Saturday, June 14, 2014

Casablanca: Forget Me Not

Dahlian
336 halaman
GagasMedia, Mei 2014
Rp. 57.000,-

Pembaca tersayang,

Ambil petamu dan bentangkanlah. Dahlian, penulis
Promises Promises dan Andai Kau Tahu, akan mengajak kita berkunjung ke Casablanca, salah satu kota eksotis di Maroko.

Temui Vanda di lobi sebuah hotel. Dia bimbang dengan rencana pernikahannya dan ingin menenangkan diri, jauh dari Jakarta. Pertemuan berkali-kali dengan seorang pria Indonesia bernama Laz mengganggu pelariannya. Namun, kegigihan pendekatan Laz membuat Vanda luluh, dan memberinya kesempatan untuk sekadar berteman.

Di tengah-tengah itu, sang tunangan datang dan mendesaknya pulang. Keadaan semakin genting ketika Laz mendadak muncul di antara mereka berdua. Vanda harus segera mengambil keputusan. Di manakah hatinya tak lagi bimbang ; pulang ataukah tetap berada di kota yang diam-diam memberinya hangat dalam bincang akrab?

Setiap tempat punya cerita. Diembus aroma angin mediterania, ada rahasia yang segera terkuak.

Enjoy the journey.

Ada dua alasan utama kenapa aku memilih Casablanca: Forget Me Not masuk ke early birthday gift-ku. Satu, nama penulisnya. Aku sebelumnya sudah membaca novel Dahlian lain, Andai Kau Tahu dan suka banget sama ceritanya. Well, sedikit klise, sih, tapi aku tetep suka. Dua, novel ini masuk ke dalam STPC musim kedua. Seri pembukanya, Athena: Eureka, yang kurang memuaskan tidak menyurutkan ketertarikanku sama sekali. Jadi, novel-novel seri ini pasti langsung masuk daftar belanja bukuku, tanpa pusing-pusing liat nama penulis atau baca blurb-nya. Untuk seri kedua ini, ada sesuatu yang membedakannya dengan cover STPC lain, gambar sepasang sepatu aladin dan lampu ajaib. Padahal biasanya yang muncul di cover hanya tulisan dan ornamen. Hmm, gimana dengan ceritanya ya? Let’s review it now :D

Well, semua orang pasti punya ketakutan saat akan menghadapi perubahan besar dalam hidup. Kecemasan pada sanggup atau tidaknya kita menjalani, itu soal biasa. Tapi, membayangkan kita akan menjalani hidup bersama orang yang kita cintai, biasanya membuat kita bisa melawan ketakuran itu.” – halaman 182

Vanda Cahyanto kabur dari segala persiapan pernikahannya dan pergi ke Casablanca sendirian. Dia merasa pernikahan ini tidak seharusnya terjadi. Dia masih ragu untuk menikahi tunangannya, Rommy. Mungkin itu karena dia masih memikirkan cinta pertamanya, Ardi. Tapi dia mendapat tekanan dari keluarganya, yang menyuruhnya untuk cepat menikah atau dia akan dilangkahi adiknya Vanessa, yang sudah ingin menikah dengan pacarnya.

Di lobi hotel tempat dia menginap, Vanda dihampiri seorang warga Indonesia, Laz. Laki-laki itu sangat menyebalkan dengan mengikuti dan ikut campur semua kegiatan Vanda. Vanda sampai memberinya julukan ‘ulat bulu’. Tapi dia harus mengakui Laz punya penampilan yang memikat dan membuat hatinya berdesir. Diam-diam, Laz juga mengalami keterarikan yang sama dengan Vanda. Dia sedikit terhibur dengan keberadaan Vanda dan rasa sakit hati karena ditinggal Nadia, mantan pacarnya yang memilih menikah dengan laki-laki lain, terlupakan. Namun dia menahan perasaan itu demi sebuah rencana. Untuk melancarkan rencana itu, Laz terus mendesak Vanda untuk membatalkan pernikahannya dengan Rommy.

“Kamu pernah denger filosofi lilin? Lilin selalu menerangi sekitarnya, tetapi dia menghancurkan dirinya sendiri. Kamu mau seperti itu?” – halaman 182-183

Secara keseluruhan, aku suka cerita Casablanca: Forget Me Not ini. Premis ceritanya, agak sedikit klise dan ketebak sih, menarik, gaya bahasa enak dibaca, POV orang ketiga terbatas yang berganti begitu cepat (di review-review sebelumnya, aku ngaku nggak suka. Sekarang juga masih nggak suka sih, tapi oke lah, terima aja) dan banyak pengetahuan baru tentang Casablanca (Timur Tengah? Afrika? Baru tau looh). Namun, ada beberapa hal yang agak menganjel. Aku bahas per-seratus halaman, ya :)

Di 100 halaman pertama, aku kaget membaca perubahan suasana hati Laz yang sangat cepat. Dari sakit hati, kecewa dan marah-marah, Laz langsung tertarik dengan kemunculan Vanda dan mendekatinya. Dalam waktu yang singkat pula, Laz juga langsung merancang dan melancarkan sebuah rencana. Apa karena dia saking sakit hatinya, sampe agak dendam dan mirip psikopat gitu? Mengerikan. Di 100 halaman pertama ini cerita juga berputar-putar di lokasi, kejadian dan urutan yang hampir mirip. Lokasinya di hotel, kejadiannya Laz ngejar-ngejar dan mencoba berteman dengan Vanda, dan urutannya dari bangun cukup siang, makan siang dan makan malam di restoran hotel dan nongkrong di sudut-sudut hotel yang punya ciri khas Maroko. Pikiran mereka berdua juga tertuju pada hal yang itu-itu aja. Vanda masih aja galau soal pernikahannya, sibuk menolak telepon dan pesan dari Rommy. By the way, where the hell he got her number? Vanda pasti pake nomor provider lokal, kan, bukan nomor provider Indonesia lagi dan di sini ceritanya Rommy masih nggak tau kemana tunangannya ini pergi, boro-boro nomor barunya dong.  Sedangkan Laz sibuk sama rencananya, yang entah apa. Mungkin info yang minim tentang rencana Laz itu buat ngasih kesan misterius. Namun jadinya malah terkesan pelit dan bikin kesel. Jangan-jangan dia juga belum tau rencana fix-nya, wong dapetnya aja sekejap mata :o Yang aku suka di bagian ini adalah banyaknya percapakan dalam bahasa Prancis (hehehe), info singkat tentang pedagang sana yang sangat agresif dan tebakan asal aku tentang cinta pertamanya Vanda itu. Hmmmm.


Takchita, pakaian tradisional Maroko yang biasanya dipake ke acara tradisional atau pernikahan

Di 100 halaman kedua, cerita jadi menarik karena Vanda dan Laz akhirnya jadi dekat dan mulai terbuka dengan masalah pribadi masing-masing. Di sini rencana Laz makin terlihat jelas. Tapi aku ngerasa dia makin nyeremin, berubah mulu suasana hatinya. Kadang Laz ini lembut, menggoda, memikat dan tampaknya peduli. Sesaat kemudian, dia jadi keras soal masalah pernikahan Vanda. Vanda lagi mau aja ngedengerin dan mengangguk-ngangguk setuju. Mungkin hanya Vanda yang melihat Laz sebagai laki-laki yang baik, lembut dan memberi pencerahan soal dilema pernikahannya. Kalo aku sih, malah jadi takut :o

Di sisa halaman, 130 tepatnya, aku agak bingung nih. Ini bagian ini ceritanya naik lalu turun, agak menukik. Di sini ceritanya mereka makin sering keluar hotel untuk makan dan pergi mengunjungi tempat-tempat unik di sana, salah satunya sebuah cafĂ© yang terinspirasi sebuah film klasik, Casablanca. Rame nih. Aku juga jadi tertarik buat nyari film dan lagu-lagu yang disebutin di sini. Dan Rencana Laz udah sangat jelas di sini. Tapi malah terbilang konyol. Bisa-bisanya sebuah kebetulan terjadi nun jauh di Casablanca, pada saat yang sangat menguntungkan buat Laz. Yah, namanya juga kebetulan. Hal yang bikin bagian ini makin rame adalah Rommy akhirnya muncul (ini bukan spoiler, kan udah tercantum di blurb bukunya). By the way, Rommy ini karakter yang aku suka. Kemunculannya menyayat hati huhuhuhu. Sayangnya, setelah itu ceritanya jadi terkesan buru-buru bahkan ada hal yang aneh (cincin kawin? Cincin tunangan kali). Hari berganti hari, masalah yang semula kayak benang kusut terselesaikan dengan mudah. Well, nggak mudah juga sih. Tapi semuanya  tiba-tiba aja beres dan masalah yang tersisa adalah hubungan Vanda dan Laz. Di sini, lagi-lagi suasana hati Laz berubah dengan cepat. Ckck, aku nggak ngerti deh sama dia. Aku makin nggak ngerti dengan ending-nya. Cerita lalu berakhir begitu saja.

Walau di atas aku kayak yang benci banget sama Laz, aku sebenernya aku suka loh sama cerita Casablanca: Forget Me Not. Pake bingits lagi. Suka bingits. Ceritanya memang agak klise dan konyol, tapi itu kan yang bikin aku jadi seneng dan berbunga-bunga. Semacam guilty pleasure gitu loh. Mungkin harapanku yang cukup tinggi sama seri STPC yang bikin aku rewel hehehe. Buat yang penasaran, jangan ragu baca karena omelan aku ya ;p

1 comment:

  1. Latar dan pengetahuan Bahasa asing: Bahasa Prancis. Itu point plus di mataku. Kedua, cerita psycopat yg bikin aku makin penasaran. Ketiga, nama penulis Dahlian yg membuatku berdecak dan terbuai dr Karya sebelumnya Promises Promises membuatku yakin. Segala kekonyolan di novel ini bukan tanpa maksud. Mungkin memang Beliau sedang ingin membuat yg seperti ini... Ahh, andai saja ada uang lebih. Mungkin tanpa pikir panjang aku langsung ke Gramedia. Huhuhu :(

    ReplyDelete

Thanks for leave your comment :D