuk buku, apapun itu. Novel-novel klasik memang perlu dibaca untuk menambah wawasan kita, tapi jangan terjebak dalam area itu saja. Banyak novel di berbagai macam era yang inti ceritanya masih sama tapi punya konteks yang berbeda. Coba saja Polly membaca lebih banyak novel cinta selain Jane Austen, mungkin misinya berhasil :p

“Tapi cinta bukan buku, iya kan?” – halaman 275

Selain ceritanya yang jauh dari harapan, tokoh Polly juga sangat menyebalkan! Gadis yang lebih suka berkomunikasi dengan bahasa yang ‘berbunga-bunga’ ini akan dibahas lebih lanjut besok J

Akhir kata, Scones and Sensibility ini punya cerita polos, ceria dan manis layaknya kehidupan gadis di awal kedewasaanya. Tapi si gadis harus mulai menerima bahwa kadang kala dia tidak selalu mendapat roti yang terpanggang sempurna, ada beberapa yang gosong dan she has to figure it out by open her mind to the world J


No comments:

Post a Comment

Thanks for leave your comment :D